Jakarta, Aktual.co — Pemimpin redaksi Charlie Hebdo, Gerard Biard membela penggambaran kontroversial majalah Muslim Nabi Muhammad. Biard mengatakan, ketidakstabilan tokoh agama hanya ketika iman akan “terjerat” dalam dunia politik.
“Kami tidak menyerang agama, tapi kita lakukan ketika terlibat dalam politik,” kata Gerard Biard dalam sebuah wawancara, yang dilansir dari NBC, Senin (19/1).
“Jika Allah menjadi terjerat dalam politik, maka demokrasi dalam bahaya,” kata Biard melalui penerjemah dalam wawancara pertamanya dengan jaringan televisi Amerika sejak majalahnya diserang oleh teroris Islam.
Serangan pada 7 Januari menewaskan 12 orang, termasuk anggota staf. Menurutnya, meskipun Charlie Hebdo dianggap sebagai “ateis” majalah, mempekerjakan anggota staf yang mempraktekkan dan mengamati agama yang berbeda. Mereka tidak takut diejek, karena mereka tidak secara terbuka menyatakan itu dan sebaliknya mereka tetap dalam hati mereka, dalam hati nurani mereka.
“Untuk menjadi seorang mukmin adalah pilihan pribadi yang menyangkut tidak ada orang lain yang memaksa. Kami menghormati itu, dengan cara yang sama bahwa, kita menghormati kehidupan pribadi seseorang selama individu tidak menyuntikkan kehidupan pribadinya ke ranah publik,” kata Biard.
Biard mengatakan bahwa, dia tengah berpergian ketika dua orang bersenjata menembaki staf dan polisi di kantor majalah di Paris dalam serangan mengerikan yang mengejutkan dunia.
“Mereka yang mengalami serangan dari dekat itu dan selamat, berusaha secara individu untuk memahami mengapa mereka lolos tanpa cedera. Ini sangat sulit untuk diucapkan, karena salah satunya jelas terasa melegakan dicampur dengan rasa bersalah,” jelasnya.
Artikel ini ditulis oleh:

















