Anggota Komisi III DPR RI M. Nasir Djamil saat mengikuti agenda Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR RI ke Markas Polda Jawa Timur. Foto: Saum/vel

Sidoarjo, Aktual.com – Menanggapi polemik publik soal tidak adanya keterwakilan masyarakat sipil dalam pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Anggota Komisi III DPR RI M. Nasir Djamil menekankan bahwa Undang-Undang (UU) KPK tidak mensyaratkan perwakilan dari sektor tertentu.

“Yang kami utamakan adalah kompetensi, pengalaman, dan kemampuan kandidat dalam menangani tindak pidana korupsi,” jelasnya kepada Parlementaria usai mengikuti agenda Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR RI ke Markas Polda Jawa Timur, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur, Jumat (22/11).

Politisi Fraksi PKS itu juga telah memastikan bahwa proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sudah diselenggarakan secara transparan dan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

“Kita tidak bisa memuaskan semua pihak, tetapi kita harus fokus menjaga muruah dan martabat KPK. Semua fraksi memberikan penilaian berdasarkan kemampuan kandidat, dan hasil akhirnya adalah yang terbaik untuk institusi,” jelasnya.

Menutup pernyataannya, Nasir mengajak seluruh pihak untuk mendukung pimpinan KPK periode baru. Baginya, dukungan ini penting agar Indonesia bebas korupsi sekaligus terlepas dari rangking terbawa indeks persepsi korupsi, yang sempat anjlok.

Sebagai informasi, lima calon pimpinan KPK periode 2024-2029 yang terpilih dengan voting di Komisi III DPR RI di antaranya Johanis Tanak, Fitroh Rohcahyanto, Setyo Budiyanto, Agus Joko Pramono, dan Ibnu Basuki Widodo.

Lalu, Setyo Budiyanto yang memperoleh suara terbanyak terpilih menjadi Ketua KPK dengan 45 suara dari total anggota Komisi III sebanyak 48 orang. Lahirnya calon pimpinan KPK baru ini diharapkan bisa memperbaiki sistem kerja yang lebih baik serta mengubah tren indeks korupsi yang konsisten turun.

Diketahui, tren skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang diterbitkan oleh lembaga Transparency International (TI) konsisten mengalami penurunan selama  lima tahun terakhir. Pada tahun 2021, Indonesia memperoleh skor 38, yang mana satu poin dibandingkan tahun 2020.

Akan tetapi, skor IPK Indonesia kembali anjlok empat poin di posisi angka 34 pada tahun 2022. Lalu, Skor 34 ini tidak berubah pada tahun 2023 dan tahun 2024. Artinya, skor IPK Indonesia kembali ke skor yang sama.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan