Jakarta, Aktual.com – Pilkada ulang Kota Pangkalpinang yang akan digelar Agustus 2025 diprediksi menjadi pertarungan terbuka yang sangat dinamis. Kontestasi ini menjadi ajang “perang bintang” antara petahana dan kekuatan baru yang membawa semangat perubahan. Tidak lagi melawan kotak kosong seperti sebelumnya, petahana kini harus menghadapi lawan-lawan yang langsung lahir dari basis protes publik.
Ariandi Zulkarnain, Dosen Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung, menilai Pilkada ulang ini sebagai koreksi atas kegagalan representasi pada Pilkada 2024 lalu.
“Pilkada ulang Pangkalpinang 2025 akan sangat dinamis, terjadi perang bintang antara petahana melawan mereka yang menyuarakan perubahan pada Pilkada 2024 lalu,” ujar Ariandi kepada Aktual.com.
Ia menjelaskan, pada Pilkada sebelumnya, dinamika politik sebenarnya sudah terasa sejak masa pengusungan calon. Banyak elite politik yang berminat mencalonkan diri, yang terlihat melalui berbagai baliho dan reklame. Namun, dominasi partai politik terhadap petahana menyebabkan aspirasi lain tersumbat.
“Hanya saja, rekomendasi yang dikeluarkan partai politik diberikan ke petahana, sehingga terjadi sumbatan aspirasi elite dan masyarakat yang menginginkan adanya pilihan lain,” katanya.
Dari situ, muncul gerakan memilih kotak kosong sebagai bentuk penolakan terhadap dominasi tersebut. Masyarakat dan elite yang kecewa, memilih tidak mengakui pasangan calon tunggal.
“Sekarang, tokoh-tokoh penggerak kotak kosong itu justru bertarung di Pilkada ulang,” lanjut Ariandi.
Menurutnya, inti persoalan di Pangkalpinang adalah kegagalan elite dan partai politik dalam menghadirkan kehendak rakyat melalui pasangan calon yang representatif.
“Maka masyarakat melampiaskannya dengan memilih kotak kosong,” tegasnya.
Hasil riset LP3S turut menguatkan analisis tersebut. Ketika tidak ada pilihan lain dalam bilik suara, rakyat menjadikan kotak kosong sebagai perlawanan terhadap dominasi elite parpol.
“Sehingga kotak kosong bukan hanya simbol. Itu bisa dimaknai sebagai perwujudan rakyat yang menolak pilihan elite. Buktinya, pada Pilkada ulang sekarang muncul empat pasangan calon. Ini menunjukkan bahwa bukan tidak ada orang, tapi selama ini tersumbat oleh elite dan parpol,” jelasnya.
Ariandi juga menyoroti pentingnya pasangan calon dalam menentukan elektabilitas. Menurutnya, kontribusi dari figur wakil wali kota sangat menentukan daya tarik pasangan secara keseluruhan.
“Kalau ada pengusaha yang maju tapi wakilnya dianggap tidak imbang, itu bisa menggerus elektabilitas. Pilkada ini akan dinamis, karena ada kocok ulang. Apalagi secara isu makin kompleks, masyarakat makin sadar, pemilih makin cerdas, dan angka partisipasi juga diperkirakan meningkat,” tuturnya.
Ia menyebut, isu utama yang menjadi perhatian masyarakat adalah soal ekonomi. Karena itu, siapa pun calon yang mampu menjawab persoalan ini dengan program konkret akan lebih dilirik pemilih.
“Setiap calon yang mencoba mem-branding diri mereka aware dalam pembangunan kota, pembangunan ekonomi, penataan tata kota, dan pengelolaan sampah, akan dilirik masyarakat. Karena semua itu merupakan problem utama di Pangkalpinang,” ungkap Ariandi.
Tak hanya itu, Ariandi menekankan pentingnya karakter inklusif dari seorang pemimpin ke depan.
“Kunci pada Pilkada ulang ini adalah munculnya sosok yang progresif dan mampu membawa perubahan. Kedua, sosok itu harus mampu merangkul. Pangkalpinang ini heterogen, jadi diperlukan pemimpin yang bisa menjaga harmonisasi, bukan hanya mewakili satu kelompok tapi semua lapisan masyarakat,” ujarnya.
Sementara itu, Chamad Hojin, Direktur Program Pusat Polling Indonesia (Puspoll), menyatakan bahwa kemenangan kotak kosong pada Pilkada sebelumnya merupakan cerminan kuat bahwa masyarakat menginginkan perubahan.
“Calon petahana melawan kotak kosong dan kalah. Itu sebenarnya sudah menjadi cermin bahwa petahana tidak lagi diinginkan masyarakat. Kembali maju di Pilkada ulang menurut saya terlalu memaksakan diri,” ucap Hojin.
Menurutnya, secara umum ide perubahan sudah dimenangkan oleh rakyat. Tantangannya tinggal bagaimana kandidat di luar petahana bisa menyerap dan menerjemahkan aspirasi perubahan tersebut ke dalam gerakan elektoral.
“Memang survei masih tipis, dan waktunya juga masih cukup. Tapi tinggal siapa yang bisa paling cepat menyuarakan perubahan,” katanya.
Ia menambahkan, kemenangan di Pilkada ulang akan sangat ditentukan oleh kekuatan konsolidasi dan kecepatan sosialisasi.
“Dalam sebulan ini bisa tidak mereka lakukan konsolidasi dan sosialisasi dengan cepat? Harus kuat. Minimal dikenal dan disukai 90 persen lebih. Mesin partai dan relawan juga harus mampu mensosialisasikan program yang membawa suara perubahan,” tegas Hojin.
Dengan empat pasangan calon bertarung dan mayoritas masyarakat belum menentukan pilihan, Pilkada ulang Pangkalpinang menjadi pertarungan terbuka. Siapa pun yang bisa membaca gelombang perubahan dan menerjemahkannya secara konkret—dialah yang akan menang.
Reporter: Eroby Jawi Fahmi
Artikel ini ditulis oleh:
Andry Haryanto

















