Presiden Prabowo Subianto memberi sambutan saat peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Desa Bentangan, Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7/2025). Presiden Prabowo Subianto meresmikan kelembagaan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang dipusat kan di Klaten. Aktual/TIM MEDIA PRABOWO SUBIANTO

Jakarta, Aktual.com – Di balik senyum dan kalimat manis yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto soal hubungan “kakak-adik” antara Partai Gerindra dan PDIP, tercium aroma manuver politik tingkat tinggi.

Pernyataan yang tampak sederhana itu, kini mengundang beragam tafsir tajam. Apakah ini kode halus untuk membangun koalisi bayangan di tengah pemerintahan baru?

Ketua DPP PDIP Said Abdullah dengan tegas membantah tafsir bahwa pernyataan Prabowo adalah ajakan resmi untuk PDIP masuk ke lingkar kekuasaan. Namun justru di situlah sinyal politik mencuat. Klarifikasi Said justru memunculkan dugaan: apakah PDIP sedang memainkan politik dua kaki—di dalam dan di luar kekuasaan?

“Yang pertama itu menunjukkan bahwa hubungan Presiden dan Ibu Ketua Umum itu melebihi arti seorang sahabat,” kata Said di kompleks parlemen, Selasa (22/7/2025).

“Kalau Presiden menyampaikan itu di depan Ketua DPR, saya menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya bagi Presiden.”

Baca juga: Prabowo: PDIP dan Gerindra Seperti Kakak Adik, Bung Karno Milik Kita Semua
Baca juga: Dekat dengan PDIP, Guntur Romli: Pak Prabowo Seperti Adik Ibu Megawati

Namun yang menarik bukan pada apresiasi Said, melainkan pada ketegasan yang justru menolak tafsir lebih jauh. Ia meminta publik tidak membacanya sebagai sinyal untuk bergabung ke pemerintahan. Padahal, dalam dunia politik, justru pernyataan yang “tidak dimaksudkan apa-apa” sering kali mengandung banyak makna.

Koalisi Bayangan? PDIP Mainkan Kartu Oposisi Lunak

Kubu internal PDIP disebut tengah terbelah dalam menyikapi manuver politik pasca Pilpres 2024. Satu sisi ingin bertahan sebagai oposisi murni, sisi lain melihat celah strategis untuk menjalin akses informal ke lingkar dalam kekuasaan melalui “hubungan personal” Megawati–Prabowo dan Puan–Prabowo.

“Itu bukan kode. Itu bukan ajakan. Jangan dimaknai begitu, Maknanya adalah modal dasar persatuan bangsa,” kata Said.

Pernyataan yang ambigu ini kian menegaskan satu hal: PDIP tak ingin buru-buru masuk ke kabinet, namun juga tak ingin sepenuhnya ditinggal dari pengaruh kekuasaan. Inilah yang disebut sejumlah analis sebagai politik dua jalur: tetap di luar, namun punya akses dalam.

Sumber Aktual.com menyebut, dalam lingkar elite, komunikasi informal antara Prabowo dan Megawati berjalan mulus. Beberapa pertemuan yang tidak dipublikasikan antara perwakilan PDIP dan Gerindra bahkan disebut sudah berlangsung sejak hasil resmi Pilpres diumumkan.

Prabowo Kirim Kode Keras di Klaten, Seret Nama Bung Karno

Sumber panas ini mencuat usai Prabowo dalam pidato peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Klaten (21/7) menyebut Bung Karno sebagai “bapaknya juga” di hadapan Puan Maharani. Sebuah pernyataan yang tidak hanya menyentuh secara historis, tetapi juga membangun kedekatan psikologis dan politik dengan trah Soekarno.

“Nyuwun sewu, Mbak Puan, Bung Karno bapak saya juga,” ujar Prabowo sambil menyentuh hati politikus PDIP yang hadir.

Tak cukup sampai di situ, Prabowo bahkan menyebut hubungan PDIP dan Gerindra seperti saudara kandung. Pernyataan ini dilempar dalam konteks kritik terhadap sistem politik ala Barat yang membagi tegas antara oposisi dan pemerintah. “Sedulur,” kata Prabowo. Saudara.

Pernyataan Prabowo ini memicu spekulasi: apakah PDIP sedang mempersiapkan diri masuk ke pemerintahan lewat pintu belakang?

Said sendiri berkali-kali menolak pendekatan transaksional, namun justru itu menjadi sorotan. Dalam politik, apa yang ditolak keras seringkali justru adalah apa yang sedang dibangun diam-diam.

“Itulah problem kita, cara pandang selalu transaksional,” ujarnya.
“Presiden dengan tulus menyampaikan kakak beradik, jangan ditafsirkan macam-macam.”

Namun, publik menilai justru dari situlah potensi arah baru muncul. Ketika PDIP tidak ingin diartikan sedang didekati, bisa jadi karena proses itu sudah berjalan di balik layar.

Analisis: PDIP dan Gerindra Menuju Reunifikasi Politik?

Sejumlah pengamat menyebut narasi “kakak-adik” merupakan bagian dari soft diplomacy Prabowo untuk memperluas basis legitimasi kekuasaan di periode awal pemerintahannya. Dengan merangkul PDIP secara moral dan historis, Prabowo berpotensi mematikan oposisi kritis dari dalam.

Sementara itu, PDIP sedang melakukan rebranding oposisi: tidak frontal, tapi tetap punya daya tawar. Posisi Ketua DPR yang dipegang Puan menjadi jembatan strategis antara “dalam pemerintahan” dan “luar kabinet”.

Apakah ini akan berakhir dengan reshuffle kabinet dan masuknya nama-nama PDIP ke kursi menteri? Atau justru menjadi alat tekan terhadap partai-partai pengusung utama Prabowo yang kini dominan di kabinet?

Penutup: PDIP-Gerindra, Koalisi Senyap atau Drama Kosmetik?

Di tengah santernya wacana perombakan kabinet, pernyataan “kakak-adik” antara PDIP dan Gerindra bukanlah kalimat kosong. Ia bisa menjadi kunci pembuka skenario besar rekonsiliasi politik, atau sebaliknya, menjadi bagian dari permainan citra yang dikendalikan elite untuk menavigasi badai politik pasca pilpres.

Apakah bangsa ini sedang menyaksikan babak baru koalisi raksasa? Atau PDIP sedang memainkan strategi oposisi lunak demi bertahan di pusaran kekuasaan? Hanya waktu dan peta reshuffle yang bisa menjawab

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain