Jakarta, Aktual.co —Tudingan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bahwa ada oknum DPRD DKI yang menyelipkan ‘anggaran siluman’ dengan jumlah fantastis Rp8,8 triliun di RAPBD 2015, justru menuai keheranan dari pengamat politik anggaran, Uchok Sky Khadafi.
Kata Uchok, yang namanya ‘dana siluman’ itu adalah program yang lolos masuk APBD, tanpa melalui pembahasan atau rapat antara DPRD dengan Pemprov DKI Jakarta.
Dengan begitu, ujar dia, lolosnya anggaran siluman di RAPBD pasti karena ada kerjasama antara pihak Pemprov DKI dengan DPRD DKI. Kalau hanya lewat satu pihak, pasti gagal.
Jika Ahok menuding munculnya dana siluman akibat ulah oknum DPRD, Uchok justru punya pendapat lain.
Kata dia, dana siluman merupakan ulah pengusaha hitam. Yakni pengusaha yang paling tahu prosedur meloloskan anggaran.
“Dia lobby DPRD, dan kerjasama dengan pihak Pemda DKI. Kalau hanya kerjasama dengan Pemprov DKI pasti gagal. Karena Pemda hanya mengusulkan program dan anggaran. Sedangkan, untuk menentukan atau menyetujui adalah DPRD sendiri,” ujar dia, di DPRD DKI, Jakarta, Senin (19/1).
Sebelumnya, Gubernur Ahok dibuat geram saat menemui sejumlah pengajuan anggaran di RAPBD DKI 2015, yang dianggap tidak masuk akal. Jumlah pun tidak main-main, mencapai Rp8,8 triliun. Antara lain untuk sosialisasi Surat Keputusan (SK) Gubernur, seminar, perjalanan dinas ke Tiongkok, dan pengadaan barang elektronik.
Salah satu pengajuan anggaran ‘siluman’ yang membuat Ahok geleng-geleng kepala adalah anggaran sosialisasi SK Gubernur, yang mencapai Rp46 miliar setahun. Itu dianggapnya sangat tidak masuk akal.
“Apa yang mau disosialisasikan? SK Gubernur kan tinggal dilihat doang,” ujar Ahok kesal, di Balai Kota, Jakarta, Senin (19/1).
Mantan Bupati Belitung Timur itu menduga ada sesuatu yang menjadi ‘deal’ di antara oknum anggota dewan terkait RAPBD 2015. Dia pun menuding ada oknum DPRD yang sengaja ‘menitipkan’ anggaran siluman itu ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI.
Namun Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi justru menganggap dana siluman itu hanya miskomunikasi antara Pemprov DKI dan DPRD DKI saja.
Artikel ini ditulis oleh:
















