Jakarta, aktual.com – Sebagai rakyat maupun sebagai Direktur Eksekuitf CERI, Yusri Usman mengaku merasa sedih dan prihatin sekaligus malu serta kecewa atas pernyataan Eddy Soeparno, baik sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI maupun sebagai Sekjen DPP Partai Amanat Nasional (PAN). Eddy mengeluarkan pernyataan melalui rilis yang dikutip dan diberitakan media nasional pada tanggal 10 Juni 2024 dan tersebar luas dengan judul “Mengelola Tambang Untuk Kesejahteraan Umat”.
Tak lama kemudian, kata Yusri, muncul di berbagai media nasional pada Jumat tanggal 14 Juni 2024, dengan judul “Sekjen PAN Hormati Ketum Muhammadiyah Soal Izin Ormas Agama Kelola Tambang”.
“Jujur hati kami terusik setelah membaca isi berita bahwa seolah-olah kami dinilai tidak memahami sejarah keberadaan dan kiprahnya Ormas Keagaaman di dalam perjuangan republik ini. Khususnya pernyataan Eddy soal Affirmative Action Policy agar publik membaca lebih detail atas Peraturan Pemerintah (PP) nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Mineral dan Batubara. Terkait WIUPK seharusnya tidak ada lagi anggapan bahwa kebijakan Pemerintah atas PP ini sebagai hadiah dari Presiden untuk Ormas Keagamaan,” ungkap Yusri.
“Perlu Pak Eddy dan publik ketahui, sejak duduk di bangku SD, kami sudah diajarkan pelajaran sejarah dari guru guru kami. Di sinilah kami menjadi tahu betul dan terbuka wawasan, betapa hebatnya Ormas Keagamaan dalam ikut mencerdaskan umatnya sudah ada dan berkiprah sebelum negara kita merdeka. Kami mengerti dan memahaminya betul,” sambung Yusri.
Tetapi, lanjut Yusri, bukan itu yang ia persoalkan. “Yang kami persoalkan lebih pada sebagian pasal dari produk PP Nomor 25 Tahun 2024 yang justru bertentangan dengan isi UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara. Termasuk jika menggunakan perspektif UU Nomor 13 Tahun 2022, yang merupakan perubahan dari UU Nomor 11 tahun 2011 tentang Peraturan Pembuatan Peraturan Perundang Undang, jelas bertentangan,” jelas Yusri.
Seharusnya, kata Yusri, Eddy Suparno sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI tersinggung dan bereaksi atas beberapa revisi dalam Pasal dari PP Nomor 25 Tahun 2024. Malah bukan bersikap sebaliknya.
“Apalagi, Eddy sebagai salah satu dari Tim DPR RI yang membahas revisi UU Minerba Nomor 4 tahun 2020 tentang Minerba bersama perwakilan Pemerintah. Bahkan dia sebagai Tim kata Dr Irwandi Arief Stafsus Menteri ESDM kepada saya yang saat itu kami sebagai narasumber bersama dengan lainnya dalam membahas revisi UU Minerba di restaurant Pulau Dua Senayan Jakarta yang digagas Dr Marwan Batubara dari IRESS. Saat itu terungkap bahwa tim Pemerintah dan DPR dapat membahas dan menyelesaikan sekitar 950 Daftar Inventarisi Masalah (DIM) hanya dalam waktu kurang dari satu bulan. Ini seharusnya layak dicatat di “guiness book of record Indonesia, luar biasa,” ungkap Yusri.
Padahal, kata Yusri, CERI dengan Koalisi Penjaga Sumber Daya Alam dan Koalisi Masyarakat Sipil sejak lama menolak rencana revisi UU Minerba nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba tersebut.
“Jejak digitalnya banyak kok. Karena sejak awal kami mencurigai revisi itu hanya untuk kepentingan pemilik PKP2B agar dapat perpanjangan menjadi IUPK, seperti PT Tanito Harum, PT Multi Harapan Utama, PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin, PT Kideco Jaya Agung, PT Berau Coal dan PT Adaro Energy,” sergah Yusri.
Pertanyaaan kritis CERI, kata Yusri, mengapa Eddy dan kawan sekelilingnya dalam Komisi VII DPR RI, tidak menolak perpanjangan PKP2B kepada taipan-taipan itu agar lahan ex PKP2B bisa diserahkan ke Ormas Keagamaan dan Legiun Veteran, kemudian tidak merivisi isi Pasal 75 UU Minerba nomor 3 tahun 2020, dengan menambah frasa di ayat 3 Pasal 75 bahwa menambah Ormas Keagamaan bersama BUMN dan BUMD untuk mendapat prioritas dalam mendapatkan IUPK, termasuk merubah isi Pasal 169 B ayat 2 tentang hak pengajuan permohonan perpanjangan pemilik KK dan PKP2B ke Menteri ESDM paling cepat 5 tahun dan paling lambat 1 tahun sebelum berakhirnya waktu KK dan PKP2B didalam Undang Undang nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba?
“Dengan ini terlihat tidak diskriminatif antara bunyi Pasal 109 untuk perpanjangan IUPK milik BUMN dan BUMD dengan Pasal 195 khusus untuk perpanjangan IUPK PT Freeport Indonesia di dalam PP Nomor 25 Tahun 2024, terlihat jelas PP revisi terbaru lebih pro kepada PT Freeeport Indonesia dibandingkan BUMN dan BUMD, ini maksudnya apa? Tolong saudara Eddy dan kawan-kawan di DPR Komisi VII bisa menjelaskan kepada rakyat Indonesia agar mendapat pencerahannya,” ungkap Yusri.
Sebaliknya, kata Yusri, ia justru kaget mendapat penjelasan dari Dr Simon Sembiring, arsitek UU Minerba nomor 4 tahun 2009, bahwa di UU Minerba nomor 3 Tahun 2020 bahwa Pasal 165 UU MInerba nomor 4 Tahun 2009 telah dihilangkan alias dihapus, yaitu tentang hilangnya ancaman pidana kepada setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK yang bertentangan dengan UU Minerba ini dengan menyalahgunakan kewenangannya diberikan sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp 200,000.000, (dua ratus juta).
“Jadi, menurut saya suadara Eddy Soeparno, ungkapan saudara ke berbagai media, jika istilah di kampung saya, dikatakan ibarat “muka buruk cermin dibelah”. Namun kami masih percaya hingga saat ini bahwa Presiden Jokowi dalam menuju akhir kekuasaannya tetap berkomitmen untuk taat dan patuh terhadap peraturan dan UU yang berlaku, begitu juga dengan Prabowo Subianto yang akan dilantik jadi Presiden pada 20 Oktober 2024 kami percaya akan taat terhadap aturan UU,” pungkas Yusri.(*)
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain