Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional Federasi Rusia, Dmitry Medvedev memperingatkan Presiden AS Donald Trump bahwa Rusia agar masih menyimpan kemampuan sistem serangan nuklir ”Kiamat” yang disebut Dead Hand - foto X

Moskow, Aktual.com – Wakil Ketua Dewan Keamanan Nasional Federasi Rusia, Dmitry Medvedev memperingatkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahwa Rusia agar masih menyimpan kemampuan sistem serangan nuklir ”Hari Kiamat” yang sudah dibangun sejak era Uni Soviet, yang disebut sistem perimater Dead Hand.

Hal itu disampaikan Medvedev setelah Trump meminta Medvedev untuk ”berhati-hati dengan ucapannya.” Dalam sebuah unggahan di media sosial Truth miliknya, Trump mengkritik tajam Medvedev, mantan Perdana Menteri Rusia itu mengatakan bahwa ancaman Trump untuk menjatuhkan tarif hukuman kepada Rusia dan para pembeli minyaknya hanyalah ”permainan ultimatum”, dan selangkah lebih dekat menuju perang terbuka antara Rusia dan AS.

”Beri tahu Medvedev, mantan Presiden Rusia yang gagal, yang merasa dirinya masih Presiden, untuk berhati-hati dengan ucapannya. Dia memasuki wilayah yang sangat berbahaya!” tulis Trump di akun media sosialnya, Jumat (1/8).

Sebelumnya, pada Selasa (29/7) Trump mengatakan kalau Rusia memiliki ”10 hari dari hari ini” untuk menyetujui gencatan senjata di Ukraina, atau akan dikenakan tarif, bersama dengan para pembeli minyaknya.

Terkait peringatan Trump tersebut, Medvedev langsung merespon kalau Rusia tetap bergerak dijalurnya sendiri. ”Jika beberapa kata dari mantan presiden Rusia memicu reaksi gugup seperti itu dari Presiden Amerika Serikat yang berwibawa. Maka Rusia melakukan segalanya dengan benar, dan akan terus berjalan di jalurnya sendiri,” kata Medvedev di saluran Telegram, Jumat (1/8).

”Trump seharusnya ingat. Betapa berbahayanya ’Dead Hand’ [Tangan Mati]’ yang legendaris itu,” lanjut Medvedev yang juga mantan Presiden Rusia periode 2008-2012.  Apa yang dimaksud Medvedev sebagai ’Dead Hand’ adalah sistem serangan nuklir Uni Soviet yang dirancang untuk meluncurkan sejumlah besar rudal nuklir, jika kepemimpinan negara runtuh atau dilumpuhkan oleh serangan musuh.

Bulan Juli lalu, Trump juga memperingatkan Medvedev  yang melontarkan kata ’N’ (nuklir), setelah Medvedev mengatakan bahwa ”sejumlah negara” siap memasok Iran dengan hulu ledak nuklir.

Terkait  upaya gencatan senjata Rusia-Ukraina, pihak Moskow sendiri telah menetapkan persyaratan perdamaiannya sendiri, yang menurut Kyiv merupakan tuntutan kapitulasi. Selain itu, sejauh ini Rusia belum mengindikasikan akan mematuhi tenggat waktu Trump.

Dalam postingannya pada Kamis (31/7), Trump mengatakan dirinya tidak peduli apa yang dilakukan India—salah satu pembeli minyak terbesar Rusia bersama China—terhadap Rusia. ”Mereka bisa bersama-sama menghancurkan ekonomi mereka yang mati, terserah saya. Kita hanya berbisnis sedikit dengan India, tarif mereka terlalu tinggi, termasuk yang tertinggi di dunia. Demikian pula, Rusia dan AS hampir tidak berbisnis bersama. Mari kita pertahankan seperti itu,” tegas Trump.

Senjata nuklir RS-28 Sarmat Rusia yang masuk ke dalam sistem Dead Hand – foto X

Apa itu Dead Hand ?

Dilansir dari Russia Beyond (RBTH), dijelaskan kalau sistem ini dapat secara otomatis menembakkan ratusan rudal nuklir tanpa perintah atau campur tangan manusia. Saat ini Rusia memiliki 700 “pembawa” senjata nuklir: pesawat pengebom strategis, kapal selam nuklir, dan silo rudal balistik antar benua.

Namun, tak banyak yang tahu bahwa beberapa di antara “pembawa” senjata nuklir tersebut ada yang dapat beroperasi secara mandiri dan menyerang target musuh potensial, bahkan jika seluruh wilayah negara itu telah hancur akibat serangan nuklir.

Bagaimana cara kerja Dead Hand ?

Sistem Perimeter, atau Dead Hand, sebagaimana julukannya di AS dan Eropa, adalah sistem kontrol otomatis untuk serangan nuklir balasan. Sederhananya, jika wilayah Rusia hancur setelah serangan nuklir, sistem Perimeter secara otomatis akan menyerang wilayah musuh dengan rudal nuklirnya sendiri.

Mengapa Dead Hand diciptakan?

Setelah Perang Dingin, komando militer Soviet menyimpulkan bahwa negara ini hanya butuh satu rudal nuklir untuk menghancurkan sebuah pos komando yang mengoperasikan fasilitas nuklir. Selain itu, peralatan perang radio elektronik akan berkembang dan berpotensi memblokir saluran kontrol standar kekuatan nuklir strategis.

Karena itu, militer membutuhkan rencana cadangan yang andal untuk menjamin serangan balasan dari semua silo rudal antarbenua dengan rudal nuklir. Untuk memenuhi tugas tersebut, para insinyur Uni Soviet memutuskan untuk membuat rudal balistik antar benua (ICBM) yang kelak digunakan sebagai hub yang akan, setelah diluncurkan, memicu semua silo proyektil atom lainnya di wilayah Soviet dan mengirimkannya ke arah musuh.

Rudal baru tersebut akan ditempatkan dalam silo yang baru dibangun (yang dapat menahan serangan nuklir langsung) dengan koordinat penerbangan dan sinyal radio yang akan dikirim ke rudal selama penerbangannya.

Bagaimana senjata itu dibuat?

UR-100N (rudal balistik antarbenua yang diberi kode SS-19 Stiletto oleh NATO) dipilih sebagai dasar senjata yang baru. Karena itu, para insinyur menciptakan hulu ledak baru yang dilengkapi dengan peralatan transmisi radio yang kuat.

Konstruksi dimulai pada pertengahan 1970-an dan, pada akhir dekade, prototipenya dikirim untuk proses uji coba militer. Tes pertama menunjukkan bahwa rudal itu mampu terbang sejauh 4.500 kilometer pada ketinggian 4.000 meter dan berhasil mengirimkan sinyal radio ke objek lain selama penerbangannya.

Selama lima tahun, komando militer melakukan “tes pertempuran” untuk melihat apakah senjata baru itu mampu membuka silo sungguhan dan mengirim rudal nuklir paling kuat dari negara itu ke titik yang ditentukan.

Pada November 1984, roket komando diluncurkan dari Republik Sosialis Soviet Belarus dan berhasil mengirimkan perintah peluncuran ke peluncur silo di dekat Baikonur di Kazakhstan. ICBM R-36M yang lepas landas dari silo (SS-18 Satan, menurut kodifikasi NATO) berhasil mencapai targetnya di area tertentu di Kura, sebuah area pengujian di Kamchatka, setelah semua tahap diuji.

Jadi, senjata baru itu membuktikan bahwa ia mampu melakukan perjalanan melintasi seluruh wilayah Soviet, sambil mengirimkan perintah operasional sepanjang perjalanannya ke rudal balistik antarbenua lainnya. Pada 1985, sistem baru diadopsi oleh militer dan masih digunakan hingga hari ini untuk melindungi wilayah Rusia.

Senjata nuklir Dead Hand siaga di dalam peluncur untuk diaktifkan kapan saja – foto X

Dead Hand saat ini

Dead Hand tak hanya terdiri dari rudal, tetapi juga radar di sepanjang wilayah Rusia dan satelit yang mengumpulkan informasi dari ruang angkasa. Ini adalah kompleks sistem komputer yang terus-menerus menganalisis berbagai parameter, mulai dari aktivitas seismik, tingkat radiasi, serta memantau data dari sistem peringatan rudal yang ditempatkan di sepanjang wilayah tersebut.

”Sistem ini melewati beberapa modifikasi selama bertahun-tahun. Pertama-tama, Rusia terintegrasi ke dalam sarana baru intelijen radio-listrik seperti radar kelas Voronezh yang mampu mendeteksi peluncuran rudal hingga 7.000 kilometer. Kedua, para insinyur memodifikasi hulu ledaknya untuk menahan alat perang elektronik baru yang mematikan sinyal radio,” kata Ivan Konovalov, Direktur Pengembangan Yayasan untuk Promosi Teknologi Abad Ke-21.

Menurutnya, rudal Dead Hand kini menanti kompleks rudal hipersonik. Kompleks ini dapat menerbangkan rudal dengan kecepatan 5—7 kilometer per detik. ”Rudal baru akan diintegrasikan ke dalam militer bersama ICBM kelas Sarmat yang baru. Rudal Sarmat akan ditambahkan ke militer pada pertengahan 2020-an. Jadi, rudal Dead Hand versi hipersonik yang dimodifikasi akan bergabung bersamanya,” kata sang pakar.

(Indra Bonaparte)

 

 

 

 

 

 

 

 

(Indra Bonaparte)