ilustrasi limbah puntung rokok/ist

Oleh: Pengamat Kebijakan Publik dan Pakar Ekonomi Kesehatan, Risky Kusuma Hartono

Jakarta, aktual.com – Peredaran rokok ilegal di Indonesia sebenarnya relatif kecil jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Survei yang dilakukan Universitas Gadjah Mada pada 2023 menunjukkan prevalensinya hanya sekitar 6,8 persen. Jika menengok lima tahun ke belakang, prevalensi rokok ilegal di Indonesia pernah mencapai 12,14 persen sebelum akhirnya turun menjadi 6 persen. Angka ini masih cukup terkendali dibandingkan negara-negara lain. Dari berbagai sumber data sekunder menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal di negara-negara ASEAN masih di atas 10 persen, seperti pada Malaysia (55 persen; 2023), Filipina (16 persen; 2018), dan Vietnam (13,72 persen; 2017). Tentu hal ini menjadi sebuah apresiasi atas kerja keras Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Republik Indonesia yang secara konsisten dan aktif melakukan penindakan di berbagai daerah. Namun, angka 6 persen tersebut bukan berarti diabaikan begitu saja, sebab peredaran rokok ilegal tetap membawa dampak serius bagi kesehatan dan perekonomian.

Sumber peredaran rokok ilegal di Indonesia cukup beragam. Sebagian potensinya dapat berasal dari industri kecil yang belum memahami bahwa rokok merupakan barang kena cukai. Selain itu, potensi berikutnya dapat berasal dari oknum industri besar yang secara sengaja mengedarkan merek-merek rokok ternama tanpa pita cukai untuk memperluas pemasarannya kepada masyarakat dengan harga yang lebih murah. Hasil wawancara kepada pemilik warung rokok, bagian dari studi Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) yang menelisik densitas warung rokok di sekitar sekolah, menjelaskan bahwa pemilik juga ditawarkan untuk menjual rokok ilegal oleh oknum, sehingga rokok ilegal banyak tersebar di warung-warung madura.

Ditambah lagi, potensi produk impor rokok ilegal menjadi masalah tersendiri. Produk rokok ini bisa masuk melalui pelabuhan, jalur udara, atau bahkan dipasarkan secara daring melalui marketplace dan media sosial. Fenomena penjualan rokok ilegal secara online masih marak terjadi, sehingga pengawasan di kanal digital masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia.

Di tengah perkembangan teknologi dan mekanisasi industri, pemerintah juga perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap bentuk-bentuk baru rokok elektronik yang semakin beragam, mulai dari produk yang menyerupai flashdisk, pulpen, hingga perangkat game watch. Produk-produk ini berpotensi masuk tanpa terdeteksi atau bahkan tanpa dikenai cukai. Peredarannya dapat dikenali sebagai barang legal yang tidak dianggap rokok (sehingga tidak dikenakan cukai oleh pemerintah) maupun produk ilegal. Jika dibiarkan, ancaman ini tidak kalah serius dibandingkan peredaran rokok konvensional yang ilegal.

Sekecil apapun persentasenya, peredaran rokok ilegal merugikan negara dan membahayakan masyarakat. Dari sisi kesehatan, selain mengandung zat berbahaya yang sama dengan rokok legal, rokok ilegal berpotensi mengandung bahan tambahan yang lebih berbahaya, termasuk narkotika. Selain itu, perkembangan berbagai macam produk rokok elektronik yang dikembangkan dari berbagai negara berpotensi menarik perhatian anak-anak dan remaja. Di samping itu, harga rokok ilegal yang lebih murah membuat lebih mudah dijangkau oleh anak-anak dan remaja. Kondisi ini mengancam upaya pengendalian dari prevalensi perokok usia muda. Dari sisi ekonomi, peredaran rokok ilegal membuat konsumenterhindar dari kewajiban membayar cukai (pajak denda), padahal cukai merupakan instrumen paling efektif untuk menekan konsumsi rokok sekaligus menjadi sumber penerimaan negara.

Kerap kali peredaran rokok ilegal dikaitkan dengan kenaikan tarif cukai. Pandangan ini tentu saja tidak tepat. Tahun 2025, misalnya, meskipun Pemerintah tidak memutuskan adanya kenaikan tarif cukai, praktik peredaran rokok ilegal tetap ada. Sampai saat ini, sejauh pengetahuan penulis, belum ada penelitian yang membuktikan secara signifikan adanya hubungan langsung antara kenaikan cukai rokok dengan peredaran rokok ilegal di Indonesia. Di samping itu, tren penerimaan negara dari cukai rokok menunjukkan ke arah positif di atas angka 200 Triliun walaupun kurang optimal akibat adanya downtrading. Sebagian dari penerimaan ini dapat dialokasikan untuk penindakan rokok ilegal yang lebih masif.

Berdasarkan data DJBC 2024, pelanggaran rokok ilegal paling banyak terjadi pada jenis Sigaret Kretek Mesin, disusul Sigaret Putih Mesin. Sementara pelanggaran pada Sigaret Kretek Tangan relatif kecil, mengingat jenis ini lebih banyak diproduksi oleh industri kecil. Data ini mengindikasikan bahwa sebagian pelanggaran justru melibatkan oknum yang berasal dari industri besar. Tren penindakan rokok ilegal yang terus meningkat sejak 2021 hingga 2023 patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melindungi masyarakat dari bahaya produk nikotin. Pelantikan Direktur DJBC tahun 2025 yang berasal dari unsur TNI di era Presiden Prabowo juga memperlihatkan komitmen penindakan rokok ilegal yang lebih kuat. Ini mengindikasikan komitmen yang kuat oleh pemerintah untuk menjaga peran cukai sebagai solusi ganda, yakni mengendalikan konsumsi rokok sekaligus menjaga penerimaan negara.

Sayangnya, peran masyarakat masih belum optimal. Tingkat pelaporan pelanggaran oleh masyarakat masih rendah dan perlindungan terhadap pelapor juga belum maksimal. Sebagian masyarakat mungkin belum sepenuhnya memahami pentingnya penindakan rokok ilegal. Dalam hal ini, selain Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah juga memegang peran strategis. Perangkat daerah seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dapat memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk melakukan sosialisasi dan penindakan yang lebih efektif. Slogan “Gempur Rokok Ilegal” yang telah diadopsi beberapa daerah bisa dijadikan contoh untuk digerakkan oleh Pemerintah Daerah lain maupun secara nasional. Penegakan hukum juga seharusnya tidak hanya berhenti pada penyitaan barang atau pemberian teguran, tetapi dilengkapi dengan sanksi tegas berupa denda atau hukuman sosial untuk memberi efek jera kepada para pelaku.

Pemerintah pusat dan daerah perlu terus mempelajari berbagai modus baru penyelundupan dan penjualan terselubung yang terjadi di negara lain, agar dapat dijadikan strategi pencegahan dan teknik penindakan yang lebih efektif di masa depan. Penegakan hukum yang tegas, pengawasan yang adaptif, dan sosialisasi yang masif adalah kunci untuk menutup celah peredaran rokok ilegal, sekaligus menjaga kesehatan publik dan mencegah kebocoran ekonomi yang merugikan negara.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain