Jakarta, aktual.com – Anggota Bawaslu RI Puadi menegaskan perlunya evaluasi penanganan tindak pidana Pemilu 2024 guna mencari solusi atas berbagai kendala dari pengalaman yang ada.
Hal ini untuk mengidentifikasi permasalahan dari berbagai aspek dan kasus-kasus yang dirasakan menarik sekaligus mempersiapkan rujukan dalam menghadapi pemilihan kepala daerah(Pilkada) Serentak tahun 2024 meskipun menggunakan undang-undang (UU) yang berbeda.
“Dalam menangani tindak Pemilu 2024 ada cerita baik, ada pula cerita kurang baik. Pengalaman selama menangani Pemilu 2024 perlu dilakukan evaluasi dari berbagai aspek dan kasus-kasus yang dirasakan menarik,” kata Puadi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (27/3).
Mantan Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ini menilai perlunya evaluasi dari aspek perundang-undangan yang mana UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang bersifat ‘lex specialis’ dengan waktu penanganan tindak pidana terbilang cepat.
Dia menjelaskan pada Pasal 486 UU Nomor 10 Tahun 2017 yang berisi empat ayat menjelaskan keberadaan Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) dari tiga institusi, yakni Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan dari mulai jajaran tingkat pusat (nasional), provinsi, hingga kabupaten/kota tentu mengalami permasalahan dalam proses melakukan penanganan tindak pidana pemilu.
“Penerapan norma hukum yang multi-tafsir, tidak aplikatif, dan adanya kekosongan hukum sehingga membuat waktu penanganan pelanggaran yang menjadi panjang menjadi catatan satu aspek perundang-undangan,” ujarnya.
Kemudian, aturan pelaksana seperti Peraturan KPU dan peraturan perundangan-undangan lainnya. Selanjutnya, dari aspek teknis dalam kesiapan Gakkumdu yang kelembagaannya berkaitan tentang apakah pelaksanaannya proses penanganan mengalami kendala.
“Hal-hal inilah yang menjadi catatan untuk kita evaluasi apa yang menjadi kendala. Termasuk dari aspek penganggaran,” jelas Puadi.
Puadi juga mengatakan perlunya melakukan pembahasan evaluasi berdasarkan kasus-kasus menarik selama menangani tindak pidana Pemilu 2024.
“Seperti (sebenarnya apa) yang dimaksud pemalsuan dokumen, pelibatan kepala desa, kampanye di luar jadwal. Juga berkaitan dengan yang disebut politik uang. Juga adanya rekomendasi Bawaslu diadakannya PSU akibat ada warga negara Indonesia yang mencoblos lebih dari satu kali dengan penanganan pidananya,” tuturnya.
Dia merasa perlu mempertajam pemahaman bersama sekaligus membuat kesolidan Sentra Gakkumdu.
“Semoga bisa diidentifikasi untuk mempersiapkan langkah-langkah ke depan yang menjadi rujukan kita dalam menghadapi Pilkada Serentak 2024. Saya harap kegiatan ini bisa menghadirkan solusi dan menciptakan Gakkumdu yang solid di tingkat kabupaten/kota sehingga bekerja lebih baik lagi,” pungkas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain