Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto memberikan keterangan pers terkait perkembangan hasil analisis atas klarifikasi dugaan gratifikasi dalam penggunaan jet pribadi oleh Ketua PSI Kaesang Pengarep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (24/9/2024). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/Spt.

Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan banyak saksi yang mangkir dari panggilan penyidik karena mengira surat panggilan pemeriksaan yang diterimanya adalah surat palsu atau penipuan.

“Banyak saksi yang tak hadir karena mereka khawatir panggilan tersebut penipuan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (25/9).

Tessa kemudian mengimbau kepada pihak yang menerima surat pemanggilan sebagai saksi untuk membaca dengan teliti surat yang diterimanya.

“Kami mengimbau kepada saksi yang menerima surat panggilan secara resmi untuk bisa membaca secara seksama surat tersebut. Di surat itu ada kop dari KPK, ada identitas yang jelas, keterlibatannya atau dipanggilnya dalam perkara apa, ada nomor kontak yang bisa dihubungi dan ada nomor kantor KPK di situ,” ujarnya.

Masyarakat yang menerima surat pemanggilan dapat melakukan konfirmasi langsung ke KPK melalui call center 198.

“Jadi para saksi ini bisa menanyakan atau menghubungi nomor kantor KPK apakah betul ini adalah surat panggilan KPK atau tidak,” tuturnya.

Temuan tersebut muncul dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba (AGK).

KPK pada Selasa (24/9) memanggil 17 orang saksi sebagai saksi perkara AGK, namun hanya tiga orang yang hadir pada agenda pemeriksaan yang berlangsung di Kantor Imigrasi Kota Ternate, Maluku Utara.

Menurut informasi yang dihimpun saksi yang hadir adalah ajudan Gubernur Maluku Utara Zaldi H. Kasuba, wiraswasta bernama Rudi Yonas, dan mantan Staf di BPKAD Provinsi Maluku Utara Musnawati HI Abd. Rajak.

Sedangkan saksi yang tidak hadir tanpa keterangan yakni pihak swasta bernama Ahmad Andong, Irwan Tamsoa, Nurhani Umanailo, Iriyanti Sirhayat, M. Saleh Marajabessy, Misna Takaiwang, Chandra Tuahuns, Akson Makapedia, Rifaldi Manolang, Nurjaningsih Manolang, Slamet Daud dan Krisandi Deboys Tollo. Saksi lainnya yang tidak hadir tanpa keterangan adalah Halimah HI Muhammad selaku mantan ajudan/sespri istri Gubernur Maluku Utara AGK.

Perkara yang menjerat AGK kini sedang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ternate.

Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba dengan hukuman selama sembilan tahun penjara dalam kasus korupsi suap dan gratifikasi di lingkup Pemprov Malut.

KPK menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abdul Gani Kasuba dengan pidana penjara selama sembilan tahun serta denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.

Menurut JPU KPK Rony Yusuf, terdakwa Abdul Gani Kasuba terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan pertama, kesatu dan ketiga.

JPU dalam tuntutan untuk terdakwa Abdul Gani Kasuba setebal 1.872 halaman yang disusun selama dua pekan juga menuntut uang pengganti sejumlah Rp109,056 miliar dan 90 ribu dolar Amerika Serikat, dengan ketentuan jika terdakwa Abdul Gani Kasuba tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tatap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana penjara selama lima tahun.

JPU juga menetapkan lamanya penahanan terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Sebelumnya, JPU KPK membacakan dakwaan terhadap mantan Gubernur Malut AGK dalam kasus menerima suap dan gratifikasi jual beli jabatan dan proyek infrastruktur mencapai AGK didakwa menerima total suap dan gratifikasi jual beli jabatan dan proyek infrastruktur sebesar Rp109,7 miliar.

Terdakwa AGK sebagai penyelenggara negara menerima gratifikasi sebesar Rp99.8 miliar dan 30 ribu dolar Singapura melalui transfer maupun secara tunai.

Dalam kasus ini, AGK menggunakan 27 rekening untuk menerima gratifikasi dan suap baik itu menggunakan rekening milik Sekretaris pribadi, keluarga maupun milik terdakwa.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain