Kashmir, Aktual.com – Setidaknya 200 orang dinyatakan meninggal dunia dan ratusan oang lainnya masih dinyatakan hilang akibat banjir bandang yang menyapu kawasan Kashmir yang dikuasai India, dalam 24 jam terakhir.
Dilansir dari ABC News, pejabat setempat menyebutkan kalau tim penyelamat mengevakuasi sekitar 1.600 orang ke tempat aman dari dua distrik pegunungan di negara tetangga. Hujan deras yang tiba-tiba terjadi di wilayah Himalaya di India dan wilayah utara Pakistan, yang rawan banjir bandang dan tanah longsor.
Para ahli mengatakan hujan badai telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sebagian karena perubahan iklim , sementara kerusakan akibat badai juga meningkat karena pembangunan yang tidak direncanakan di wilayah pegunungan.
Di Kashmir yang dikuasai India , tim penyelamat mencari orang hilang di desa terpencil Himalaya, Chositi, pada hari Jumat (15/8) setelah banjir bandang sehari sebelumnya menyebabkan sedikitnya 60 orang tewas dan sedikitnya 80 orang hilang, kata para pejabat.
Para pejabat menghentikan operasi penyelamatan pada Kamis malam (14/8), tetapi berhasil menyelamatkan setidaknya 300 orang sepanjang Kamis siang, setelah hujan deras memicu banjir dan tanah longsor. Para pejabat mengatakan banyak orang hilang diyakini telah tersapu banjir.
Harvinder Singh, penduduk setempat, bergabung dalam upaya penyelamatan segera setelah bencana dan membantu mengeluarkan 33 jenazah dari dalam lumpur, katanya.
Setidaknya 50 orang yang mengalami luka parah dirawat di rumah sakit setempat, banyak diantaranya diselamatkan dari sungai yang dipenuhi lumpur dan puing. Pejabat penanggulangan bencana, Mohammed Irshad, mengatakan jumlah orang hilang dapat bertambah.

Untuk diketahui, Desa Chositi, di distrik Kishtwar, Kashmir, adalah desa terakhir yang dapat diakses kendaraan bermotor dalam rute ziarah tahunan umat Hindu ke kuil pegunungan di ketinggian 3 ribu meter di atas permukaan laut. Para pejabat mengatakan ziarah, yang dimulai pada 25 Juli dan dijadwalkan berakhir pada 5 September, terpaksa ditangguhkan.
Penangguhan dilakukan lantaran banjir dahsyat menyapu dapur umum utama yang didirikan untuk para peziarah, serta menghanyutkan puluhan kendaraan dan sepeda motor. Lebih dari 200 peziarah berada di dapur saat banjir terjadi, yang juga merusak atau menghanyutkan banyak rumah yang berkelompok di kaki bukit, kata para pejabat.
Salah satu korban bernama Sneha, mengatakan suami dan putrinya tersapu banjir deras dari gunung. Menurutnya, saat banjir bandang datang, mereka sedang makan di dapur umum, sementara ia dan putranya berada di dekatnya. Keluarga itu datang untuk berziarah, katanya.
Foto dan video di media sosial menunjukkan kerusakan parah dengan barang-barang rumah tangga berserakan di samping kendaraan dan rumah yang rusak di desa tersebut. Pihak berwenang membangun jembatan darurat pada Jumat (15/8) untuk membantu para peziarah yang terdampar menyeberangi saluran air berlumpur dan menggunakan puluhan alat berat untuk memindahkan batu-batu besar, pohon-pohon yang tumbang, tiang listrik, dan puing-puing lainnya.
Untuk diketahui pula, Distrik Kishtwar merupakan rumah bagi sejumlah proyek pembangkit listrik tenaga air, yang telah lama diperingatkan para ahli dapat menimbulkan ancaman terhadap ekosistem rapuh di wilayah tersebut.
Di Pakistan utara dan barat laut, banjir bandang juga menewaskan sedikitnya 164 orang dalam 24 jam terakhir, termasuk 78 orang yang meninggal di Distrik Buner yang dilanda banjir di Pakistan barat laut pada Jumat. (15/8)
Puluhan orang terluka akibat banjir yang menghancurkan rumah-rumah di desa-desa di Distrik Buner, tempat pihak berwenang mengumumkan keadaan darurat pada hari Jumat. Ambulans telah mengangkut 56 jenazah ke rumah sakit setempat, menurut pernyataan pemerintah.
Tim penyelamat mengevakuasi 1.300 wisatawan yang terlantar dari distrik pegunungan Mansehra yang dilanda tanah longsor pada Kamis (14/8). Setidaknya 35 orang dilaporkan hilang di area tersebut, menurut pejabat setempat.
Tim penyelamat yang didukung oleh perahu dan helikopter berupaya menjangkau warga yang terlantar. Puluhan desa masih hilang dan jumlah korban tewas kemungkinan akan bertambah, kata Kashif Qayyum.
Lebih dari 477 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, tewas dalam insiden terkait hujan di seluruh negeri sejak 26 Juni, menurut Otoritas Manajemen Bencana Nasional.
Korban tewas juga dilaporkan dari berbagai wilayah Pakistan pada Kamis (14/8). Bilal Faizi, juru bicara layanan darurat provinsi di Khyber Pakhtunkhwa, mengatakan tim penyelamat bekerja berjam-jam untuk menyelamatkan 1.300 wisatawan setelah mereka terjebak banjir bandang dan tanah longsor di Lembah Siran di Distrik Mansehra pada hari Kamis.
Wilayah Gilgit-Baltistan telah dilanda beberapa banjir sejak Juli, memicu tanah longsor di sepanjang Jalan Raya Karakoram, rute perdagangan dan perjalanan utama yang menghubungkan Pakistan dan Tiongkok, yang digunakan oleh wisatawan untuk bepergian ke wilayah utara yang indah. Wilayah ini merupakan rumah bagi gletser-gletser indah yang menyediakan 75 persen pasokan air Pakistan .
Badan penanggulangan bencana Pakistan telah mengeluarkan peringatan baru terkait banjir akibat luapan danau glasial di wilayah utara, dan memperingatkan para pelancong agar menghindari wilayah terdampak.
Sebuah studi yang dirilis minggu ini oleh World Weather Attribution, sebuah jaringan ilmuwan internasional, menemukan bahwa curah hujan di Pakistan dari 24 Juni hingga 23 Juli meningkat 10 persen hingga 15 persen akibat pemanasan global. Pada tahun 2022, musim hujan terburuk yang pernah tercatat di negara itu menewaskan lebih dari 1.700 orang dan menyebabkan kerugian sekitar 40 miliar dolar AS atau sekitar Rp 650 triliun.
Sementara itu, Perdana Menteri India Narendra Modi berjanji memberikan segala upaya dan bantuan bagi korban. Kepala Menteri Kashmir, Omar Abdullah, menyebut kabar ini ”suram” dan pihaknya akan mengerahkan seluruh sumber daya untuk operasi penyelamatan.
Banjir ini menjadi yang kedua mematikan di India bulan ini, setelah pada 5 Agustus lalu banjir besar di Dharali, Uttarakhand, menewaskan lebih dari 70 orang. Para ahli menilai perubahan iklim dan pembangunan yang buruk memperparah frekuensi serta intensitas bencana banjir dan tanah longsor di musim monsun.
(Indra Bonaparte)

















