Ilustrasi: Right Man in the Wrong Place: Panggung Sandiwara Meritokrasi di Kursi Komisaris BUMN

Aktual.Com, Jakarta – 34 dari 56 Wakil Menteri (Wamen) kabinet Prabowo – Gibran rangkap jabatan sebagai Komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Disisi lain Badan Pusat Statistik (BPS) melansir hingga Februari 2025 ada 7,28 juta pengangguran di Indonesia.

Selain itu Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mencatat angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga bulan Juli 2025 sebanyak 42.485 orang. Dan disisi lain Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka saat kampanye berjanji akan menyediakan 19 juta lapangan kerja.

Privilege para Wamen rangkap jabatan nampak kontras dengan kondisi masyarakat dan para buruh korban PHK saat ini. Kontras ini sepertinya tepat dengan istilah Rakyat Tiri dan Rakyat Kandung yang sering diucapkan artis sekaligus aktivis sosial Melanie Subono.

“Sedih ya, kan sejak ditentukan kan Menteri ga boleh rangkap jabatan, eh Wamennya, ya kan. Pokoknya gini loh. Mungkin garis besarnya aja ya. Saya ga bisa makan, ga bisa kerja segala macem dengan alasan lahan pekerjaan ga banyak. Sementara ada banyak orang yang bisa punya dua,” kata Melanie kepada Aktual.com, Jumat (25/7/2025).

Baca Juga

Wamen Duduk di dua Kursi, Konstitusi Diparkir di Laci

Diruang yang berbeda Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengungkapkan hal senada. Namun dengan kondisi saat ini mereka hanya bisa pasrah saat dianak tirikan dengan melihat para Wamen bisa rangkap jabatan.

“Kami hanya bisa meminta pemerintah juga perhatikan nasib para buruh ini. Yang hidupnya selalu tidak pernah ada kejelasan, karena selalu ada ancaman PHK atau tutup pabrik,” ucap Elly, kepada Aktual.

Disisi lain Melanie yang juga Pendiri Rumah Harapan, sebuah yayasan sosial yang fokus pada pada penggalangan dana untuk kegiatan kemanusiaan ini juga menyoroti implementasi perundangan undangan dan berbagai aturan terkait rangkap Jabatan, hingga upaya merubahnya di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebelumnya MK dengan jelas melarang Menteri dan Wamen merangkap jabatan sebagai Komisaris BUMN. Meski ada upaya untuk merevisi aturan tersebut, namun hingga saat ini MK tetap berkeyakinan dengan putusan sebelumnya, Wamen dilarang rangkap jabatan dan menggunakan undang undang yang sama dengan yang diterapkan terhadap para Menteri.

“Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi Menteri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 UU 39/2008 berlaku pula bagi Wakil Menteri,” bunyi kutipan pertimbangan dalam Putusan Nomor 80/PUU-XVII/2019.

Pertimbangan tersebut ditegaskan lagi pada Putusan Nomor 21/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan majelis hakim MK yang dipimpin Suhartoyo pada Kamis (17/07/2025).

Sementara itu di bangunan yang tak Jauh dari gedung MK, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenen (PCO) Hasan Nasbi mengatakan bahwa pemerintah tidak melanggar amar putusan MK, terkait pembiaran Wamen rangkap jabatan dengan Komisaris BUMN.

“Sejauh ini pemerintah tidak ada menyalahi amar putusan, kalau kita bicara putusan MK, tidak ada yang disalahi oleh pemerintah,” kata Hasan, di Kompleks Istana Negara, Rabu (23/7/2025).

Hasan menambahkan Wamen Rangkap jabatan bukan hal baru, karena sudah pernah dilakukan diera kabinet Presiden sebelumnya.

“Sebelum-sebelumnya juga ada Wamen yang jadi komisaris, yang tidak boleh itu cuma anggota kabinet selevel menteri atau kepala badan atau kepala kantor,” katanya.

Melihat perbedaan pandangan antara MK dengan Istana, cucu almarhum Presiden BJ Habibie melihAktifis

at adanya perlakuan khusus bagi pejabat negara yang di istilahkan olehnya sebagai rakyat kandung.

“Nah ini. Pada saat rakyat kandung apa pun undang undang yang sudah tercipta, atau ada, atau hadir bahkan sudah lama ada, itu bisa dibengkokkan, di belokan, atau ditambahin sedikit kaya koma, atau tiba tiba kaya MK tiba tiba ngomong ia itu kan tidak bersifat mengikat, itu kan bentuknya saran. Coba itu terjadi saat rakyat tiri,” paparnya.

Atas dasar itu juga ia menyendiri agar DPR segera merevisi undang undang tersebut tanpa malu malu. Dan menyingkirkan masyarakat kecil dengan tegas dan terbuka.

“Kalo mau sekalian undang undangnya, sekalian diubah, ditambahin, kan doyan banget tuh bongkar pasang undang undang. Ya hukum ini berlaku koma kecuali rakyat kandung. Jadi enak kita ga ngerep apa apa gitu,” sindirnya.

Baca Juga

Jabatan Ganda Wamen Disorot, MK Keluarkan Putusan Final

Rangkap jabatan 34 Wamen ditengah badai PHK, sangat menyakitkan masyarakat yang tengah berjuang mencari pekerjaan, hanya untuk bisa bertahan hidup. Masyarakat harus antri berjam jam ditengah terik matahari job fair tanpa ada kepastian apakah mereka akan mendapat pekerjaan yang belum tentu layak.

“Jadi ini menyakitkan, terlepas dari hukum. Punya pejabat yang masing masing gajinya aja puluhan juta. Terus bisa rangkap dua. Aduh itu kesel sih,” tambahnya.

Rakyat Menagih janji Gibran

Saat ini rakyat sedang menunggu janji Wakil Presiden Gibran Rabuming Raka untuk merealisasikan janji 19 juta lapangan pekerjaan, meski sering kali oleh para pendukungnya dibelokkan bahwa bukan itu janji sebenarnya, dan rakyat diminta utuh membaca janji Gibran saat kampanye.

“Ada tidak sekarang? Sudah berapa persen progresnya? Apa infrastruktur yang sudah disiapkan, di wilayah mana, usia berapa? Pekerjaan apa saja? Kita harus tahu agar para buruh mendapatkan info. Saya lihat belum ada janji itu,” tanya Elly.

Selain itu Elly menegaskan, para buruh akan mengingat terus janji 19 juta lapangan pekerjaan yang dijanjikan Gibran saat kampanye. Pemerintah dianggap tidak serius terkait janji lapangan kerja. Job fair yang dilaksanakan hanya seperti sebuah seremoni belaka, seolah olah ada lapangan pekerjaan.

“Job fair yang dibutuhkan sekian yang datang sekian ribu, itu sampai menimbulkan korban. Jangan difokuskan di satu tempat, dibagi beberapa tempat. Lalu harus ada limit dong yang datang berapa, jangan diterima semua. Kalau mau diterima 1.000, ya, diterima lamaran 1.200 lah lamarannya, jangan 7.000,” paparnya.

Baca Juga

Urgensi 30 Wamen Rangkap Jabatan Dipertanyakan

Sementara itu dari perjalanannya sebagai aktivis sosial Melanie melihat saat ini pemikiran, dan harapan masyarakat pencari kerja itu sangat sederhana. Mereka tidak meminta atau berharap sesuatu yang luar biasa.

“Masyarakat berharap pengen bekerja, bukan kepengen punya berlian, enggaaaa. Mereka pengen kerja biar cukup buat makan, sesederhana itu mikirnya,” ungkapnya.

Peningkatan Kualitas Buruh Lawan Didiskriminasi Rakyat Kandung

Di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik baik saja, gambar gembor efisiensi anggaran, program besar pemerintah dan privilage para Wamen rangkap Jabatan, Melanie berharap anggaran yang ada diterapkan pada sektor penguatan sumber daya manusia.

“Nah makanya duit yang ada dari pada buat program program yang engga engga, ya udah lah duitnya pake buat skil traning, menyekolahkan mereka dan segala macem. Sehingga rakyat sama kompetennya dalam rebutan jabatan itu dengan mereka yang udah ada disana, sehingga rakyat tiri itu ga digeser dengan alasan ga kompeten skilnya,” papar Melanie.

Baca Juga

Indonesia Darurat PHK, Puan Minta Pemerintah Respons Dengan Strategi Konkret

Pernyataan ini sejalan dengan pemikiran Elly. Ia menyampaikan, pemerintah mestinya bisa mengantisipasi jumlah pengangguran dengan membuka peluang para pekerja menjadi wirausaha mikro dan kecil. Hanya saja, para pekerja sering kali terbentur persoalan dana awal.

“Bagaimana para buruh ini punya bisnis kecil, kalau tidak ada pekerjaan. Jadi harus ada pelatihan dan pemberian modal untuk berwirausaha, khusus bagi buruh. Selama ini memang sudah ada, tapi buruh untuk mengaksesnya masih tidak mudah ungkapnya.

Selain itu aktivis buruh ini mendesak agar pemerintah transparan terkait informasi ketenagakerjaan. Tak hanya ia pun meminta pemerintah mampu mendesak pihak swasta membuka seluas luasnya informasi lapangan pekerjaan yang dibutuhkan.

“Mereka yang frustrasi kehilangan pekerjaan itu karena tidak ada akses informasi. Efeknya ke mana-mana, seperti gantung diri, stress, perceraian karena tidak ada pekerjaan setelah PHK,” ungkapnya.

Bahkan, kata Elly, saking susahnya mendapat pekerjaan, hanya untuk bekerja di toko pakaian bayi sebagai pelayan saja yang melamar ribuan orang.

“Ini toko loh bukan di perusahaan, toko kan selalu memberi upah lebih rendah dari UMR. Benar-benar membuat miris, bahkan di toko saja sudah ribuan yang melamar, padahal yang dibutuhkan 250 orang yang datang lebih dari seribu,” paparnya.

Baca Juga

Pemerintah Matangkan Pembentukan Satgas PHK dan Deregulasi

Karena badai PHK melanda dan kondisi ekonomi yang memburuk, tak heran banyak pekerja yang beralih ke sektor informal. Pekerjaan yang justru lebih berbahaya bagi mereka karena tidak ada jaminan UMR, dan jaminan sosial.

“Akhirnya mereka ke ojol, atau jual kopi pake sepeda keliling, atau starling, atau sektor informal lainnya yang tidak bisa mengakses perlindungan sosial dan upah layak,” jelasnya.

Siapa saja Wamen yang rangkap jabatan dan apa latar belakang mereka?

34 wakil menteri (Wamen) telah resmi rangakap jabatan sebagai Direksi hingga Komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dari latara belkang politik Wamen yang rakap Jabatan dari parti Gerindra lima orang, PSI dua orang, partai Golkar dua orang, Partai Demokrat satu orang, Partai Perindo satu orang, Partai PKPI satu orang, partai Gelora satu orang.

Sedangkan Wamen rangkap jabatan direksi dan komisaris BUMN dari purnawirawan TNI ada tiga orang, Purnawirawan Polri satu orang, jurnalis satu orang, aktivis empat orang, atlit satu orang. Sisanya adalah profesional, birokrat dan pengusaha.

Berikut 34 nama wakil menteri yang rangkap jabatan:

1. Donny Oskaria, Wakil Menteri BUMN, Chief Operation Officer Danantara, Pengusaha, Profesional

2. Dyah Roro Esti Widya Putri, Wakil Menteri Perdagangan, Komisaris Utama PT Sarinah (Persero), Politukus Partai Golkar

3. Todotua Pasaribu, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi / Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Wakil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Pengusaha

4. Angga Raka Prabowo, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Komisaris Utama PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, Politikus partai Gerindra

5. Ossy Dermawan, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional, Komisaris PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, politikus partai Demokrat

6. Silmy Karim, Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Komisaris PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, Birokrat

7. Giring Ganesha, Wakil Menteri Kebudayaan, Komisaris PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk, Politikus PSI

8. Immanuel Ebenezer Gerungan, Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Komisaris PT Pupuk Indonesia (Persero), Aktuvis

9. Donny Ermawan Taufanto, Wakil Menteri Pertahanan, Komisaris Utama PT Dahana (Persero), Purnawirawan TNI AU

10. Yuliot Tanjung, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Komisaris PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Birokrat

11. Veronica Tan, Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisaris PT Citilink Indonesia, politikus partai Perindo

12. Diaz Hendropriyono, Wakil Menteri Lingkungan Hidup, Komisaris Utama PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), Politikus partai PKPI

13. Sudaryono, Wakil Menteri Pertanian, Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia (Persero), Politikus Partai Gerindra

14. Helvy Yuni Moraza, Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Komisaris, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Politikus partai Gerindra

15. Diana Kusumastuti, Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Komisaris Utama PT Brantas Abipraya (Persero), Birokrat

16. Dante Saksono Harbuwono, Wakil Menteri Kesehatan, Komisaris PT Pertamina Bina Medika, rofesional Birokrat

17. Fahri Hamzah, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Komisaris PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Politikus Partai Gelora

18. Ahmad Riza Patria, Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Komisaris PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), Politikus partai Gerindra

19. Laksamana Madya TNI (Purn) Didit Herdiawan Ashaf, Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan, Komisaris Utama PT Perikanan Indonesia (Persero), Purnawirawan TNI AL

20. Komjen Pol (Purn), Suntana Wakil Menteri Perhubungan, Komisaris Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero), Purnawirawan Polisi

21. Suahasil Nazara, Wakil Menteri Keuangan, Komisaris PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Birokrat

22. Aminuddin Ma’ruf, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Komisaris PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Aktivis

23. Kartika Wirjoatmodjo, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Profesional

24.Christina Aryani, Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia / Wakil Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Komisaris PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, Politikus partai Golkar

25. Juri Ardiantoro, Wakil Menteri Sekretaris Negara, Komisaris Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Aktivis

26. Bambang Eko Suhariyanto, Wakil Menteri Sekretaris Negara, Komisaris PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), Purnawirawan TNI AU

27. Ferry Juliantono, Wakil Menteri Koperasi, Komisaris PT Pertamina Patra Niaga, Politius Partai Gerindra

28. Arif Havas Oegroseno, Wakil Menteri Luar Negeri, Komisaris PT Pertamina International Shipping, Diplomat Karir

29. Taufik Hidayat, Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga, Komisaris PT PLN Energi Primer Indonesia, Atlit Profesional

30. Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Komisaris PT Pertamina Hulu Energi, Akademisi

31. Ratu Isyana Bagoes Oka, Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Komisaris PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel), politikus PSI

32. Nezar Patria, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Komisaris Utama di PT Indosat Tbk, Aktivis Jurnalis

33. Mugiyanto, Wakil Menteri Hak Asasi Manusia, Komisaris Utama di InJourney Aviation Services. Aktivis

34. Muhammad Qodari, Wakil Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Komisaris Pertamina Hulu Energi, Profesional survei

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi