New York, Aktual.com – Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Selasa (24/12), menyampaikan kekhawatiran atas meningkatnya kerawanan pangan di Sudan, dan memperingatkan kondisi kelaparan di beberapa daerah di tengah konflik.
“Sekjen merasa khawatir dengan situasi ketahanan pangan yang memburuk dengan cepat di Sudan, karena akses terhadap pangan dan gizi bagi jutaan orang di seluruh negara itu terus memburuk menurut Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC),” kata juru bicara Stephanie Tremblay dalam sebuah pernyataan.
Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa “laporan terakhir dari Komite Peninjauan Kelaparan IPC menunjukkan bahwa kondisi kelaparan terjadi di sedikitnya lima lokasi di Sudan,” dan menyebutkan kamp-kamp pengungsian di Darfur Utara dan Pegunungan Nuba bagian barat di Kordofan Selatan sebagai daerah berisiko.
Selain itu, lima daerah lain juga dianggap berisiko kelaparan dalam beberapa bulan mendatang, menurut IPC.
Seraya menekankan bahwa “lebih dari 24,6 juta orang di Sudan – lebih dari separuh penduduk – menghadapi tingkat kerawanan pangan akut yang tinggi” akibat konflik tersebut, pernyataan itu lebih lanjut mencatat bahwa “pertempuran yang sedang berlangsung dan pembatasan pergerakan pasokan dan personel bantuan terus membahayakan operasi bantuan.”
Guterres kembali menyerukan banyak pihak untuk memfasilitasi akses yang cepat, aman, tanpa hambatan, dan berkelanjutan sehingga bantuan kemanusiaan dan staf bisa menjangkau orang-orang yang membutuhkan di mana pun mereka berada.”
“Sekjen juga menggarisbawahi perlunya penghentian permusuhan segera untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah krisis di Sudan dan dampaknya terhadap negara-negara tetangga agar tidak semakin memburuk pada 2025,” katanya.
Dia juga meminta dukungan internasional yang lebih besar untuk mengatasi krisis yang semakin besar, dan mendesak masyarakat global untuk meningkatkan pendanaan bagi operasi kemanusiaan di Sudan.
Sejak April 2023, Sudan menghadapi bentrokan kekerasan antara militer dan Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) terkait isu reformasi militer dan integrasi.
Menurut PBB, konflik tersebut telah menewaskan lebih dari 20.000 orang, membuat jutaan lainnya mengungsi, dan meninggalkan lebih dari 25 juta orang dalam kondisi membutuhkan bantuan kemanusiaan mendesak.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan