Wakil Dekan Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Tanti Novianti dalam acara Diskusi Publik Indef yang bertajuk ‘Kupas Tuntas Kebijakan Pendidikan dan SDM’ di Jakarta, Senin (25/11/2024) (ANTARA/Bayu Saputra)

Jakarta, aktual.com – Wakil Dekan Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB) Tanti Novianti mengatakan pendidikan dasar harus menekankan pembelajaran yang sifatnya analisis dan berlogika, bukan hanya sekadar hafalan.

“Yang perlu diasah itu logikanya, agar mereka terbiasa menyelesaikan suatu masalah. Jadi, tidak hanya yang sifatnya hafalan saja, tapi bagaimana mereka bisa berpikir dan memberikan solusi,” kata Tanti dalam acara Diskusi Publik Indef yang bertajuk ‘Kupas Tuntas Kebijakan Pendidikan dan SDM’ di Jakarta, Senin (25/11).

Menurutnya, pembelajaran usia dini berperan krusial lantaran juga menjadi dasar untuk perguruan tinggi.

Sementara, berdasarkan pengalamannya, terdapat indikasi penurunan daya nalar di kalangan peserta didik, terutama yang berkaitan dengan matematika dan ekonomi.

Dia menduga penurunan kemampuan itu berkaitan dengan rendahnya kemampuan membaca anak-anak, seperti yang tercermin dalam indikator Programme for International Student Assessment (PISA), yang menilai kemampuan sains, matematika, dan membaca. Tanti melihat anak-anak cenderung hanya menjelajahi internet, mencari informasi singkat, dan menyalin tanpa memahami.

Kemampuan dasar lain, seperti matematika, juga menurun. Dengan kemudahan teknologi seperti kalkulator, anak-anak jarang melatih perhitungan manual. Padahal, dulu, pembelajaran dasar seperti tabel perkalian menjadi aktivitas rutin di sekolah. Hal ini memberikan fondasi yang kuat bagi daya nalar anak.

Oleh sebab itu, upaya mendidik anak perlu mendorong kebiasaan anak-anak untuk berpikir kritis dan mencari solusi. Misalnya, melalui kegiatan debat yang diarahkan pada topik-topik yang relevan.

Selain pendidikan formal, peran kebiasaan di rumah dan kemampuan guru juga sangat penting. Guru, mulai dari tingkat dasar seperti SD, memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk kemampuan dasar anak-anak.

“Lalu ke SMA atau mahasiswa itu tinggal meneruskan, lebih kepada soft skill, etika, atau kemampuan berpikir kritis,” tuturnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain