Apakah ST Burhanuddin berpeluang mencatat sejarah menjadi Jaksa Agung pertama pada era reformasi yang menjabat dua periode berturut-turut, dengan presiden yang berbeda. Berulang kali diterpa isu reshuffle, Burhanuddin masih menyandang status penuntut umum tertinggi jelang 1 tahun usia kabinet Presiden Prabowo Subianto. Mampukah sosok berkumis tebal itu mencetak sejarah?
Tanpa perlawanan Yusril Ihza Mahendra, boleh jadi Hendarman Supandji mencatat Jaksa Agung pertama pada era reformasi yang menjabat dua periode berturut-turut. Sekalipun kontroversial, putusan MK pada 2010 yang mengabulkan sebagian gugatan Yusril menyebutkan pengangkatan Hendarman tidak sah lantaran belum dilantik dalam kabinet Presiden SBY jilid II.
Hendarman lengser secara kontroversial. Putusan MK Nomor 49/PUU-VIII/2010 menyatakan jabatan anggota kabinet berakhir bersamaan dengan masa periode presiden. Sejak itu, Jaksa Agung hanya dijabat paling lama satu periode pemerintahan.
Basrief Arief menjabat Jaksa Agung definitif menggantikan Hendarman hingga berakhirnya masa pemerintahan periode kedua Presiden SBY. Periode pertama Presiden Jokowi, kursi panas Jaksa Agung dijabat HM Prasetyo dan dilanjutkan ST Burhanuddin sejak 2019 hingga kini.
Baca Juga:
Kabar Kocok Ulang Orang Nomor Satu Di Korps Adhyaksa Bergulir
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai reshuffle Jaksa Agung bukan hal yang luar biasa kalau dilakukan sekarang ini. “Itu hak preogatif presiden. (Jaksa Agung) mau diganti juga tidak apa-apa,” ujarnya, di Jakarta, Jumat (8/8).
Sekalipun dipersepsikan mampu mengungkap perkara-perkara korupsi dengan nilai kerugian negara fantastis, secara kinerja, Fickar menilai, Burhanuddin patut dikritisi. Dengan begitu, besarnya angka kerugian negara dalam pengungkapan perkara Benny Tjokro, korupsi timah hingga oplos pertamax Pertamina, belum menandakan Korps Adhyaksa mampu merebut sepenuhnya simpati publik.
Fickar menjadikan pemberian amnesti dan abolisi yang dilakukan Prabowo belum lama ini sebagai bukti buruknya kinerja penegakan hukum. Kendati kebijakan itu merupakan prerogatif presiden, secara telak justru menyimpulkan adanya persoalan. Kejagung yang dipimpin Burhanuddin, ikut ambil bagian baik sebagai penyidik maupun penyidik dan penuntut umum.
“Tidak ada hal yang menarik dari kinerjanya,” seloroh Fikar. “(Pemberian) amnesti dan abolisi itu indikator cara bekerja yang kurang baik,” tuturnya.
Baca Juga:
Jaksa Agung Bantah Soal Isu Mengundurkan Diri
Dia menekankan, reshuffle tak mutlak memerhatikan kinerja angota kabinet, termasuk Jaksa Agung di dalamnya. Lagi pula, dirinya menilai, kinerja bombastis Kejagung tak lepas dari pengaruh politis.
“Tidak ada urusan dengan kinerja, kalau presiden mau ganti jika dianggap menimbulkan kegaduhan ya sah saja,” bebernya.
Ketika Presiden Prabowo hendak membentuk kabinet, gonjang-ganjing siapa yang menjabat Jaksa Agung berakhir dengan kemunculan ST Burhanuddin mengikuti pembekalan di Hambalang, Bogor, Jabar, pada 16 Oktober 2024. Empat hari kemudian, Prabowo mengumumkan Burhanuddin menjabat Jaksa Agung.
Menghapus Jejak Intervensi Jokowi di Kejaksaan Agung
Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi (KOSMAK) Ronald Loblobly melihat, selama satu dekade periode Presiden Joko Widodo (Jokowi) adanya campur tangan politik yang vulgar dalam proses hukum, dan dapat merusak indepedensi peradilan serta mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan.
“Ditengah-tengah dinamika politik yang sarat kepentingan, hukum seolah-olah kehilangan esensinya sebagai instrumen keadilan dan berubah menjadi alat kekuasaan, sebagaimana yang dialami oleh Tom Lembong,” kata Ronald dalam keterangannya, Rabu (7/8/2025).
Baca Juga:
Penggeledahan Rumah Jampidsus, Bukan Sekedar Kabar Miring
Menurutnya, setelah pemberian abolisi kepada Tom Lembong, saat ini asa masyarakat kini berharap penuh kepada Presiden Prabowo Subianto untuk dapat melanjutkan pembersihan praktik mafia hukum di tubuh Kejaksaan Agung.
Pembersihan dugaan praktik mafia hukum di tubuh Kejagung, menurutnya dapat dilakukan dengan mencopot Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Jampidsus Febrie Adriansyah dari jabatannya.
Artikel ini ditulis oleh:
Erwin C Sihombing
Eka Permadhi

















