Taipei, Aktual.com – Perang skala penuh Rusia melawan Ukraina menjadi peringatan keras bagi Taiwan, yang diyakini sebagai zona konflik berikutnya, jika Kyiv kalah. Mantan Menteri Luar Negeri Taiwan, yang saat ini menjabat sebagai Sekjen Dewan Keamanan Nasional Taiwan, Joseph Wu percaya bahwa masa depan Taiwan bergantung pada perang di Ukraina.
Dilansir dari Kyiv Independent, pejabat dari kedua kubu percaya bahwa Beijing akan berusaha untuk ”menyatukan kembali” kedua China (China daratan dan Pulau Taiwan) dengan kekerasan jika perlu, jika Rusia berhasil di Ukraina.
”Salah satu kebijakan Taiwan adalah bahwa kita tidak boleh memberi alasan apa pun kepada China yang otoriter untuk melancarkan perang,” kata Wu dalam sebuah wawancara dengan Kyiv Independent.
Wu mengatakan bahwa ”serangan mendadak” dari China mungkin tidak dapat dihindari, meskipun Taipei berupaya mencegahnya dengan segala cara. ”Perang terkadang dapat terjadi dengan cara yang sangat mengejutkan, dan saya yakin Beijing juga berencana untuk melakukan serangan mendadak terhadap Taiwan,” ungkap Wu.
Joseph Wu juga mengatakan bahwa respons internasional adalah kunci untuk mencegah China berkembang lebih jauh. Ia menekankan bahwa membiarkan China mendapatkan apa yang mereka inginkan, hanya akan membuat mereka haus akan lebih banyak lagi.
”Jika Anda melihat agresi Rusia terhadap Ukraina, itu tidak dimulai pada tahun 2022 – itu dimulai di Georgia (tahun 2008) dan dimulai di Krimea (tahun 2014),” kata Wu. ”Dan karena negara-negara Barat tidak membantu Ukraina menghentikan Rusia pada saat itu, (Presiden Rusia) Vladimir Putin didorong untuk melakukannya,” urai Wu.
Bagi Taiwan, pulau berpenduduk 24 juta jiwa yang kemerdekaan de facto-nya bisa terancam jika China bertindak, perlawanan Ukraina terhadap Rusia telah menjadi contoh yang bagus. Perang Rusia menunjukkan seberapa jauh negara otoriter bersedia bertindak dan betapa berbahayanya mengandalkan pihak ketiga untuk perlindungan dan dukungan militer saat menghadapi ancaman eksistensial.
“Dan saat ini, Eropa dan negara-negara demokrasi besar di seluruh dunia memahami bahwa jika kita tidak menghentikan Rusia di Ukraina, itu dapat berlanjut.”
Menurut Wu, salah satu pelajaran dari perang di Ukraina adalah bahwa ”kediktatoran atau otoritarianisme atau kediktatoran” , karena Rusia ”tidak memiliki pembenaran” untuk menyerang Ukraina.
”Jadi pelajaran kita adalah jika Rusia dapat melakukan itu ke Ukraina, China mungkin akan melakukan hal yang sama ke Taiwan. Karena itu, kita perlu membangun pertahanan kita, dan kemampuan pertahanan adalah pencegahan pertama terhadap agresi dari negara otoriter,” tegasnya.
Wu juga memperingatkan bahwa bukan hanya Taiwan yang berisiko, tetapi juga negara-negara tetangga, seperti Filipina ikut terancam. ”Jika kita tidak dapat menghentikan China di Taiwan, maka banyak negara lain akan terancam,” tandas Wu.
Untuk diketahui, untuk mengantisipasi skenario terburuk, saat ini Taiwan terus menimbun senjata dan membuat drone tempurnya sendiri. Taiwan ingin menunjukkan kepada China bahwa invasi tersebut tidak akan mudah.
Investigasi Reuters tahun 2023, yang mengutip dokumen internal pemerintah, mengungkapkan bahwa Taiwan bermaksud memproduksi lebih dari 3.200 drone militer pada pertengahan tahun 2024, yang berkisar dari varian jarak pendek yang kecil hingga pesawat nirawak pengintai dengan jarak 150 kilometer.
(Indra Bonaparte)

















