Ilustrasi- stok beras

Jakarta, Aktual.com – Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebutkan penyaluran beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) kemasan 50 kilogram hanya untuk wilayah Indonesia timur, tertinggal, terdepan, terluar dan perbatasan (3TP).

Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Bapanas Maino Dwi Hartono mengatakan rencana pendistribusian ini merupakan masukan dari Perum Bulog, yang mempertimbangkan terkait dengan biaya pengemasan dan pengiriman.

“Memang di Papua, dari Bulog selama ini kebanyakan menggunakan kemasan 50 kilogram karena untuk pengemasan dan pengiriman melalui pesawat dan lainnya, mungkin sebagai kemudahan teknis di lapangan,” ujar Maino di Jakarta, Selasa (14/1).

Lebih lanjut, penyaluran kemasan 50 kilogram atau kemasan curah di luar wilayah Indonesia timur dan 3TP harus berdasarkan rapat koordinasi lintas kementerian/lembaga dan kebijakan lainnya.

Menurut Maino, hal tersebut merupakan bagian dari rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Saya ingat betul pemeriksaan BPK, BPKP, kalaupun misal nanti ada curah dalam bentuk liter, harus disepakati. Memang di akhir harus sesuai harga eceran tertinggi (HET) penjual di tingkat grosir sesuai,” kata Maino.

Sementara itu, Kepala Divisi Pengadaan Operasional dan Pelayanan Publik (POPP) Perum Bulog Rini Andrida mengatakan beberapa daerah 3TP, Papua dan Maluku sudah mulai meminta untuk penyaluran beras kemasan 50 kilogram.

Menurut dia, hal ini harus segera direalisasikan lantaran harga beras di daerah tersebut mulai merangkak naik.

“Pada saat ini ada beberapa daerah 3TP seperti Papua dan Maluku sudah meminta kita untuk memutuskan ini,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan sulit menjual beras SPHP sesuai HET lantaran biaya angkut menuju Kepulauan Maluku, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua cukup besar.

“Daerah itulah yang sering merah, daerah 3TP yang perlu dibantu bagaimana pasar-pasar di sana menjadi hijau (stabil) dengan harga gudang dan ongkos angkut yang memadai,” kata Rini.

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra