Dua Hakim Konstitusi Daniel Yusmic (kiri) dan Arsul Sani (kanan) berbincang di sela sidang putusan uji materi Undang-Undang Pilkada di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/8/2024). Dalam putusan tersebut MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada yang menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.

Jakarta, Aktual.com – Hakim Mahkamah Konstitusi Daniel Yusmic Foekh menjamin penggunaan hak ingkar untuk menghindari berbagai konflik kepentingan dalam persidangan yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi.

“Di Mahkamah Konstitusi sudah diterapkan, bahwa seringkali hakim yang menggunakan hak ingkar, jadi tidak ikut dalam pengambilan keputusannya, untuk menjaga bila ada konflik kepentingan,” ujar Daniel dalam webinar bertajuk “Politik Hukum dan Pemilu: Implikasi Putusan MK terhadap Demokrasi” dipantau di Jakarta, Jumat (11/10).

Berdasarkan Pasal 17 Ayat (5) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkara adalah seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang tengah diperiksa. Pengunduran diri itu, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.

Daniel merujuk pada sikap Hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia Arsul Sani yang menggunakan hak ingkar ketika mengadili perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang melibatkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sebelum menjadi hakim MK, Arsul Sani pernah menjadi Sekretaris Jenderal DPP PPP.

“Demikian pula Yang Mulia AU (Anwar Usman), juga menggunakan hak ingkar untuk permohonan yang diajukan oleh PSI,” kata Daniel.

Para pemohon, kata dia, juga dapat menulis dalam permohonannya untuk tidak melibatkan hakim tertentu apabila dirasa terdapat indikasi konflik kepentingan.

Dengan demikian, kekhawatiran mengenai adanya konflik kepentingan dapat ditepis melalui penggunaan hak ingkar tersebut.

Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika membahas perihal Anwar Usman yang ikut memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Putusan itu menjadi kontroversi karena dinilai memuluskan jalan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, keponakan Anwar Usman, untuk melaju sebagai bakal calon wakil presiden 2024.

Mengenai putusan tersebut, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Anwar Usman karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

“(Setelah sanksi dari MKMK) persidangan sudah berjalan seperti biasa, bahkan ada beberapa permohonan yang kalau terkait dengan indikasi adanya konflik kepentingan, meminta supaya hakim X tidak dilibatkan,” kata Daniel.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Sandi Setyawan