Jakarta, aktual.com – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu mengungkapkan adanya dugaan upaya untuk membungkam Prof. Sofian Effendi, mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), terkait pernyataannya mengenai polemik ijazah Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi.

Sebelumnya, Prof. Sofian menyampaikan bahwa kemungkinan besar Jokowi tidak memiliki ijazah S1 UGM karena skripsinya tidak pernah diujikan.

“Baru saja saya dapat info dari Jogya bahwa sedang terjadi upaya ‘pembungkaman’ terhadap Prof. Sofian Effendi karena buka kasus Ijazah Jokowi,” ungkap Said Didu dikutip dari laman X miliknya, Kamis (17/7).

Terkait dengan informasi tersebut, Said Didu mengimbau masyarakat Yogyakarta untuk memberikan perlindungan terhadap Prof. Sofian.

“Mohon teman-teman di Jogya menjaga beliau dan kita semua berikan dukungan kepada Prof. Sofian Effendi,” harapnya.

Dalam kesempatan sebelumnya, Prof. Sofian juga mempertanyakan narasi yang menyebut Jokowi sebagai mahasiswa berprestasi. Ia menyampaikan bahwa nilai akademik Jokowi di awal masa perkuliahannya di Fakultas Kehutanan UGM justru tidak memenuhi syarat untuk melanjutkan ke jenjang S1.

Menurut Prof. Sofian, transkrip nilai yang pernah dipublikasikan oleh Bareskrim Polri merupakan catatan akademik Jokowi ketika menempuh program Sarjana Muda. Hal ini ia sampaikan dalam wawancara bersama Ahli Digital Forensik Rismon Sianipar yang ditayangkan pada Rabu (16/7/2025), di mana ia menyebut telah mencari informasi dari rekan-rekan dosen di Fakultas Kehutanan UGM.

Prof. Sofian menjelaskan bahwa Jokowi memang pernah tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM dan mulai kuliah pada tahun 1980.

“Jadi Jokowi kan masuk pada saat dia lulus SMPP di Solo yang menjadi SMA 6 di Tahun 1985. Jadi, dia itu ada sedikit masalah, masih SMPP kok bisa masuk UGM. Itu ada kontroversi. Ada masalah,” kata Prof. Sofian.

Ia menambahkan bahwa pada tahun 1980, Jokowi masuk UGM bersamaan dengan kerabatnya, Hari Mulyono. Namun, terdapat perbedaan signifikan antara keduanya.

Hari Mulyono dikenal sebagai mahasiswa yang aktif dan memiliki prestasi akademik yang baik, sementara menurut Prof. Sofian, Jokowi menunjukkan performa yang buruk selama dua tahun awal perkuliahan.

“Kemudian, pada waktu tahun 1980 masuk, ada dua orang yang masih bersaudara yang masuk (fakultas) Kehutanan. Satu Hari Mulyono kemudian Joko Widodo. Hari Mulyono ini aktivis, dikenal di kalangan mahasiswa. Dan juga secara akademis dia perform. Dia tahun 1985 lulus. Tapi Jokowi itu menurut informasi dari para profesor dan mantan dekan, Jokowi itu tidak lulus di tahun 1982 di dalam penilaian. Ada empat semester dinilai kira-kira 30 mata kuliah, dia indeks prestasinya tidak mencapai,” terang Prof. Sofian.

Lebih lanjut, Prof. Sofian menilai bahwa transkrip nilai Jokowi yang ditampilkan Bareskrim menunjukkan IPK yang tidak memenuhi syarat kelulusan ke jenjang S1.

“Saya lihat di dalam transkip nilai itu juga yang ditampilkan bareskrim, IPKnya itu nggak sampai dua kan. Kalau sistemnya benar, dia tidak lulus atau di DO istilahnya. Hanya boleh sampai sarjana muda,” katanya.

Oleh karena itu, Prof. Sofian merasa heran saat mengetahui adanya skripsi atas nama Jokowi yang beredar di publik.

“Jadi (karena nilainya tidak memenuhi) dia belum memenuhi persyaratan melanjutkan ke sarjana dan menulis skripsi. Skripsinya pun sebenarnya adalah contekan dari pidatonya Prof. Sunardi, salah satu dekan setelah Pak Soemitro. Tidak pernah lulus. Tidak pernah diujikan. Lembar pengesahannya kosong,” ungkapnya.

Prof. Sofian bahkan mengonfirmasi langsung kepada pihak UGM terkait skripsi tersebut.

“Saya tanya ke petugasnya, ‘mbak ini kok kosong’? Dia bilang iya pak itu sebenarnya nggak diuji. Nggak ada nilainya. Makanya nggak ada tanggal, nggak ada tandatangan dosen penguji,” sebutnya.

Atas dasar itu, Prof. Sofian meyakini bahwa Jokowi tidak mungkin memiliki ijazah S1 dari UGM.

“Kalau dia mengatakan punya ijazah BsC (sarjana muda) mungkin betul lah. Kalau yang ijazah sarjana, nggak punya dia,” kata Prof. Sofian.

Di sisi lain, Prof. Sofian juga menyebut adanya rumor bahwa Jokowi pernah meminjam ijazah milik Hari Mulyono.

“Hari Mulyono lulus, kawin dengan adiknya dia, Idayati, punya dua anak. Itu kabarnya dia pinjem ijazahnya Hari Mulyononya ini. Kemudian ijazah ini yang dipalsuin dugaan saya. Jadi itu kejahatan besar itu. Dia kan selalu mengenalkan, bahwa untuk ijazah yang dibawa-bawa oleh dia itu, itu kan bukan foto dia. Itu penipuan besar-besaran itu,” jelasnya.

Lebih jauh, Prof. Sofian juga menegaskan bahwa Kasmudjo tidak pernah menjadi pembimbing akademik maupun pembimbing skripsi Jokowi.

Sebagai informasi, Prof. Sofian Effendi lahir pada 28 Februari 1945. Ia merupakan akademisi Indonesia yang pernah menjabat sebagai Rektor UGM periode 2002–2007. Ia juga merupakan Guru Besar Ilmu Administrasi Negara di kampus yang sama, pernah menjabat sebagai Kepala BKN (1999–2000), dan Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara pertama pada 2014–2019.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain