Jakarta, Aktual.co —  Kawasan Monumen Nasional Jakarta Pusat selalu menjadi alternatif warga untuk berbagai aktivitas, terutama olah raga, namun Minggu sekitar pukul 11.00 WIB itu, maut menjemput beberapa orang yang berjalan kaki dari Monas tersebut.

Hari yang cerah itu tanggal 22 Januari 2012, sembilan nyawa melayang di tempat dan beberapa lainnya luka-luka akibat ditabrak mobil. Mereka adalah warga yang baru saja berolahraga di Monas kemudian bersama-sama jalan kaki untuk menuju rumah masing-masing di daerah Tanah Tinggi, Kramat Raya, Jakarta Pusat.

Naas menjemput seketika dan keluarga tak menyangka akan kehilangan keluarga untuk selama-lamanya. Publik sangat terkejut pada Minggu yang tenang itu, namun tiba-tiba ada kejadian memilukan.

Polisi menduga pengemudi mobil B 2479 XI, Afriyani Susanti tidak konsentrasi dalam menyetir sehingga mengakibatkan kecelakaan maut yang menewaskan beberapa orang dan melukai lima orang pejalan kaki dari arah Monas. Polisi semakin mencium ketidakberesan dalam diri pengemudi karena ketika ditanya tidak fokus.

Tapi simak kronologi kejaian ini. Kecelakaan maut terjadi pada Minggu (22/1) pukul 11.12 WIB. Lokasi kejadian di Jl MI Ridwan Rais arah Tugu Tani. Lokasi tepatnya di depan Gedung Kementerian Perdagangan Jakarta Pusat. Kendaraan yang dikemudikan Apriyani Susanti melaju dari arah utara (Lapangan Banteng) ke selatan (arah Tugu Tani).

Kecepatan kendaraan cukup kencang diperkirakan di atas 70 kilometer per jam. Di depan Gedung Kementerian Perdagangan, kendaraan oleng kemudian banting setir ke kiri. Kendaraan menabrak pejalan kaki di trotoar serta merusak halte bus di depan Gedung Kementerian Perdagangan, tak jauh dari Patung Tani arah Senen dan Menteng.

Korban-korban bergelimpangan waktu itu. Darah membasahi lokasi di pinggir jalan raya yang sehari-hari padat dan macet itu. Serpihan kaca dan “body” mobil berserakan di lokasi.

Polisi kemudian mengumumkan bahwa Afriyani mengonsumsi narkoba jenis ekstasi di klub malam sebelum kejadian. Setelah pesta semalam suntuk, dia bersama beberapa temannya akan kembali ke rumahnya, namun menabrak beberapa orang hingga tewas.

Apriyani kemudian menjadi tersangka dan terdakwa yang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hakim memvonis hukuman 15 tahun penjara. Dia terbukti melanggar Pasal 311 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Dia dianggap dengan sengaja mengemudikan kendaraan dalam keadaan yang membahayakan keselamatan orang lain. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menjerat dengan pasal pembunuhan dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara. Hukuman itu kemudian diprotes keluarga korban.

Beruntun Kisah tragis Afriyani kini hanya tinggal kenangan. Orang hanya bisa mengingatnya melalui informasi dan data di mesin-mesin penyimpan data atau ditayangan televisi yang mungkin berkenan memutarnya kembali. Lama-lama kalu tidak diingat dan dibuka lagi orang akan melupakannya karena adanya peristiwa-peristiwa yang menghebohkan selanjutnya karena kasus tabrakan ini bukan yang pertama dan terakhir.

Simak kembali peristiwa sebuah mobil yang menabrak sejumlah pengguna jalan di sepanjang Jalan Gajah Mada dekat Ketapang sampai Olimo, Jakarta Barat, Kamis (11/10/2012) petang. Setelah aksinya berhasil dihentikan, pengemudi mobil itu seorang wanita yang hanya menggunakan “daleman” (pakaian dalam bra dan celana dalam).

Mobil yang dikemudikan Novi Amalia meluncur dari arah Kota sekitar pukul 17.00 menuju Jalan Hayam Wuruk. Kemudian tiba di Jembatan Ketapang, mobil tersebut berputar arah. Mobil sempat berhenti di lampu merah Ketapang, lalu tiba-tiba tancap gas dan menabrak seorang tukang kopi sepeda.

Setelah menabrak tukang kopi, mobil tersebut juga menabrak tukang siomay dan dua polisi yang ingin menolong kedua korban tabrakan tersebut. Setelah menabrak polisi, mobil bernomor polisi B 1864 POP itu menbrak mikrolet M12 jurusan Senen-Kota. Setelah menabrak mikrolet di Jalan Ketapang, mobil terus melaju sampai Olimo. Di Olimo, mobil warna merah tersebut juga menabrak beberapa pengendara.

Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Namun kejadian ini sangat menggemparkan, membahayakan, meresahkan dan mengerikan bagi pengguna jalan lainnya. Siapa saja kini berpotensi menjadi korban kecelakaan lalu lintas karena adanya orang-orang yang tidak sedang dalam kondisi sehat dan normal pikiran dan jiwanya.

Penjelasan polisi di Rumah Sakit Polri, Jakarta Timur pada Jumat (12/10) memperkuat asumsi betapa mengerikan dan terancamnya jiwa orang lain ketika sedang dalam perjalanan. Menurut polisi, berdasarkan pemeriksaan di Badan Narkotika Nasional (BNN) pengemudi seksi yang menabrak tujuh orang di Taman Sari, Jakarta Barat, terbukti positif sebagai pemakai narkoba jenis ekstasi.

Kepada polisi, Novi yang juga berprofesi sebagai model tersebut mengaku memakai ekstasi lima hari lalu. Obat terlarang itu didapat dari apartemennya yang berada di kawasan Jakarta Pusat.

Namun tak sedikit orang yang menilai proses hukumnya mengecewakan. Korbannya tujuh orang luka-luka termasuk dua Polisi Lalu Lintas, namun proses hukumnya di PN Jakarta Pusat sempat terganggu karena terdakwa sering mengamuk dan adanya upaya menempatkannya untuk menjalani rehabilitasi di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO).

Perhatian publik terhadap perkembangan penyelesaikan secara hukum kasus ini pun sempat beralih ke soal penyebaran foto Novi. Pengalihan isu itu mungkin saja untuk melemahkan perhatian publik dan semangat polisi memproses kasus pidananya.

LSD Maut di jalan kembali terjadi di Jl Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa (20/1) malam sekitar pukul 20.15 WIB. Lokasi kecelakaan berada di Jalur Busway sebelum Halte Transjakarta Tanah Kusir, Pondok Indah, Kebayoran Lama.

Kecelakaan beruntun yang melibatkan empat mobil dan enam sepeda motor menewaskan empat orang. Pengemudinya, Christopher Daniel Sjarief positif mengonsumsi narkoba jenis “Lycergic Syntetic Diethylamide” (LSD) sebelum terjadi tabrakan itu.

“Tersangka (Christopher) terbukti mengonsumsi narkoba LSD termasuk Golongan I,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Martinus Sitompul.

Christopher mengonsumsi narkoba bersama teman-temannya berdasarkan hasil pemeriksaan darah. Namun, Martinus menyatakan darah Christopher tidak mengandung alkohol. Saat ini, penyidik kepolisian menelusuri asal narkoba yang dikonsumsi kedua pemuda tersebut.

LSD acid, trips atau tabs termasuk sebagai golongan halusinogen (membuat khayalan) yang biasa diperoleh dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil sebesar setengah perangko dalam banyak warna dan gambar. Ada juga yang berbentuk pil atau kapsul. Cara menggunakannya dengan meletakkan LSD pada permukaan lidah dan bereaksi setelah 30-60 menit kemudian dan berakhir setelah 8-12 jam.

Timbul rasa yang disebut tripping yaitu seperti halusinasi tempat, warna dan waktu. Biasanya halusinasi ini digabung menjadi satu hingga timbul obsesi terhadap yang dirasakan dan ingin hanyut di dalamnya. Menjadi sangat indah atau bahkan menyeramkan dan lama-kelamaan membuat perasaan khawatir yang berlebihan (paranoid).

Denyut jantung dan tekanan darah meningkat, diafragma mata melebar dan demam, disorientasi, depresi, pusing. panik dan rasa takut berlebihan. Penggunanya juga sering “flashback” (mengingat masa lalu) selama beberapa minggu atau bulan kemudian. Selain itu, gangguan persepsi seperti merasa kurus atau kehilangan berat badan.

Tiga kecelakaan itu disebabkan pengemudi yang mengonsumsi narkoba. Maut semakin mengancam pengguna jalan raya akibat adanya orang-orang yang mengonsumsinya kemudian mengendarai atau mengemudi kendaraan. Tanpa ada tindakan tegas kepada pengedar, bandar dan pengonsumsinya, banyak orang meyakini kecelakaan serupa akan terjadi di masa datang.

Tiga kecelakaan itu juga semestinya menumbuhkan kesadaran bahwa orang-orang yang kecanduan narkoba adalah algojo dan eksekutor maut di jalan raya dan harus ditempatkan sebagai ancaman serius kehidupan ini. Kecelakaan di Jalan Arteri Pondok Indah ini terjadi hanya dua hari setelah enam terpidana mati kasus narkoba dieksekusi di LP Nusakambangan dan Boyolali pada Minggu (18/1).

Karena itu, kecelakaan maut tersebut tampaknya harus diarahkan untuk memicu dan memacu bangsa ini terus-menerus menggelorakan perang terhadap narkoba, bukan hanya dalam bentuk slogan, ceramah, spanduk dan pamflet. Tanpa tindakan tegas dan maksimal, akan semakin banyak orang yang dieksekusi hanya dalam hitungan detik dan menit di jalan raya oleh orang-orang yang kecanduan narkoba.

Padahal, untuk mengeksekusi enam terpidana mati kasus narkoba dibutuhkan proses panjang, berlarut-larut dan melelahkan; dari kepolisian, kejaksaan hingga proses pengadilan. Bahkan ketika pengadilan sudah memutuskan vonis matipun, terpidana masih dikasih hak untuk banding, kasasi, peninjauan kembali hingga grasi.

Bayangkan dan bandingkan!
Ditulis oleh: Sri Muryono/Ant

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid