Jakarta, aktual.com – Sebanyak 181 anak muda dari berbagai provinsi memberikan kesaksian tentang apa yang terjadi di sekitar mereka, atau tentang peristiwa yang banyak dibaca melalui media oleh masyarakat.
Kesaksian itu diberikan dalam bentuk Puisi Esai, dan telah diterbitkan dalam bentuk buku. Usia mereka paling tinggi 25 tahun, lebih banyak di bawah 20 tahun dan masih sekolah. Mereka adalah peserta program penulisan puisi esai adik asuh.
“Kami mengundang mereka menulis Puisi Esai sebagai bentuk kesaksian terhadap realitas sosial yang menggelisahkan bagi generasi baru,” kata penggagas puisi esai Denny JA, ketika menyaksikan peluncuran buku 18 judul buku puisi esai karya Gen Z.
Buku tersebut diluncurkan pada Festival Puisi Esai Jakarta ke-2 yang berlangsung di Jakarta 13 dan 14 Desember. Festival ini dihadiri oleh para penulis puisi esai yang datang dari Aceh hingga Papua.
Tema yang mereka tulis dalam puisi esai itu sangat beragam, sesuai dengan masalah yang membuat mereka gelisah. Hampir semua tema itu berasal dari daerah tempat tinggal penulisnya, tentang apa yang terjadi di lingkungannya, sejarahnya, dan manusia di daerahnya. Sehingga setiap daerah memberikan cerita yang berbeda-beda dalam bentuk puisi esai untuk Indonesia.
Anwar Putra Bayu salah seorang kakak asuh yang berasal dari Palembang menceritakan tema yang dipilih oleh anak asuhnya. Antara lain, tentang program makan siang gratis yang dicanangkan oleh Prabowo Subianto saat kampanye Pilpres 2024, dan mereka mengkontraskan dengan kondisi sekolah mereka yang masih beratap jerami.
Peserta lain, ada yang mengulik pembegalan truk di jalan tol oleh penumpang yang justru ditolong supir. Ada peserta lain menulis tentang seorang perempuan muda yang tewas karena dihantam pakai kloset, atau warga Moro-moro yang tidak tercatat dalam data kependudukan.
Sebagian yang lain memilih topik nasional yang sudah viral sampai ke daerah. Biasanya topik seperti ini adalah berisi kisah tragedi, pembunuhan, dan kasus besar lainnya.
Beberapa contoh topik lokal, misalnya dari peserta Papua. Seorang peserta adik asuh dari Papua menulis puisi esai mini tentang jembatan merah yang ikonik di Papua Air Mata Kekasihku Jatuh di Pantai Holtekamp. Remaja Papua sering nongkrong di dekat jembatan ini bila sore telah tiba karena tempatnya dinilai indah.
Peserta dari Aceh masih ada yang menulis puisi esai yang ceritanya dari masa lalu, seperti Gerakan Aceh Merdeka, atau tentang tsunami, atau tentang pelaksanaan hukum agama, dan lainnya.
“Saya senang membaca puisi esai mereka karena penulis yang hampir semuanya berasal dari generasi baru itu berhasil menampilkan hal yang berbeda dari puisi esai lainnya,” kata Denny JA setelah mencermati hasil karya penulis yang baru pertama kali menulis puisi esai itu. Mereka menulis puisi esai di bawah bimbingan seorang kakak asuh.
Menjadi kakak asuh bukan perkara yang gampang pula. Mereka harus melalui seleksi yang dilakukan sendiri oleh penggagas puisi esai Denny JA, dan tentu saja sudah pernah menulis puisi esai. Namun begitu, mereka harus menulis satu puisi esai mini terbaru, dan diserahkan ke penggagas puisi esai untuk diperiksa. Setelah beberapa kali bolak balik, puisi esai tersebut diterima, dan dijadikan salah satu contoh puisi esai mini untuk peserta, yang disebut adik asuh. Tentu saja puisi esai yang ditulis oleh Denny JA juga menjadi contoh bagi peserta pelatihan.
Festival Puisi Esai Jakarta ke-2 berlangsung di Taman Ismail Marzuki, tanggal 13 dan 14 Desember 2024. Tema besar Festival kali ini adalah “Kesaksian Generasi Baru. Peserta Festival ini akan datang dari Aceh hingga Papua. Termasuk 11 Gen Z yang dinobatkan sebagai Duta Puisi Esai untuk ditempat di daerah asal mereka masing-masing. Selain penyerahan Puisi Esai Award, di festival ini juga diselenggarakan diskusi dengan berbagai tema, pemutaran film puisi esai, dan pembacaan puisi esai.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano