Bareskrim Mabes Polri memberikan keterangan saat konferensi pers tentang hasil penyelidikan pengaduan masyarakat tentang dugaan tindak pidana terkait ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (22/5/2025). Aktual/HO

Jakarta, Aktual.com – Seperti hantu lama yang enggan pergi, isu ijazah Presiden Joko Widodo kembali gentayangan. Tidak peduli sudah berulang kali dijelaskan, dipublikasikan, bahkan dilegalisasi, tudingan ‘ijazah palsu’ ini kembali hidup, kali ini bukan di forum WhatsApp grup keluarga atau kanal YouTube konspirasi, melainkan langsung di meja gelar perkara khusus Bareskrim Mabes Polri.

Suasana di Mabes Polri, Rabu 9 Juli 2025, semarak saat kasus ijazah Presiden Jokowi digelar. Kuasa hukumnya, Yakup Hasibuan, dikelilingi kamera wartawan sambil menegaskan bahwa Puslabfor Polri sudah menegaskan ijazah tersebut asli.

“Puslabfor sudah menyimpulkan ijazah Jokowi asli,” ujar Yakup santai. “lebih percaya mana, Puslabfor atau laboratorium Roy Suryo?”

Menurut Yakup, memperlihatkan ijazah asli pun tak berguna karena pihak penggugat akan tetap menganalisisnya lagi.

Di sudut lain, ahli telematika Roy Suryo berupaya mempertahankan argumennya dengan analogi-analogi dramatis. Ia mengritik pernyataan bahwa legalisasi UGM cukup membuktikan keaslian ijazah.

“UGM itu hanya melegalisasi, jadi bukan menyatakan asli, analogi yang sangat konyol,” cetus Roy.

Dia bahkan menyamakannya dengan kasus autopsi jenazah. “Kalau misalnya pemeriksaan jenazah, jenazah perlu dihadirkan, kan tidak cukup hanya visum, karena visum bisa salah. Maka ijazahnya harusnya dihadirkan,” Roy menegaskan.

Ketua TPUA Eggi Sudjana memilih walk out saat gelar perkara disidangkan. Eggi frustrasi karena pihak Jokowi tidak bisa memperlihatkan bukti fisik ijazah asli saat itu.

Rekan satu timnya, ahli forensik digital, Rismon Sianipar, menyesalkan ketidakhadiran Jokowi dan pihak UGM yang menurutnya sangat penting untuk meyakinkan publik.

“Kami sangat kecewa dengan ketidakdatangan Pak Jokowi dan ketidakhadiran pihak UGM yang seharusnya bisa menjelaskan atau meyakinkan publik,” keluh Rismon.

Wakil Ketua TPUA Rizal Fadillah menambahkan, penyidik Bareskrim tidak memberi bukti baru apapun. Dia menilai apa yang dijelaskan penyidik sama persis seperti konferensi pers Mei lalu.

Di sisi lain, tim kuasa hukum Jokowi tetap tenang dan menilai gelar perkara khusus ini sudah sangat jelas mengakhiri perdebatan. Yakup Hasibuan menegaskan Bareskrim hanya menjelaskan proses penyelidikan yang sudah berlangsung, bukan menguji ulang ijazah.

Yakup menekankan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga sudah memverifikasi ijazah tersebut. Sehingga tidak ada tindak pidana yang ditemukan.

“Ijazah Pak Jokowi itu asli dan sudah tidak perlu diperdebatkan lagi,” kata dia.

Dengan percaya diri, pihak Jokowi menyerahkan sepenuhnya otoritas kepada lembaga forensik resmi, berharap dengan begitu kontroversi ijazah bisa berakhir.

Kronologi Riuh Gelar Perkara
22 Mei 2025, Bareskrim Polri mengumumkan hasil penyelidikan kasus ijazah Jokowi. Dokumen asli ijazah tahun 1985 diuji laboratoris bersama ijazah para mahasiswa pembanding, dan hasilnya identik. Sehingga penyidik berkesimpulan tidak ada tindak pidana dalam kasus ini.

2 Juli 2025, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) mengirim surat ke Polri meminta penjadwalan ulang gelar perkara khusus. Mereka ingin melibatkan nama-nama tambahan (seperti Komnas HAM, DPR RI, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dll.) dalam proses tersebut. Polri kemudian menjadwal ulang gelar perkara dari tanggal semula 30 Juni menjadi 9 Juli 2025

9 Juli 2025, Pukul 10.00: Gelar perkara khusus digelar di Bareskrim Mabes Polri. Tim TPUA lengkap hadir, mereka adalah Roy Suryo, Rismon Sianipar, Eggi Sudjana, Tifauzia Tyasuma, serta anggota timnya

Sementara itu, Jokowi dan pihak universitas (UGM) tidak hadir yang kemudian dipersoalkan oleh pihak penggugat.

Pertengahan Sidang: Ketua TPUA Eggi Sudjana walk-out meninggalkan acara. Eggi kecewa karena kuasa hukum Jokowi tidak menampilkan ijazah fisik asli seperti yang diminta. Saat itu, Eggi menegaskan, tanpa ijazah asli di hadapan penyidik, kasus ini sulit dianggap selesai.

Hingga Penutupan Sidang: Peneliti ahli digital Rismon Sianipar memaparkan analisisnya. Ia mengklaim tidak dapat memeriksa elemen-elemen kunci (misal jejak tinta stempel) karena hanya diberikan versi digital ijazah. Rismon tegas menyimpulkan analisisnya, “Ijasah itu palsu.”

Namun, penyidik tidak menggubris tuntutan ini karena tak ada novum bukti baru yang diserahkan TPUA.

Setelah Gelar Perkara: Kuasa hukum Jokowi, Yakup Hasibuan, menyatakan sidang telah mengonfirmasi tidak ada pelanggaran dalam penyelidikan. Dia berharap perdebatan soal ijazah Jokowi disudahi.

Yakup menegaskan kembali keyakinannya bahwa Puslabfor Polri sudah melakukan verifikasi yang sah, bahkan KPU sebelumnya juga telah memverifikasi keaslian ijazah tersebut.

Reaksi TPUA Pasca-Sidang: Meski klaim resmi menyebut ijazah asli, TPUA tetap yakin kasus ini belum selesai. Wakil ketua TPUA menyatakan pihaknya akan meneruskan kasus ini ke penyidikan dan bahkan pengadilan, karena menurut mereka masih ada kejanggalan yang harus.

Dengan demikian, panggung Mabes Polri pada 9 Juli berubah seperti arena debat publik: antara keyakinan pada laboratorium forensik dan bukti analog versus tuntutan presentasi “fisik” dari kubu pelapor.

Drama ijazah Jokowi pun berakhir di meja gelar perkara, dengan masing-masing pihak tetap kukuh pada argumennya, lengkap dengan analogi jenazah. Hanya waktu yang akan menentukan apakah sidang ini benar-benar menutup babak polemik, atau justru melahirkannya ke arena hukum berikutnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andry Haryanto