Jakarta, Aktual.com – Suara klakson meraung tiada henti. Jalanan ibu kota berubah menjadi lautan hijau-hitam. Ribuan pengemudi ojek online (ojol) tumpah ruah pada Jumat (29/8), mengiringi Affan—sosok yang bagi komunitas ojol bukan sekadar nama, melainkan simbol perjuangan.

Pemandangan itu membuat lalu lintas tersendat. Namun, tak ada kemarahan. Sebaliknya, warga yang melihat justru merekam dengan ponsel mereka. Dari trotoar, tepuk tangan sesekali terdengar, seolah mengakui sebuah peristiwa yang tak biasa: solidaritas jalanan yang menguasai kota.

Gelombang Hijau-Hitam

Sejak pagi, titik-titik kumpul ojol di Jakarta mulai ramai. Perlahan, jumlahnya membengkak menjadi ribuan. Mereka datang dengan seragam aplikasi, sebagian membawa bendera komunitas, sebagian lain mengibarkan poster bertuliskan: “Bersama Affan, Suara Ojol Hidup”.

Dari atas jembatan penyeberangan, terlihat barisan motor merayap panjang sejauh mata memandang. Klakson ditiup ritmis, membentuk irama solidaritas. “Kami tidak dibayar untuk ini. Kami datang karena hati,” kata Yanto (37), pengemudi ojol asal Bekasi.

Siapa Affan?

Di luar komunitas, nama Affan mungkin asing. Namun, di kalangan ojol, ia adalah tokoh yang kerap berada di garis depan memperjuangkan hak-hak mereka. Affan dikenal kritis terhadap kebijakan tarif yang dianggap merugikan pengemudi, vokal dalam menuntut jaminan sosial, hingga berani bersuara saat perusahaan aplikasi melakukan pemotongan insentif sepihak.

Bukan sekali dua kali Affan turun langsung ke lapangan. Ia ikut berorasi, bahkan menenangkan massa saat aksi berpotensi ricuh. “Dia tidak pernah minta dipanggil pemimpin. Tapi bagi kami, dia pemimpin moral,” ujar Siti (29), pengemudi ojol perempuan.

Klakson Sebagai Bahasa Perlawanan

Fenomena ribuan ojol ini bukan hanya ekspresi emosional, tapi juga bentuk komunikasi politik. Klakson yang bersahutan menjadi bahasa perlawanan, tanda bahwa ada keresahan mendalam yang selama ini diabaikan.

Aktivis buruh menilai aksi ini sebagai peringatan bagi perusahaan aplikasi dan pemerintah. “Solidaritas ribuan ojol yang bergerak bersama menunjukkan bahwa pekerja sektor informal memiliki kekuatan politik nyata. Jika aspirasi mereka tidak direspons, potensi gejolak lebih besar bisa terjadi,” kata Faisal Arif, pengamat ketenagakerjaan kepada Aktual.com.

Lebih dari Sekadar Konvoi

Peristiwa ini menunjukkan bahwa komunitas ojol bukan hanya sekadar pengendara yang bersaing mencari order. Mereka bisa melebur dalam solidaritas, menanggalkan persaingan demi kebersamaan.

Dampak sosialnya pun terasa: jalanan mendadak sunyi dari kemacetan khas klakson mobil, digantikan oleh dentuman serempak dari ribuan motor yang melaju. Sebuah ironi—bahwa suara mereka baru terdengar ketika disatukan dalam kebisingan.

Ketika kota dikuasai klakson, pesan yang tersampaikan bukan sekadar kebisingan, melainkan seruan solidaritas. Ribuan ojol yang bersatu untuk Affan menandai babak baru perjuangan kelas pekerja daring: bahwa di balik layar aplikasi, ada kekuatan sosial yang siap mengguncang kota jika merasa tak didengar.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain