Jakarta, Aktual.co — Media massa adalah salah satu corong pembentukan wacana serta pemberitaan yang memiliki pengaruh luar biasa. Media juga menjadi kekuatan untuk menyebarkan gagasan. Bahkan, media juga bisa menentukan apa yang baik dan buruk.

Pengaruhnya mampu dalam mendefinisikan nilai-nilai tertentu sehingga diterima dan diyakini kebenarannya dalam bermasyarakat. Media dapat memberikan legitimasi terhadap gagasan tertentu dan mendeligitimasi ide yang dianggapnya menyimpang.

Realitas yang kita anggap hadir melalui berita,  nyatanya bukan merupakan fakta sebenarnya yang telah dikonstruksikan sedemikian rupa oleh media. Lewat berbagai instrumen yang dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan.  

Media tentu saja wajib memilih realitas apa yang diambil dan mana yang dicampakkan. Ia bukan saja memilih peristiwa dan menentukan sumber berita, tetapi juga berperan mendefinisikan aktor dan peristiwanya. Lewat bahasa, ia dapat menyebut, misalnya, demonstran sebagai pahlawan atau perusuh.

Semua buah konstruksi tersebut membuat khalayak umum harus memahami dalam kacamata tertentu yang telah digariskan oleh media. Media massa adalah kumpulan manusia, dengan jurnalis sebagai ujung tombaknya. Maka ketika jurnalis pertama kali bersentuhan dengan fakta di lapangan, ia bukanlah perekam pasif, tetapi terjadi interaksi antara dirinya, dengan fakta sebenarnya.

Menurut Mark Fisherman, jurnalis hidup dalam institusi media dengan seperangkat peraturan dan nilai-nilai tertentu. Hal itu memungkinkan bagi sebuah media mengontrol wartawan untuk melihat peristiwa dalam kemasan tertentu. Bahkan dapat dikatakan di ruang redaksi media condong menjadi kediktatoran, dalam arti seseorang yang berada dalam komando teratas  yang membuat keputusan terakhir.

Lalu bagaimana dengan pemberitaan yang tidak sesuai dengan faktanya?. Berikut kajian Islam tentang hal tersebut.

“Sesungguhnya Allah SWT tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.” (Q.S. 40 : 28).

Dan firman Allah SWT, “Kemudian marilah kita bermubahalah (bersumpah) kepada Allah SWT dan kita minta supaya laknat Allah SWT ditimpakan kepada orang-orang yang dusta” (QS. 3 : 61).

Kemudian, Nabi Muhammad SAW berwasiat, agar kaum muslimin berpegang teguh pada kejujuran dan menjauhi sifat pembohong.

Dalam hadits berikut Rasulullah SAW, bersabda :

 ان الصدق يهدى الى البر, ان البر يهدى الى الجنة, وان الرجل ليصدق حتى يكتب عند الله صديقا, وان الكذب يهدى الى القجور وان الفجور يهدى الى النار وان الرجل ليكذب حتى يكتب عند الله كذابا (رواه البخارى و مسلم

“Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menghantarkan kepada Surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah SWT akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan, sesungguhnya bohong itu akan menunjukkan kepada kezaliman akan menghantarkan ke arah Neraka. Seseorang yang terus menerus berbuat bohong akan ditulis oleh Allah SWT sebagai pembohong.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim )

Rasulullah SAW bersabda,

 اية المنافق ثلاث : اذا حدث كذب واذا وعد أخلف واذا ؤتمن خان

“Pertanda orang yang munafik ada tiga, apabila berbicara bohong, apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya berbuat khianat” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.).

Artikel ini ditulis oleh: