Ilustrasi- Beras Oplosan

Jakarta, aktual.com – Satuan Tugas Pangan Polri menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Food Station, Karyawan Gunarso (KG), sebagai tersangka dalam perkara dugaan produksi beras yang tidak sesuai standar mutu atau yang dikenal sebagai kasus beras oplosan.

Karyawan Gunarso diperiksa bersama dua tersangka lainnya pada hari ini, Senin, 4 Agustus 2025.

“Sesuai dengan jadwal,” ujar Kepala Satgas Pangan Polri Brigadir Jenderal Helfi Assegaf melalui keterangan tertulis, Senin (4/8).

Dua tersangka lainnya adalah Direktur Operasional PT Food Station, Ronny Lisapaly, dan Kepala Seksi Quality Control PT Food Station berinisial RP. Pemeriksaan ini merupakan yang pertama kalinya sejak mereka ditetapkan sebagai tersangka pekan lalu.

Helfi menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap ketiganya sudah dijadwalkan sejak pagi.
“Panggilan pukul 10.00,” ucapnya.

Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh Satgas Pangan Polri. Mereka adalah petinggi PT Food Station (FS), produsen merek beras Setra Ramos Merah, Setra Ramos Biru, dan Setra Pulen.
“Penyidik telah menemukan dua alat bukti untuk meningkatkan status tiga orang karyawan PT FS sebagai tersangka,” kata Helfi dalam konferensi pers di gedung Bareskrim Polri, Jumat (1/8).

Dalam proses penyidikan, polisi menyita total 132,65 ton beras. Rinciannya, 127,3 ton merupakan kemasan 5 kilogram dari berbagai merek beras premium produksi PT FS, dan 5,35 ton dalam kemasan 2,5 kilogram.

Ketiga tersangka dinilai telah melanggar Pasal 62 juncto Pasal 8 Ayat 1 huruf A dan F Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena menjual produk beras yang tidak sesuai dengan standar mutu yang tercantum dalam label kemasan.

Selain itu, mereka juga dijerat dengan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Para tersangka diancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar sesuai Pasal 62 UU Perlindungan Konsumen.
“Serta hukuman pada Undang-Undang TPPU selama 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar,” ujar Helfi.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain