Anggota Badan Anggaran DPR RI Rico Sia, saat mengikuti pertemuan Kunjungan Kerja Banggar DPR RI di Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Barat. Foto: Saum/vel

Jakarta, Aktual.com – Rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen tahun depan memicu perhatian publik. Anggota Badan Anggaran DPR RI Rico Sia mendukung agar kebijakan ini ditunda.

Dalam pandangannya, kebijakan kenaikan PPN ini perlu dievaluasi untuk memastikan momentum pemulihan ekonomi tidak terganggu.

“Kebijakan pajak harus dilihat dari dua sisi, (yaitu) kepentingan negara dan kondisi masyarakat. Jika keduanya tidak seimbang, dampaknya bisa kontraproduktif,” kata Rico usai mengikuti agenda Kunjungan Kerja Banggar DPR RI di Kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Barat, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (28/11).

Menurutnya, jika dipaksakan, akan membebani bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.

“Saat ini, kondisi ekonomi masyarakat kecil belum sepenuhnya pulih. Jika PPN dinaikkan, mereka akan semakin terpuruk. Ini bukan waktu yang tepat untuk memberlakukan kebijakan tersebut,” ujarnya.

Ia menjelaskan, peningkatan nilai PPN tentu berdampak langsung pada harga barang dan jasa, sehingga semakin memperberat pengeluaran, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. Maka dari itu, ia mendukung penundaan dengan mempertimbangkan kondisi riil di lapangan.

“Menaikkan PPN di tengah situasi ekonomi yang belum stabil hanya akan meningkatkan tekanan pada masyarakat kecil. Sebaiknya, pemerintah fokus dulu pada kebijakan yang mendorong pemulihan ekonomi, seperti mendukung UMKM dan sektor produktif,” tegas Rico.

Di sisi lain, Politisi Fraksi Partai NasDem itu mengakui kebijakan peningkatan penerimaan pajak, dibutuhkan untuk menekan defisit anggaran. Sebab itu, dirinya mengusulkan kebijakan ini diberlakukan untuk kalangan pengusaha besar, yang memiliki kapasitas besar untuk berkontribusi pada penerimaan negara.

Ditambah lagi, Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menetapkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen dalam lima tahun mendatang. Mengetahui target ambisius ini, Rico mengingatkan kebijakan perpajakan yang tidak tepat sasaran bisa berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi.

Secara jelas, ia menekankan kebijakan fiskal harus dirancang untuk mendorong daya beli masyarakat, bukan sebaliknya.

“Perlu diingat, ekonomi nasional sangat bergantung pada daya beli masyarakat. Jika daya beli turun akibat kenaikan PPN, pertumbuhan ekonomi bisa terhambat. Kita butuh kebijakan pajak yang lebih strategis dan adil,” jelasnya.

Menutup pernyataannya, Rico menyarankan pemerintah mencari sumber penerimaan pajak yang lain tanpa membebani masyarakat kecil. Salah satunya adalah dengan memperluas basis pajak di sektor informal dan memperketat pengawasan pajak dari kalangan pengusaha besar.

“Ada banyak cara untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa harus membebani rakyat kecil. Pemerintah bisa fokus pada pengusaha besar atau sektor ekonomi yang masih belum terjangkau pajak. Dengan menunda kebijakan ini dan mengalihkan fokus pada kelompok berpenghasilan tinggi, pemerintah dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal dan kesejahteraan rakyat,” tandas legislator daerah pemilihan Papua Barat itu.

Diketahui, Ketua  Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan menegaskan kemungkinan adanya penundaan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan.

Luhut mengungkapkan bahwa pemerintah mau menyiapkan bantalan berupa subsidi terlebih dahulu sebelum menaikkan PPK menjadi 12 persen sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan