London, Aktual.com – Perdana Mentri Inggris Keir Starmer sudah mengumumkan kalau puluhan negara Eropa siap menerjunkan pasukannya di Ukraina sebagai pasukan penjaga perdamaian, terkait misi menjaga gencatan senjata dan perdamaian di negara itu.
Dilansir dari Al Jazeera, sebuah sumber anonim seorang pejabat militer menyebutkan sebanyak 30 negara akan mengerahkan personel militernya. Pada pekan ini juga, para pimpinan 30 negara itu akan berkumpul untuk membahas cakupan dan skala misi penegakan gencatan senjata ke Ukraina.
Pekan lalu, tepatnya pada hari Sabtu (15/3), para pemimpin dari 26 negara Barat, plus dua pemimpin Uni Eropa dan Sekjen NATO berkumpul untuk panggilan virtual ”koalisi yang bersedia’, yang diselenggarakan oleh PM Inggris Sir Keir Starmer, setelah Volodymyr Zelensky menerima perjanjian gencatan senjata sementara selama 30 hari .
Usai pertemuan, PM Inggris Keir Starmer mengumumkan bahwa ”koalisi yang bersedia” akan menyusun rencana perdamaian untuk disampaikan kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang telah meragukan dukungan Washington terhadap negara yang dilanda perang itu.
Dilansir dari Sky News, Starmer menyebutkan para panglima militer akan bertemu pada hari Kamis (20/3)i untuk membahas ’tahap operasional’ berikutnya dalam melindungi Ukraina sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian – jika kesepakatan dapat disepakati dengan Rusia.
Berbicara pada hari Senin (17/3), juru bicara Keir Starmer mengatakan mereka sekarang memperkirakan ”lebih dari 30” negara akan terlibat dalam koalisi – tetapi tidak mengungkapkan negara mana saja yang telah bergabung sejak hari Sabtu.
Juru bicara itu tidak mengatakan negara mana saja yang setuju untuk menjadi bagian dari pasukan penjaga perdamaian, yang telah dikonfirmasi oleh Keir Starmer dan Presiden Prancis Emmanuel Macron bahwa Inggris dan Prancis akan menjadi bagiannya.
Namun sebuah sumber anonim yang merupakan pejabat militer senior menyebutkan bahwa rencana pengerahan pasukan penjaga perdamaian direncanakan secara serius. ”Mereka mencermati dengan sangat serius, apa yang dibutuhkan, negara mana saja yang dapat memberikan kontribusi,” kata sumber itu.
Seorang analis militer mengatakan saat ini diusulkan bahwa 5 ribu polisi dan 10 ribu personel militer pendukung akan cukup untuk memantau zona penyangga selebar 5 km (3 mil) di sepanjang garis depan. Namun, ini didasarkan pada persetujuan Rusia untuk menarik kembali peralatan militer berat, penciptaan koridor kemanusiaan, dan koordinasi militer bersama.
Sedangkan Jenderal Ben Hodges, mantan komandan pasukan AS di Eropa, mengatakan : ”Dalam menjaga perdamaian, Anda akan teringat pada pasukan helm biru, mandat PBB yang tidak pernah dihormati oleh Rusia dan tidak akan pernah bisa berhasil dalam kasus ini.”
Ia menambahkan bahwa pasukan tersebut harus memiliki kemampuan pencegahan yang nyata.
”Jika ada pesawat nirawak Rusia yang terbang di atas kepala, maka mereka harus dapat segera menembak jatuhnya, tidak perlu menghubungi Brussels atau ibu kota mana pun untuk meminta izin,” katanya. ”Rusia tentu saja akan menguji semua ini dalam beberapa jam pertama.”
Terkait rencana pengerahan pasukan penjaga perdamaian Eropa ke Ukraina, pihak Rusia tegas menentangnya. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyebut inisiatif tersebut sebagai ”sikap yang berani”, yang merupakan ”kelanjutan dari provokasi rezim Kyiv agar berperang dengan kami.”
Sedangkan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Alexander Grushko juga mengesampingkan kemungkinan untuk membiarkan tentara dari sekutu Ukraina dikerahkan ke garis depan. ”Kami sama sekali tidak peduli dengan label apa kontingen NATO boleh dikerahkan di wilayah Ukraina: baik itu Uni Eropa, NATO, atau dalam kapasitas nasional,” ujarnya.
”Bagaimanapun, jika mereka muncul di sana, itu berarti mereka dikerahkan di zona konflik dengan segala konsekuensinya bagi kontingen ini sebagai pihak yang berkonflik,” paparnya.
Vladimir Rogov, Ketua Komisi Kamar Sipil Rusia (sebuah lembaga masyarakat sipil yang dibentuk oleh Putin) mengatakan kepada kantor berita TASS bahwa seluruh gagasan Starmer adalah sebuah gertakan.
”Pernyataan tentang rincian operasional untuk memasukkan pasukan pendudukan ke wilayah pasca-Ukraina dari bibir Keir Starmer pada dasarnya adalah gertakan, karena dia langsung menetapkan bahwa hal ini hanya mungkin dilakukan dengan dukungan Amerika Serikat,” katanya.
”Saya yakin bahwa kemunculan pasukan Inggris, Jerman, Prancis, dan pasukan asing lainnya akan menjadikan mereka target prioritas bagi tentara kita, karena mereka tidak memiliki mandat hukum untuk beroperasi di wilayah ini,” paparnya.
Pernyataan lebih keras disampaikan Wakil Ketua Dewan Keamanan Federasi Rusia yang juga mantan Presiden Rusia ketiga periode 2008-2012, Dmitry Medvedev yang menyebutkan pengerahan pasukan Eropa ke Ukraina dengan dalih menjaga perdamaian maka sama saja Rusia akan berperang dengan NATO.
”Macron dan Starmer pura-pura bodoh. Berkali-kali mereka diberitahu bahwa pasukan penjaga perdamaian harus berasal dari negara non-NATO. Tidak, kami akan mengirim puluhan ribu pasukan – katakan saja – Anda ingin memberikan bantuan militer kepada neo-Nazi di Kiev. Itu berarti perang dengan NATO. Konsultasikan dengan Trump,” kata Dmitry Medvedev di akun pribadi media sosialnya.
(Indra Bonaparte)
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















