Semarang, Aktual.co — Kapal nelayan berkapasitas di atas 30 grass ton (GT) di Pantura Pekalongan kembali tak melaut setelah dicabutnya harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi yang diganti bio solar senilai Rp9800 per liter. Penetapan tarif baru itu diberlakukan per 31 desember 2014 melalui Peraturan Presiden No.191/ 2014 tentang bahan bakar kapal nelayan di atas 30 GT.
Kebijakan itu membuat para nelayan merasa keberatan dengan harga solar non subsidi Rp9600 per liter. Nelayan masih memperhitungkan nilai ekonomis dengan biaya operasional kapal nelayan, sehingga sementara waktu memilih tidak melaut.
“Presiden RI Joko Widodo mengeluarkan keputusan baru itu tentang penyaluran BBM non subsidi bagi kapal nelayan di atas 30 GT. Kita menjual harga industri Rp9800/ liter kepada nelayan,” ujar Direktur Operasional KUD Makaryo Mino, saat dihubungi, Selasa (20/1).
PT Pertamina secara resmi menetapkan solar non subsidi Rp9600 per liter. Dari harga tersebut, industri kapal di atas 30 GT yang semula diperbolehkan membeli harga subsidi, harus membeli dengan harga industri Rp9800 per liter.
“Meskipun sebelumnya kapal di atas 30 GT pembeliannya dibatasi, namun secara nilai ekonomis untuk biaya operasional masih menguntungkan. Untuk non subsidi ini, nelayan bebas membeli tanpa dibatasi, tapi hargane cukup tinggi,” kata dia.
Untuk saat ini, KUD Makaryo Mino yang rata-rata tiap bulan memiliki stok mencapai 688 kilo liter. Jumlah tersebut sebelumnya diperuntukan kepada nelayan di bawah dan di atas 30 GT.
“Rata-rata penyaluran kapal di atas 30 GT maun dibawah 30 GT sebesar 25 KL. Sehubungan dengan itu, akhirnya jumlah stok tiap bulan masih tersisa.”
Artikel ini ditulis oleh:

















