Suasana konferensi pers Interfaith Movement di Bali, Minggu (15/12/2024).
Suasana konferensi pers Interfaith Movement di Bali, Minggu (15/12/2024).

Jakarta, Aktual.com – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengingatkan seluruh pihak mengenai pentingnya peduli terhadap keberlanjutan lingkungan, khususnya dengan mengedepankan nilai-nilai keagamaan.

“Saya ingin memberikan dukungan penuh untuk inisiatif-inisiatif tentang lingkungan. Kita menggunakan bahasa agama. Kami mengembangkan ‘religious diplomacy’,” kata Nasaruddin, seperti dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (15/12).

Diketahui, “religious diplomacy” merupakan pemanfaatan dialog lintas agama untuk membangun kerja sama yang lebih luas dalam pelestarian lingkungan. Diplomasi itu dapat melibatkan tokoh-tokoh lintas agama untuk menyatukan pandangan dan mengajak umat mereka agar lebih peduli terhadap isu-isu lingkungan. Dengan demikian, nilai-nilai keagamaan dapat menjadi alat diplomasi yang efektif untuk menciptakan kesadaran kolektif dan tindakan nyata dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.

Hal tersebut disampaikan Menag Nasaruddin bertepatan dengan pelaksanaan Bali Interfaith Movement yang berpuncak di Bali pada 14–15 Desember 2024 yang digelar oleh Kementerian Agama (Kemenag), United in Diversity, dan Jaringan GUSDURian.

Sementara itu, inisiator Bali Interfaith Movement Alissa Wahid yang juga Direktur Jaringan GusDurian menegaskan bahwa Deklarasi Istiqlal menjadi kerangka kerja dan semangat dari kegiatan kolaborasi tersebut. Deklarasi Istiqlal, menurut Alissa, perlu terus digemakan dan menjadi inspirasi untuk semua umat.

Deklarasi Istiqlal adalah sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh berbagai tokoh lintas agama di Indonesia sebagai komitmen untuk memperkuat toleransi, memperjuangkan keadilan sosial, serta menjaga kelestarian lingkungan. Deklarasi itu merupakan respons terhadap berbagai tantangan global dan nasional, seperti krisis kemanusiaan, ketidakadilan sosial, dan kerusakan lingkungan.

Deklarasi itu menekankan pentingnya kolaborasi antar-umat beragama dalam menciptakan harmoni sosial dan memperjuangkan kemaslahatan bersama.

Hal serupa disampaikan juga oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin. Dia menyampaikan Deklarasi Istiqlal merespons dua masalah, yaitu dehumanisasi dan krisis lingkungan.

“Semua pihak hendaknya terlibat dalam menanggulangi persoalan-persoalan ini. Dan, jajaran Ditjen Bimas di lingkungan Kemenag bersama tokoh lintas agama akan terus mengamplifikasi dan menggelorakan semangat deklarasi Istiqlal ini,” kata dia.

Lalu, Bali Interfaith Movement sebagai bagian dari Tri Hita Karana Universal Reflection Journey, menurut Dr. Suyoto M.Si dari United in Diversity, membawa pada situasi global sebagai konteks yang tak terpisahkan dari situasi nasional.

Menurutnya, membangun kesadaran kolektif dan tindakan berkelanjutan bisa menggunakan pendekatan agama sebagai langkah transformasi yang berkelanjutan.

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra