Aktual– Proses pemakzulan Gibran Rakabuming dari kursi Wakil Presiden akan lebih mudah dilakukan jika terjadi perubahan konfigurasi politik dalam koalisi pemerintahan Prabowo Subianto.
Hal itu disampaikan guru besar hukum tata negara Mahfud MD dalam podcast “Terus Terang” di channel YouTube Mahfud MD Official, baru-baru ini.
Mahfud mengatakan, saat ini konfigurasi politik menunjukkan hanya PDIP yang oposisi, lalu ada Nasdem dan PKS yang setengah oposisi karena tidak ada perwakilan menteri di kabinet. Kekuatan ini bisa mendorong pemakzulan, jika tekanan rakyat sudah makin kuat.
“Tapi ada jalan lainnya yakni kalau Pak Prabowo berubah sikap dan ingin koalisi ini dirombak. Setuju dengan usulan pemakzulan dan menata ulang koalisi dengan PDIP. Itu bisa juga,” tandasnya.
Dikatakan Mahfud, jika proses pemakzulan terhadap Gibran berjalan, maka wakil presiden berikutnya akan ditentukan oleh MPR, setelah menerima dua usulan nama yang disodorkan oleh Presiden Prabowo.
“Dua nama yang diusulkan sudah tentu adalah hasil kompromi politik presiden dengan anggota koalisi. Misalnya dengan mempertimbangkan anggota koalisi saat ini,” ujar Mahfud.
Dia mengungkapkan, dari anggota koalisi saat ini yang berpeluang adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Namun jika ingin membangun keseimbangan baru bisa juga memilih Puan Maharani atau Ganjar, atau figur yang mewakili PDIP.
“Jika dari dalam koalisi figur AHY lebih berpeluang karena masih muda, punya kemampuan dan track recordnya yang belum tercemari,” ucapnya.
Kini menurut Mahfud, tinggal menunggu respon dan langkah partai koalisi Seperti apa mereka merespon di DPR. Jika konfigurasi politik berubah, maka hal yang sulit secara hukum untuk menjatuhkan wakil presiden, akan jadi mudah.
Mahfud mengatakan, peluang pemakzulan Gibran sangat tergantung dari konfigurasi politik saat ini. Koalisi Prabowo itu didukung oleh 6 partai, jika melihat komposisi ini cukup kuat dan sulit jika hanya mengandalkan argumentasi hukum.
“Namun ada peristiwa yang luar biasa yaitu reformasi 98. Saat itu Soeharto didukung oleh 100 persen anggota DPR menjadi presiden dan dilantik pada Maret 1998. Namun dua bulan setelah itu, tanpa mekanisme ketatanegaraan Soeharto jatuh karena desakan rakyat,” paparnya.
Alasan Hukum Pemakzulan Gibran Cukup Kuat
Lebih jauh, guru besar hukum tata negar ini menilai langkah dan cara para purnawirawan TNI yang mengusulkan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming secara terbuka dan mengirim surat kepada DPR/ MPR adalah cara yang benar.
“Para purnawirawan secara pribadi punya hak politik untuk menentukan sikap mereka tidak harus sama dengan induknya. Dan itu lebih Baik daripada disampaikan melalui tik tok atau lainnya secara provokatif,” papar Mahfud.
Mahfud mengatakan, argumentasi hukum dari pemakzulan itu juga cukup kuat. Menurut undang-undang disebutkan presiden dan wakil presiden bisa diberhentikan jika diduga terlibat 5 hal, dan satu lagi karena keadaan.
“Lima hal itu adalah melakukan pengkhianatan terhadap negara, terlibat korupsi, penyuapan, kejahatan berat dengan ancaman hukuman 5 tahun ke atas. Lalu perbuatan tercela. Yaitu melakukan perbuatan yang merendahkan martabat,” tutur mantan Menkopolhukam ini.
Mahfud mencontohkan, dulu kepala pemerintahan di Thailand dipecat gara-gara ikut lomba memasak dan menjadi pemenang. Perdana menteri itu langsung dicopot karena dinilai merendahkan martabatnya.
“Penilaian perbuatan tercela itu sangat fleksibel tergantung pada suasana politik,” ucapnya.
Sedangkan dalam hal keadaan, kata Mahfud, seorang wakil presiden bisa diberhentikan jika sakit permanen, atau jadi warga negara lain, dan satu lagi karena ia sendiri meminta berhenti atau mengundurkan diri.
“Persyaratan hukum itu akan menjadi lebih sulit dinilai atau sebaliknya tergantung dari situasi dan kekuatan politik,” ujarnya.
Soal dugaan perbuatan korupsi dan tercela, lanjut Mahfud, laporan dugaan korupsi keluarga Jokowi yang di dalamnya ada Gibran dan telah dilaporkan ke lembaga hukum bisa menjadi alasan.
“Sedangkan perbuatan tercela atau melanggar etika adalah soal keputusan Mahkamah Kontitusi yang telah diputuskan oleh MK MK bahwa keputusan MK soal pencalonan Gibran itu pelanggaran etik,” ujarnya.
Dan alasan ketiga, lanjutnya, jika kasus Fufufafa itu benar yang melakukan adalah Gibran, maka itu menjadi alasan kuat memakzulkan wapres, sebagai perbuatan tercela. ***
Artikel ini ditulis oleh:
Rizal Maulana Malik

















