Jakarta, Aktual.co — Ternyata, di balik kelemahlembutannya, wanita juga menyimpan kekuatan ‘berbahaya’. Dengan kecantikan, kecerdasan berpadu keberanian, mereka menjadi mata-mata bahkan berakhir dengan kematian. Ingin tahu siapa saja wanita-wanita tersebut? Berikut sejumlah spionase/ mata-mata wanita yang pernah menggemparkan dunia yang kami himpun dari beberapa sumber:
1. Mata Hari
Nama aslinya adalah Margarethe Zelle, kelahiran 7 Agustus 1876 di Leeuwarden, Belanda. Sebelumnya pernah menikah dengan tentara Belanda berpangkat Kapten, Rudolf MacLeod yang bertugas di Indonesia. Setelah Menikah, Margaretha kemudian diboyong ke Malang, Jawa Timur. Pernikahan yang membuahkan dua anak ini bermasalah, karena suaminya pecandu alkohol dan berpoligami.
Margaretha yang kecewa kemudian memiliki hubungan dengan tentara Belanda lainnya, menenggelamkan diri untuk mempelajari tarian tradisional Indonesia selama berbulan-bulan, dan bergabung dengan kelompok tari tradisional lokal. Pada tahun 1897, Margaretha mengungkapkan nama panggungnya, Mata Hari, dalam suatu korespondensi dengan kerabatnya di Belanda. Mata Hari lantas berprofesi sebagai penari eksotis di Paris pada tahun 1905. Dengan kostum sensual dan seksi, nyaris telanjang, Mata Hari cepat menarik ribuan penonton dari Berlin, Wina dan Madrid. Dari situ kemudian Mata Hari berkenalan dengan para tokoh politik dan militer.
Saat pecah Perang Dunia I, koneksi internasional Mata Hari mencuri perhatian pemerintah Prancis. Pada PD II pihak yang berperang adalah Sekutu melawan Blok Sentral (Jerman, Austria-Hongaria, Kekhalifahan Turki Ustmani, dan Bulgaria). Namun alasan kegiatan mata-matanya tidak jelas. Mata Hari pernah mengklaim dibayar Prancis untuk menjadi mata-mata di Belgia. Namun ada informasi sebenarnya dia adalag agen ganda karena memberikan informasi ke pihak Jerman.
Agen Inggrislah yang menguak bukti dari kegiatan mata-matanya saat Mata Hari kembali ke Paris pada awal 1917. Mata Hari kemudian ditahan dengan tuduhan menjadi mata-mata Jerman. Pada 25 Juli 1917 sebuah sidang tertutup digelar dengan penjagaan ekstra ketat. Beberapa saksi dan pejabat militer perang hadir. Oleh hakim pengadilan perang, Margarethe disodorkan delapan pertanyaan. Dan Margarethe dinyatakan terbukti bersalah sebagai spion Jerman. Untuk itu pengadilan perang Perancis menjatuhkan hukuman mati pada Margarethe. Di pagi yang dingin dan berkabut,senin 15 oktober 1917,bagian timur kota Paris, Mata Hari di eksekusi yang saat itu berusia 41 tahun, menolak ditutup matanya dan menatap tabah di depan 20 orang regu tembak menghabisi nyawanya.
Sehari setelah pelaksanaan eksekusi, tepatnya pada Selasa, 16 Oktober 1917, berbagai media internasional memberitakan hukuman mati Mata Hari. “The Time” memberitakan penari Mata Hari telah dihukum tembak. “Daily Express”, juga melansir berita dengan judul “Spion cantik Mata Hari dihukum mati”. “New York Times” menulis, penari dan petualang Mata Hari dijatuhi hukuman mati. Dia diambil dari penjara St.Lazare dan dibawa ke Vincennes untuk dihadapkan regu tembak. “Le Figoro” mengabarkan, spion Mata Hari dihukum mati dan mayatnya dikubur di kuburan Vincennes.
2. Nancy Wake
Nancy Wake bekerja sebagai seorang jurnalis di Prancis ketika Perang Dunia II meletus. Dia tidak menyia-nyiakan waktunya dengan secara sukarela mendaftar menjadi kurir untuk Perlawanan Perancis, dan tak lama setelah itu, Wake mendirikan sebuah jaringan mata-mata yang sangat luas dan efektif sehingga Gestapo menaruh harga di kepalanya bernilai jutaan dolar. Keahliannya dalam spionase hanya oleh ketangkasan fisiknya, dia dituduh membunuh seorang tentara Jerman dengan tangan kosong.
Setelah perang, tak kurang dari lima negara menghormatinya dengan penghargaan sipil tertinggi, membuatnya di antara mata-mata wanita paling dihormati selama Perang Dunia II. Nancy Wake menjadi mata-mata setelah menikah dengan Henri Edmond Fiocca, seorang industrialis kaya asal Prancis pada 30 November 1939 dan tinggal di Marseilles, Prancis, yang diinvasi Jerman pada 1940-an. Nancy kemudian menjadi kurir Pertahanan Prancis, pasukan perlawanan terhadap pendudukan tentara Nazi.
Kiprah ini membuat Gestapo, polisi rahasia Nazi, menyadap telepon dan menyabotase surat-suratnya. Nancy menjadi orang yang paling diburu Gestapo, yang diberi julukan The White Mouse alias tikus putih. Kepala Nancy dihargai 5 juta France saat itu. Saat jaringan Pertahanan Prancis mengkhianati Nancy, dia harus meninggalkan Marseilles, sementara suaminya, Henri Fiocca, tetap tinggal.
Belakangan, Fiocca ditangkap, disiksa dan dieksekusi Gestapo pada 16 Oktober 1943. Ironisnya, Nancy mengetahui hal ini saat PD II berakhir. Nancy sempat ditahan di Toulouse selama 4 hari, dibebaskan dan berusaha melarikan diri dari Prancis melalui pegunungan Pyrenees ke Spanyol.
Setelah mencapai Inggris, dia bergabung di Special Operations Executive (SOE) Inggris sebagai mata-mata. Dan pada 29-30 April 1944, dia kembali ke Prancis, dengan terjun payung pada malam hari dan turun di Auvergne. Nancy menjadi penghubung antara London dan kelompok gerilya Pertahanan Prancis, Marquis, yang dikepalai Kapten Henri Tardivat.
Nancy kemudian mengkoordinasi kegiatan Pertahanan Prancis dan merekrut pasukan untuk Invasi Normandia, yang dilakukan pasukan Sekutu. Nancy juga yang memimpin penyerangan pada instalasi Jerman dan perwakilan lokal Gestapo di Montlucon. Dia memimpin 7.000 orang gerilyawan Prancis melawan 22 ribu pasukan SS Nazi. Peperangan itu menyebabkan 1.400 orang tewas, dan 100 dari jumlah itu adalah korban di pihak Prancis.
Teman seperjuangannya, Henri Tardivat, memuji semangat juangnya. Tardivat mencontohkan, Nancy bisa membunuh dengan senjata minimal ketika menghadapi tentara Nazi. Belakangan, saat diwawancara di TV pada pertengahan 1990-an, apa yang dilakukan Nancy saat itu, dengan enteng Nancy menyilangkan telunjuk ke tenggorokannya.
Karena perjuangannya dalam PD II itu, Nancy dianugerahi penghargaan tertinggi militer Prancis, Legion d’Honneur, 3 Croix de Guerre dan medali Pertahanan Prancis. Inggris juga memberinya medali George, sementara AS memberinya medali Kebebasan.
Nancy tinggal di London sejak 2001, tepatnya di panti jompo khusus veteran dan didiagnosa menderita serangan jantung pada 2003. Kesehatannya memburuk dengan infeksi yang terjadi di dadanya. Wanita itu harus menyerah pada pemilik hidupnya dan meninggal pada 7 Agustus 2011
3. Noorunnisa Innayat Khan
Lahir dengan nama lengkap Noorunnisa Inayat Khan. Noor Khan adalah sulung dari empat bersaudara. Ayahnya Hazrat Inayat Khan berasal dari keluarga pangeran Muslim India. Dia tinggal di Eropa sebagai musisi dan guru tasawuf . Ibunya, Ora Meena Ray Baker , adalah seorang Amerika dari Albuquerque, New Mexico yang bertemu Inayat Khan selama perjalanannya di Amerika Serikat. Khan lahir di Kremlin pada 1914 dan di usia muda pindah dengan keluarganya ke Inggris kemudian ke Perancis.
Noorunnisa Inayat Khan adalah satu-satunya spionase perempuan muslim yg tergabung dalam pasukan intelijen Inggris di era PD II. November 1940, ia bergabung dengan divisi SOE (Special Operations Executive), salah satu badan rahasia Inggris. SOE adalah organisasi spesialis yg melakukan sabotase dan spionase melawan aliansi Poros; Jerman, Italia dan Jepang. Pimpinan SOE, Vera Atkins, mengagumi sosok Noor Inayat Khan saat pertama kali mewawancarainya. Vera Atkins bahkan sampai bertanya-tanya, “Jika Anda ragu dan bukan tipe yang saya inginkan, anda bisa memberitahu saya sekarang juga”.
Setelah diterima, Noor Inayat Khan ditempatkan sebagai operator nirkabel yg menjadi penghubung di medan dgn kantor SOE. SOE, dalam metode operasinya banyak memanfaatkan media radio, kantor pos, dan pelabuhan untuk merekam jejak pasukan Jerman. Juni 1943, Noor Inayat Khan mendarat di Paris sbg bagian dari operasi “F” bersama agen lainnya; Diana Rowden,Cecily Refort. Mereka tergabung dengan jaringan medis pimpinan Francis Suttill. Nazi lalu mencium jaringan ini dan memburu mereka yang terlibat. London mengirim sandi agar Inayat dan agen lain segera kembali ke Inggris. Namun ia menolak dengan alasan tugasnya belum selesai. Seorang Perwira SOE kemudian berkhianat dan memberitahu keberadaan Noor Inayat Khan serta agen SOE lainnya kepada Nazi.
Oktober 1943, Noor Inayat cs tertangkap. Meski sempat lolos, mrk tertangkap lagi dan langsung diisolasi di sebuah kamp. Kamp konsentrasi Dachau yg ada di dekat Munich menjadi peristirahatan terakhir Noor Inayat Khan bersama empat agen lainnya. Mereka dikumpulkan di sebuah gundukan tanah sambil berlutut, lalu terdengar tembakan beruntun tepat di belakang leher mereka. Mayat mereka dikremasi dan dibakar di krematorium. Di ujung kematiannya, Noor Inayat Khan sempat mengucapkan: “Liberte!”.
4. Violette Szabo
Violette Szabo merupakan agen intelijen Inggris yang terkenal karena tembakannya yang jitu dalam Operasi Khusus. Rekannya sesama intelijen, Odette Churchil, mengatakan bahwa Violette adalah ‘yang paling berani di antara kami semua’. Violette sempat mengalami putus asa karena kematian suaminya tak lama setelah putri mereka lahir, tahun 1942. Violette kemudian sukarela menawarkan diri untuk ditugaskan ke Perancis. Di masa Perang Dunia II, dengan berparasut, Violette menyelinap di luar daerah Limoges, Prancis, pada Juni 1944. Dia segara bergabung dengan jaringan perlawanan lokal untuk menyabotase jalur komunikasi Jerman.
Violette dan kelompoknya sedang dalam perjalanan dengan mobil saat melewati jalan yang diblokir tentara Jerman yang sedang mencari seorang tentara Jerman yang diculik kelompok perlawanan lokal. Letusan bersenjata pun tak terelakkan. Violette melindungi kelompoknya, dengan melakukan perlawanan menggunakan senjata Sten sampai amunisinya habis. Dia lalu ditangkap, dibawa ke markas pusat Gestapo, polisi rahasia Jerman. Violette disiksa, namun itu tak membuatnya membocorkan informasi sepatah kata pun.
Violette kemudian dipindahkan ke kamp konsentrasi Ravebsbruck, dan dieksekusi oleh regu tembak SS pada tahun 1945, saat berusia 23 tahun. Jasadnya dikremasi di krematorium kamp. Setelah perang dunia berakhir, putri Violette, Tania, menerima penghargaan anumerta George Cross untuk ibunya yang diserahkan Kerajaan Inggris. Kiprahnya diabadikan dalam buku dan film berjudul ‘Carve Her Name with Pride’
5. Ethel Rosenberg
Ethel Greenglass Rosenberg dengan suaminya Julius Rosenberg merupakan salah satu kisah mata-mata paling sensasional dalam sejarah Amerika Serikat. Keduanya kelahiran New York, AS, dan merupakan anggota Partai Komunis AS. Julius tergabung dalam pasukan pemecah sandi di laboratorium rekayasa militer di Fort Monmouth, New Jersey, tahun 1940 sampai menjabat pengawas insinyur di tahun 45. Julius dipecat karena afiliasi politiknya pada komunis.
Pasca PD II, AS mengembangkan proyek bom atom secara rahasia. Namun AS kaget karena Uni Soviet bisa mengembangkan hal serupa tahun 1949. Nah, kebocoran informasi ini kemudian diselidiki. Ethel dan Julius tetap diam seribu bahasa. Namun sayangnya, saudara ipar mereka, David dan Ruth Greenglas, mengatakan Ethel mengetik dokumen tentang bom atom yang datanya didapatkan David.
“Ini deskripsi dari bom atom, disengaja untuk dikirimkan ke Uni Soviet, diketik oleh Ethel Rosenberg sore hari di apartemennya di Jalan Monroe 10. Dengan tak terhitung dia mengetik, meniupkan kabar melawan negaranya sendiri untuk kepentingan Uni Soviet,” jelas ketua jaksa penuntut umum Irving Saypol. Ethel dan suaminya kemudian dihukum mati, 26 bulan setelah mereka ditahan. Mereka tewas di kursi listrik pada Juni 1953.
















