Jakarta, Aktual.co — Jakarta, Aktual.co —Sikap diskriminatif Mabes Polri yang cenderung membela Irjenpol Djoko Susilo saat ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam kasus korupsi di Korlantas, yang berbeda dengan kebungkaman mereka dalam kasus penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka KPK, saat menjadi calon tunggal Kapolri, cermin kepentingan politik kelompok para jenderal.
“Dari peristiwa ini, kami di Komisi III memperhatikan juga situsi internal Polri ini, kalau Polrinya solid dalam soal pencalonan kapolri, saya kira peristiwa ini tidak akan terjadi, tetapi karena ada kepentingan dari oknum-oknum di Polri yang juga ‘bermain’ ya seperti ini kejadiannya,” kata Trimedya dalam acara diskusi Aktual Forum, di Jakarta Selatan, Minggu (18/1).
Anggota Komisi III DPR RI, Trimedya Panjaitan menilai sikap diskriminatif itu bukan hanya indikasi ketidak harmonisan di level perwira tinggi (Pati) Polri terkait pemilihan calon kapolri baru. Tetapi juga mencerminkan dominasi sikap pragmatis kelompok kepentingan yang mengalahkan keutamaan menjaga martabat kelembagaan Polri.
“Saya tidak pernah membaca adanya statemen jelas dari Kapolri Sutarman pada saat itu, atau institusi polri. Yang berbeda ketika penetapan Djoko Susilo, ini tidak ada (saat) penetapan Budi Gunawan, senyap di Trunojoyo itu,” ungkapnya.
Penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK, menurut Trimedya, menjadi badai bagi lembaga Tribrata itu. Bahkan, ungkap Trimedya, Kapolri yang saat itu masih dijabat oleh Sutarman pun sama sekali tidak menyatakan akan ada perlindungan dari Tim Hukum di Trunojoyo (Mabes Polri).
“Padahal Djoko itu bintang dua, sedangkan ini bintang tiga, tidak gampang mendapatkaan satu bintang di polri, Ini tentunya jadi pelajaran bagi polri. Jangan sampai terjadi demoraliasi di tingkat perwira menengah apalagi di bawah itu,” pungkasnya.
Lebih lanjut, sambung Ketua DPP PDIP itu, penetapan tersangka yang harus mengakibatkan terjadinya penundaan pelantikan terhadap kapolri baru, tentu menjadi ongkos mahal yang harus dibayar oleh intitusi polri.
“Terlalu mahal harganya menurut saya, yang hanya mementingkan keinginan kelompok dan pribadi dengan mengorbankan institusi yang sedemikian besar ini,” ucapnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang
















