Jakarta, Aktual.co — Persidangan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) dengan nomor perkara TUN nomor 196/G/2014/PTUN. JKT yang dilayangkan PT Cladtek BI-Metal Manufacturing melawan PT Wijaya Karya (Wika) Tbk, kembali di gelar di Pengadilan TUN, Jakarta, Selasa (20/1/2015).
Pada persidangan kali ini, pihak pengugat PT. Cladtek, menghadirkan saksi ahli TUN yaitu DR Lintong Oloan Siahaan, yang juga dosen hukum di Universitas Pelita Harapan.
Pada kesaksiannya, Lintong menyebut gugatan PT Cladatek kepada PT Wika sudah tepat. Sebab sejak proyek infrastruktur untuk pembangunan Terminal Gas di Matindok, Sulawesi Selatan yang kepemilikannya oleh PT. Pertamina EP dimana KKKS tersebut dibawah pengendalian oleh SKK MIGAS, dan ditenderkan oleh PT Wika (karena pemenang tender  EPC di PT. Pertamina EP) dilakukan secara terbuka dengan mengundang masyarakat atau publik, maka sengketa ini masuk dalam gugatan TUN.
“Kriteria keputusan TUN, sumber harus vertikal, dari atas kebawah merupakan perjanjian unilateral dan erga omnes yang merupakan lapangan hukum publik,” kata Lintong dalam kesaksiannya di pengadilan TUN.
Dia menjelaskan sengketa administrasi merupakan sengketa dalam lapangan hukum publik, maka putusan hakim peradilan administrasi akan menimbulkan konsekuensi mengikat umum dan mengikat terhadap sengketa yang mengandung persamaan yang mungkin timbul pada masa sekarang dan yang akan datang.
“Dalam hal ini pemerintah memberi kewenangan dengan membuat kebijakan-kebijakan. Kalau ada dirugikan bisa di gugat, karena keputusan dengan pejabat negara,” ujar dia.
Sementara pengacara PT Wika, Rivai Kusumanegar mempertanyakan soal sengketan gugatan perdata tersebut secara berulang. Hal ini, sempat membuat Lintong geram.
“Kalau itu bersumber dari publik (negara), maka masuk hukum publik (TUN) yang berlaku, bukan lagi hukum perorangan atau privat lagi. Bisa dipahami nga,” tegas saksi Lintong.
Sidang pun di tunda untuk dilanjutkan pada Selasa, 27 Januari 2015 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak tergugat yakni PT Wika. Majelis hakim pun meminta agar dua saksi dan tiga ahli dari tergugat yang dihadirkan memiliki kompeten sesuai sengketa TUN tersebut.
Sidang gugatan ini berawal dari adanya indikasi kecurangan tender proyek infrastruktur pembangunan terminal gass di Donggi, Sulawesi Tengah dan Matindok, Sulsel. Sejak ditenderkkan oleh PT. Pertamina EP, maka proyek dua ladang gas tersebut menelan biaya senilai Rp7,5 triliun yang dimenangkan oleh PT Rekayasa Industri (Rekind) dan PT Wika, dimana  diduga ada kongkalikong antara peserta tender dengan Pertamina, petinggi di Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta petinggi lainnya, karena tidak mengacu kepada peraturan lokal konten yang sudah ditetapkan dan yang berlaku di Dirjen MIGAS serta di SKK MIGAS juga. 
Dimana didalam proyek ini untuk pengadaan pipa CRA tidak memakai produk indonesia yang pabriknya di Batam yaitu PT. Cladtek Bi-Metal Manufacturing, dimana kedua BUMN tersebut memenangkan perusahaan luar negri yaitu FTV Proclad yang pabriknya di Dubai dan tidak terdaftar di buku APDN (Apresiasi Produksi Dalam Negeri) 

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby