Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi XII DPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono menyampaikan bahwa lingkungan yang dijaga saat ini adalah warisan terbesar bagi anak cucu di masa depan. Sehingga, bonus demografi Indonesia harus dibarengi dengan pertumbuhan kesehatan lingkungan.
Bonus demografi, menurutnya, melahirkan adanya bonus sampah, sehingga perlu pengelolaan sampah terpadu. Hal tersebut disampaikan Ibas, sapaan akrabnya, dalam acara FGD dengan tema “Pentingnya Kehidupan Berkelanjutan: Gaya Hidup Ramah Lingkungan untuk Masa Depan”, di Ruang Rapat Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Kamis (12/12)
“Bonus demografi berarti kita butuh lebih energi tentu perlu penggunaan energi terbarukan, bukan berarti fosil tidak dipakai. Dan bonus demografi berarti kita butuh lebih makanan perlunya pengembangan pertanian berkelanjutan,” jelas Politisi Fraksi Partai Demokrat ini,di Jakarta.
Acara FGD ini menghadirikan sejumlah narsumberc di antaranya, Prof. Arif Sumantri Ketua Umum Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (PP HAKLI); Ananda Setiyo Ivannanto President Director PT AWINA Sinergi Internasional; dan Yayu Gandis Canceria Project Manager Plastic Fischer.
“Hari ini kita bersilaturahim sekaligus bertukar ide, pikiran, dan solusi dalam forum group discussion mengenai kesehatan dan lingkungan. Dua hal utama dan penting untuk kehidupan,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini Ibas menyoroti beberapa isu, di antaranya perubahan iklim, bagaimana kenaikan suhu global akibat emisi gas rumah kaca yang berasal dari aktivitas manusia. Kedua, kerusakan lingkungan yaitu deforestasi, polusi udara, dan air serta penurunan biodiversitas yang semakin mengancam ekosistem global. Dan ketiga adalah keterbatasan sumber daya alam.
“Pemakaian sumber daya alam yang berlebihan dan tidak terbarukan, serta kebutuhan akan pengelolaan yang belum bijaksana,” ungkap Ibas.
Sehingga sebagai pihak yang peduli terkait isu kesehatan lingkungan, Ibas mengajak para narasumber dan peserta yang hadir untuk mendiskusikan solusi terbaik menjawab tantangan tersebut.
Menurut Ibas solusi tersebut salah satunya perlunya pengelolaan sampah terpadu.
“Bonus demografi berarti adanya bonus sampah juga kan? Pembicaraan pentingnya mengurangi, menggunakan, dan mendaur ulang sampah serta memberikan peran masyarakat dalam mengelola limbah secara, sistematis, teratur, tepat sasaran, tepat guna harus kita pikirkan bersama. Refuse (menolak), reduce (mengurangi), recycle (mendaur ulang), reuse (memakai kembali), remanufacture (memproduksi ulang), repurpose (mengganti tujuan),” papar Ibas.
Solusi kedua yang Ibas sampaikan adalah perlunya penggunaan energi terbarukan.
“Bonus demografi berarti kita butuh lebih energi, EBT bisa menjadi solusi. Sehingga diskusi mengenai transisi dari energi fosil ke energi terbarukan seperti hydro, angin, listrik dan lainnya perlu untuk kita lakukan. Walaupun bukan berarti fosil tidak dipakai. Dan investasi dalam infrastruktur hijau perlu lebih dikembangkan,” lanjut Ibas.
Solusi ketiga yang dipaparkan Ibas adalah perlunya pengembangan pertanian berkelanjutan.
“Bonus demografi berarti we need more food ( kita butuh lebih makanan). Penting untuk kita semua memilih produk pertanian yang ramah lingkungan,” kata Ibas.
Hal tersebut bisa melalui dukungan pada pertanian organik serta mengurangi konsumsi daging untuk mengurangi jejak karbon.
Di luar ketiga solusi tersebut, menurut Ibas diperlukan juga penggunaan transportasi ramah lingkungan. “Pembahasan tentang pengurangan penggunaan kendaraan pribadi dengan beralih ke transportasi umum, sepeda atau kendaraan listrik bisa menjadi alternatif solusi,” ujarnya.
Terakhir, karena bonus demografi adalah para gen z, perlunya strategi untuk meningkatkan kesadaran tentang gaya hidup berkelanjutan. “Bisa melalui pendidikan, kampanye sosial, dan media sangat dibutuhkan,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra