Kantor Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Jl.RP. Soeroso, Menteng, Jakarta. Aktual/DOK ANTARA

Jakarta, aktual.com – Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara, Joao Angelo De Sousa Mota, membeberkan alasan di balik pengunduran dirinya dari jabatan tersebut. Salah satu faktor utama adalah sistem birokrasi di BPI Danantara yang menurutnya berbelit-belit dan justru menghambat percepatan program pangan nasional.

“Danantara dibentuk sebagai suatu badan baru untuk mempercepat atau mempersingkat proses-proses kegiatan yang sifatnya lebih kepada bisnis, bukan lagi membangun suatu birokrasi yang sangat panjang berbelit-belit, yang hampir tidak mungkin kita wujudkan,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (11/8).

Joao mengaku frustrasi dengan lambannya proses administratif di Danantara. Alih-alih menjadi katalisator proyek strategis, badan tersebut dinilainya malah menjadi penghambat. Ia mencontohkan, selama enam bulan menjabat, pihaknya sudah diminta empat kali untuk membuat laporan feasibility studies (FS) oleh Danantara. Bahkan, anggaran untuk perusahaan belum cair sama sekali.

“Itulah birokrasi-birokrasi yang masih tetap dipertahankan dan dipraktikkan di dalam Danantara, sehingga sampai hari ini pun kami masih dimintakan lagi FS yang sampai hari ini mungkin sudah ketiga atau keempat kali yang kami serahkan,” katanya.

Menurut Joao, praktik tersebut bertolak belakang dengan mandat Presiden untuk memangkas prosedur yang menghambat. Ia menyayangkan sikap Danantara yang dinilai tidak sejalan dengan keseriusan Presiden mendorong kedaulatan pangan.

“Presiden yang ingin memotong atau mempercepat administrasi itu yang selama ini menghambat di mana para pembantunya selalu bilang ‘iya Pak’, tapi tidak ada yang mengeksekusi dan kita bertelit-telit dan tidak fokus,” ucapnya.

Merasa malu karena tak mampu memberi kontribusi nyata, Joao memilih mundur sebagai bentuk pertanggungjawaban. “Saya sangat malu memimpin perusahaan ini selama enam bulan tanpa bisa berkontribusi. Saya tidak mau menyalahkan anak buah, karena kegagalan ini adalah tanggung jawab saya sebagai pemimpin,” ujarnya.

Joao mengakui dirinya tidak cocok bekerja dalam sistem birokrasi berbelit. Sebagai pengusaha swasta, ia terbiasa bekerja cepat, taktis, dan berorientasi pada profit. Daripada terus berada di posisi yang tidak memberi dampak signifikan bagi industri pangan nasional dan kesejahteraan petani, ia memilih mundur.

“Budaya ini ternyata sangat jauh daripada apa yang kami praktikkan selama ini. Sehingga saya melihat semangat dan keseriusan Pak Prabowo untuk mewujudkan itu yang luar biasa tidak didukung oleh para pembantu-pembantunya termasuk Dananya masih terbelenggu dengan administrasi yang sangat panjang, rumit bertumpang tinggi dan tidak pernah selesai. Sehingga sudah 6 bulan kami masih belum bisa melakukan apapun,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain