Jakarta, aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai membongkar skandal dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023–2024 yang nilainya ditaksir mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan lembaganya membuka pintu selebar-lebarnya bagi jamaah haji 1445 Hijriah/2024 Masehi yang bersedia memberikan kesaksian. “Bisa disampaikan melalui saluran pengaduan masyarakat,” ujar Budi saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (18/8).
Saluran yang dimaksud, kata Budi, dapat diakses melalui laman https://kws.kpk.go.id/, call center 198, maupun melalui surat elektronik ke [email protected]. “Informasi ini bisa menjadi pengayaan bagi proses penyidikan yang sedang dilakukan KPK,” tegasnya.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, sebelumnya menegaskan pihaknya membutuhkan keterangan langsung dari jamaah. Fokus penyidik adalah pada jamaah haji yang mengalami ketidaksesuaian pelayanan dengan jenis haji yang dipilih.
“Misalnya yang mendaftar haji khusus, tapi mendapatkan layanan haji reguler. Atau jamaah furoda yang justru diperlakukan sebagai haji reguler maupun khusus. Mereka ini kunci untuk membuka konstruksi perkara,” jelas Asep, Kamis (14/8).
KPK resmi mengumumkan penyidikan kasus ini pada 9 Agustus 2025, setelah memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dua hari sebelumnya. Hasil penghitungan awal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersama KPK menaksir kerugian negara mencapai Rp1 triliun lebih.
Tak berhenti di situ, KPK juga sudah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut.
Skandal ini kian panas setelah Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI menemukan adanya pelanggaran regulasi terkait pembagian kuota tambahan haji dari Pemerintah Arab Saudi. Dari 20.000 kuota tambahan, Kemenag membagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 secara tegas mengatur komposisi kuota haji: 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.
Dengan demikian, keputusan Kemenag dinilai melanggar hukum sekaligus membuka ruang praktik penyalahgunaan kuota yang kini tengah diusut KPK.

















