Tim Kejagung menyita sejumlah uang tunai di kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. (dok. Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI)

Jakarta, Aktual.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang dalam jumlah miliaran rupiah dan jutaan dolar Singapura sebagai barang bukti dalam kasus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015-2022.

Penyitaan tersebut berlangsung setelah Tim Penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) melaksanakan serangkaian penggeledahan di beberapa lokasi, termasuk kantor PT QSE, PT SD, dan rumah HL di DKI Jakarta pada tanggal 6-8 Maret 2024.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumedana mengungkapkan bahwa barang bukti yang disita meliputi barang elektronik, sejumlah dokumen terkait, serta uang tunai sebesar Rp10 miliar dan 2 juta dolar Singapura, yang diduga kuat terkait dengan tindak kejahatan.

Proses penggeledahan dan penyitaan ini dilakukan Tim Penyidik untuk menindaklanjuti kesesuaian hasil dari pemeriksaan/keterangan para tersangka dan saksi mengenai aliran dana yang diduga berasal dari beberapa perusahaan yang terkait dengan kegiatan tata niaga timah ilegal,” tutur Ketut melalui keterangan resmi, Sabtu (9/3).

Selanjutnya, Tim Penyidik akan terus menggali fakta baru dari barang bukti tersebut guna membongkar tindak pidana yang sedang diselidiki.

Pada akhir tahun lalu, Kejagung juga telah menyita sejumlah barang bukti terkait kasus serupa, berupa 65 keping emas logam mulia dengan total berat 1.062 gram, serta uang tunai senilai 76,4 miliar rupiah.

Selain itu, penyidik juga berhasil menyita mata uang asing sebesar 1,547 juta dolar Amerika Serikat dan 411.400 dolar Singapura.

Kejagung sedang menyelidiki dugaan korupsi terkait transaksi komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk 2015-2022, dengan dugaan pelanggaran terkait kerja sama pengelolaan lahan PT Timah Tbk dengan pihak swasta secara ilegal, yang berpotensi merugikan negara.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan