Ilustrasi - Situs judi online marak ditemukan di mesin pencarian internet yang diakses di Denpasar, Bali, Senin (18/11/2024). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Miris! Data terbaru PPATK menunjukkan 571.410 penerima bantuan sosial (bansos) ternyata tercatat aktif bermain judi daring sepanjang 2024. Total deposit mereka mencapai Rp957 miliar dengan lebih dari 7,5 juta.

“Jika data kami kembangkan, mungkin bisa lebih banyak lagi,” ungkap Natsir Kongah, Koordinator Humas PPATK.

PPATK mencocokkan 28,4 juta NIK penerima bansos dengan 9,7 juta NIK pemain judol, lalu menemukan 571.410 kesamaan NIK antara keduanya.

Sejumlah penerima bansos justru mengalihkan dana bantuan ke situs judi online, terungkap dari kajian PPATK sepanjang 2024. Direktur PPATK mengungkapkan data ini pada rapat koordinasi dengan Kemensos.

PPATK telah diajak kerjasama oleh Kementerian Sosial untuk memastikan bansos tersalur efektif dan tepat sasaran sesuai arahan presiden. Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menegaskan bahwa bansos harus untuk kebutuhan pokok, bukan aktivitas ilegal.

“Penerima yang menyalahgunakan bantuan untuk judi online tidak layak lagi mendapatkan bansos,” tegasnya.

Mendagri juga sudah menerapkan Data Tunggal Sosial-Ekonomi (DTS) untuk evaluasi bansos triwulan II tahun ini, meski masih ada kendala kecocokan data.

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan transaksi judi daring pada tahun 2024 sudah mencapai Rp283 triliun.

“Bicara soal perputaran dana judi online, per semester pertama saja sudah menyentuh Rp174,56 triliun. Saat ini sudah semester kedua, PPATK melihat sudah sampai Rp283 triliun,” kata Ivan.

Angka ini melonjak dibanding 2023 yang senilai Rp327 triliun dan 2022 sebesar Rp104 triliun. Menurut Ivan, kenaikan tinggi tersebut didorong oleh perubahan modus transaksi, di mana bandar judi memecah nominal besar ke angka-angka kecil sehingga lebih sulit dilacak.

“Sekarang orang cukup setor Rp10.000 sudah bisa main judol. Itulah yang membuat transaksi semakin masif,” ungkap Ivan.

PPATK menilai volume transaksi semester I 2024 sudah melampaui transaksi tahun penuh 2022, naik sekitar 237,5 persen

PPATK bahkan memperingatkan tren ini akan terus meluas. Berdasarkan proyeksi PPATK, perputaran dana judi online pada 2025 diperkirakan mencapai sekitar Rp1.200 triliunn.

“Berdasarkan data, selama tahun 2025 diperkirakan perputaran dana judi online mencapai Rp1.200 triliun,” kata Ivan dalam acara peringatan Gerakan Nasional APU PPT ke-23, April lalu.

Angka 2024 yang dikutip pihak lain sempat disebut Rp981 triliun, tetapi PPATK menegaskan potensi kerugian finansial jutaan petaruh ini sangat besar.

PPATK menguraikan beragam modus pencucian uang yang ikut menjerat transaksi judol. Deputi PPATK Danang Tri Hartono menjelaskan bahwa saat ini bukan hanya rekening bank konvensional yang digunakan, melainkan juga deposit pulsa, e-wallet, QRIS, bahkan marketplace untuk menyalurkan setoran judi.

“Kami menemukan banyak sekali ‘toko-toko’ yang sebenarnya untuk deposit judi online,” ujarnya.

Berbagai rekening anonim dan pulsa prabayar menjadi sumber modal para bandar. Ivan menambahkan, pelaku kerap mengambil uang tunai rupiah atau dolar dari pendapatan judi agar jejak digital hilang sebagai salah satu modus pencucian uang yang sering dipakai.

PPATK telah memblokir sekitar 200 ribu rekening terkait dugaan judi online dan rekening dormant, serta menelusuri aset para bandar kecil hingga jaringan internasional.

Selain itu terungkap bahwa 70 persen pemain judi online berlatar ekonomi menengah ke bawah dengan pendapatan di bawah Rp5 juta per bulan.

Kementerian Sosial merespons temuan ini dengan evaluasi menyeluruh. Mensos Gus Ipul berjanji segera menghentikan bantuan bagi penerima yang terbukti bermain judi daring. PPATK merekomendasikan Kemensos melakukan audit berkala penerima bansos dan menyiapkan sistem deteksi dini penyalahgunaan dana.

Kasus jutaan dana bansos tergerus judi online turut menggerakkan wacana pengawasan lebih luas. Data dari Universitas Gadjah Mada menunjukkan judi online makin marak di kalangan muda, sekitar 960.000 siswa dan mahasiswa dilaporkan terjebak judi daring, dengan 60 persen di antaranya generasi milenial atau Z, serta 82 persen netizen pernah terpapar iklan judi online.

Pengamat UGM I Wayan N. Lantara menyoroti efek buruknya, judi dengan modal kecil tapi untung berlipat tersebut memicu gangguan finansial dan kesehatan jiwa. Dia mencontohkan di Jerman biaya rehabilitasi korban judi justru melebihi transaksi judi itu sendiri, serta dampak kriminalitas dan potensi resesi domestik jika judi terus dibiarkan.

Wayan menegaskan kerugian negara dari judi online sudah triliunan rupiah. “Negara merugi sebesar Rp327 triliun karena uang tersebut dapat masuk ke alokasi dana lain yang berguna,” paparnya.

“Harapannya ada kesadaran dari pemerintah untuk menghentikan judi online ini, karena itu sangat merugikan,” imbuh Wayan.

Dia juga menyerukan edukasi literasi keuangan dan forum khusus di kampus untuk mencegah mahasiswa terjerat judi.

Menanggapi ini, sikap pemerintah diuji ketika benang merah keterlibatan pelaku judi sampai ke dalam tubuh negara. Anggota DPR TB Hasanuddin menegaskan bahwa maraknya judi online tidak mungkin terjadi tanpa ikut campurnya pegawai Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Menurut dia, saat era Menkominfo Budi Arie Setiadi kasus ini tak mendapat perhatian, namun kini sudah terbukti dengan ditahannya 16 tersangka, 12 di antaranya adalah pegawai kementerian, sisanya warga sipil.

Nama Budi Arie Setiadi terus bergema dalam pusaran polemik. Ia menjabat pada periode ketika sindikat judi daring berkembang pesat, namun dinilai publik gagal mengerem lonjakan situs ilegal yang tersebar masif di ruang digital.

Sejumlah anggota DPR mulai mewacanakan pemanggilan Budi Arie ke hadapan parlemen untuk menjelaskan sejauh mana tanggungjawab kementerian pada masa kepemimpinannya. Wacana ini menjadi semacam ujian awal bagi Menkominfo baru, Meutya Hafid, yang kini membawa janji reformasi internal dan pembenahan total.

Membawa Budi Arie ke ruang sidang parlemen bukan sekadar soal mencari kambing hitam, melainkan ujian nyata sejauh mana negara bersungguh-sungguh melawan penyakit yang telah menggerogoti moral, ekonomi, dan masa depan bangsanya sendiri.

Kini masyarakat menaruh harap dan tuntut respons tegas. Apakah pemerintah akan benar-benar bersih-bersih hingga akar praktik judi daring? Atau pilihan lain, membiarkannya hingga potensi kerugian sosial dan ekonomi bisa kian menggunung.

Artikel ini ditulis oleh:

Andry Haryanto