Jakarta, Aktual.com – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa pihaknya telah menetapkan kebijakan relaksasi harga gula di tingkat ritel atau konsumen berlanjut hingga 30 Juni 2024.
“Relaksasi atau penyesuaian harga gula di tingkat konsumen yang berakhir tanggal 31 Mei 2024 diperpanjang sampai dengan 30 Juni 2024,” kata Arief melalui pesan singkat di Jakarta, Rabu (5/6).
Dia menyebut bahwa relaksasi harga gula di tingkat ritel atau konsumen sebesar Rp17.500 per kilogram (kg), sedangkan di tingkat produsen sebesar Rp14.500 per kg.
Sementara untuk daerah/wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan wilayah 3TP (Tertinggal, Terluar, Terpencil, dan Perbatasan) harga gula konsumsi di tingkat ritel atau konsumen sebesar Rp18.500 per kg.
Dia mengatakan bahwa relaksasi atau penyesuaian harga gula di tingkat konsumen yang diperpanjang sampai dengan 30 Juni 2024, nantinya akan dilakukan evaluasi secara berkala.
Sementara itu, untuk relaksasi harga acuan pembelian (HAP) gula di tingkat produsen yang mulai berlaku pada 3 Mei 2024 sebesar Rp14.500 per kg, Arief menjelaskan bahwa kebijakan itu akan terus berlanjut hingga 31 Oktober 2024.
“Relaksasi HAP (harga acuan pembelian) gula di tingkat produsen yang berlaku mulai 3 Mei 2024 sampai dengan 31 Oktober 2024 dan atau hingga berakhirnya musim giling,” jelas Arief.
Bapanas berharap Satuan Tugas Pangan Polri untuk bersama sama melakukan pengawasan secara berkala, baik di tingkat produsen maupun konsumen.
“Hal itu, guna memastikan implementasi relaksasi HAP gula konsumsi di tingkat produsen sesuai dengan surat pemberitahuan tersebut,” jelas Arief.
Arief sebelumnya menyampaikan bahwa penetapan relaksasi HAP gula melalui Rapat Koordinasi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Gula Konsumsi lintas kementerian/lembaga. Kebijakan tersebut diberlakukan sejak 5 April hingga berakhir 31 Mei 2024.
Menurut dia , kebijakan relaksasi HAP gula diberlakukan karena memang harga komoditas tersebut secara global cukup tinggi.
Meski begitu, ia menilai bahwa tingginya harga gula saat ini merupakan momentum yang tepat untuk meningkatkan produksi dalam negeri.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan