Jakarta, aktual.com – Sejarah menunjukkan bahwa dukungan dari organisasi seperti FPI kerap memunculkan kontroversi. Dalam Pilkada Jakarta sebelumnya, kandidat yang mendapatkan dukungan dari FPI menghadapi stigma politik berbasis agama yang membelah masyarakat. Dukungan ini juga dinilai publik menggambarkan kandidat sebagai tidak inklusif, yang berpotensi memengaruhi elektabilitas di kalangan pemilih moderat dan non-muslim.
Paling anyar, FPI DKI Jakarta resmi mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono melalui deklarasi yang diumumkan pada November 2024. Dukungan ini didasarkan pada musyawarah internal organisasi.
Dukungan FPI dapat memberikan pengaruh negatif terhadap citra Ridwan Kamil yang dikenal inklusif. Keterkaitan dengan FPI dapat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemilih yang tidak sepaham dengan pendekatan politik berbasis agama.
Pengamat Komunikasi Politik yang juga dosen Universitas Bung Karno, Faisyal Chaniago, menyebut bahwa dukungan dari organisasi seperti FPI dapat memecah basis pemilih. Ia menilai bahwa kandidat yang diasosiasikan dengan kelompok-kelompok tertentu sering kehilangan suara dari kelompok pemilih yang menginginkan politik berbasis program, bukan identitas.
“Secara politik gerakan Islam FPI memang punya basis massa. Secara statistik politik bisa saja ada penambahan suara. Cuma basis massa hanya tersentral pada Islam garis keras yang jumlahnya terbatas, tidak sebanyak massa Islam moderate dan tradisional,” kata Faisyal kepada wartawan, Senin sore (25/11).
Pilkada DKI Jakarta kerap menjadi ajang politisasi isu agama dan identitas. Dukungan FPI terhadap pasangan ini berisiko memperkuat polarisasi pemilih yang sudah terjadi sejak Pilkada 2017. Meski dapat menggalang suara dari segmen konservatif, risiko kehilangan dukungan pemilih moderat dan pluralis tetap signifikan.
“Dampak negatifnya, basis massa non Muslim bisa berkurang, sebab massa non Muslim sangat resistance dengan kelompok Islam garis keras,” beber dia.
Dukungan ini juga berpotensi memperkeruh hubungan antar komunitas di Jakarta. Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, aksi-aksi FPI sering menimbulkan kontroversi terkait pelanggaran hukum dan ketertiban. Hal ini dapat menciptakan persepsi negatif terhadap pasangan calon yang mereka dukung.
Meski FPI menyatakan dukungannya untuk memastikan Pilkada berlangsung tertib, tindakan anggota di lapangan, seperti patroli atau kampanye agresif, berpotensi menciptakan konflik sosial. Hal ini dapat merugikan pasangan calon, terutama jika kampanye mereka mulai dianggap mendukung tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.
“Tapi inilah namanya politik. Ada saatnya bekerjasama, ada saat bersebrangan. Pada pilkada DKI justru Jokowi dan FPI bekerjasama, mereka saling mendung untuk kemenangan RK di Pilkada DKI,” kata dia.
Pasangan Ridwan Kamil-Suswono sejauh ini tidak memberikan pernyataan tegas mengenai dukungan FPI, yang mengindikasikan mereka berhati-hati agar tidak kehilangan segmen pemilih lainnya. Namun, ketidaktegasan ini justru bisa menimbulkan kebingungan dan mengurangi kepercayaan publik.
Dukungan FPI terhadap kandidat seperti Anies Baswedan dalam Pilkada 2017 menunjukkan dampak positif dalam jangka pendek untuk menggalang suara konservatif, tetapi meningkatkan ketegangan sosial jangka panjang. Menurutnya, Ridwan Kamil perlu belajar dari pengalaman ini untuk mencegah dampak serupa.
Pengamat menyarankan Ridwan Kamil lebih fokus kampanye pada program pembangunan dan isu strategis Jakarta, serta menjauhkan diri dari afiliasi kelompok tertentu yang berpotensi menciptakan polarisasi.
“Perlu diperhatikan dari berbagai aspek, karena meski FPI memiliki basis, tapi cenderung ke arah yang dianggap negatif oleh publik,” tegas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano