Jakarta, Aktual.com – Serangkaian aksi demonstrasi berlangsung anarkis sejak Senin (25/8) hingga berita ini ditulis, Sabtu (30/8). Bentrokan massa dengan aparat polisi, perusakan fasilitas umum, penjarahan, pembakaran mobil, hingga pembakaran gedung milik pemerintah terjadi sepanjang satu minggu kemarin. Tak hanya di Jakarta, aksi anarkis menjalar cepat di berbagai daerah.
Seolah tengah memperlihatkan kemarahan rakyat yang selama ini terpendam, time line media sosial secara berkesinambungan menampilkan aksi-aksi anarkis tersebut selama 24 jam tak henti. Kita pun hanya bisa tertegun menonton beragam aksi yang menyebabkan sejumlah orang terluka parah bahkan meninggal dunia.
Analis komunikasi politik dari Visi Indonesia Strategis Abdul Hamied menyampaikan, awal masalah dari peristiwa tersebut adalah kegagapan dan kepongahan sejumlah anggota DPR dalam menyikapi kritik dari masyarakat.
Menurut Hamied, di tengah isu kenaikan PBB, anggaran daerah yang berkurang, harga pangan dan barang-barang naik, muncul usulan kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR yang menyebabkan munculnya ajakan demonstrasi dengan hastag #bubarkandpr di media sosial X dan TikTok.
Sayangnya, kekecewaan rakyat ini direspons secara pongah oleh sejumlah anggota DPR seperti Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dari Partai Golkar, Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni dari Partai NasDem, Sekjen PAN Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya) dari PAN, Dedy Sitorus dari PDIP, dan Nafa Urbach dari Partai NasDem.
“Ahmad Sahroni sampai menyebut tolol ajakan #bubarkandpr, Eko Patrio joged-joged seolah menantang. Ini membuat rakyat semakin berada di titik klimaks kemarahannya,” papar Hamied.
Baca Juga:
Hindari Darurat Militer, Setop Penjarahan!
Eskalasi aksi demo menjadi sangat liar ketika pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan meninggal dunia karena sikap represif aparat kepolisian, hingga terlindas mobil barakuda Brimob Polri. Rakyat yang sudah muak dengan berbagai deretan kebijakan pemerintah dan DPR pun menumpahkan kemarahan dengan aksi demo anarkis yang seperti tidak mereda.
Hal sama disampaikan pakar komunikasi politik dari Pusat Polling Indonesia Chamad Hojin. Chamad menilai, aksi massa awalnya dipicu oleh pernyataan para anggota DPR yang dinilai arogan, sombong, sinis dan cenderung menantang rakyat. Hal ini sangat kontras saat pemilu di mana mereka meminta dukungan suara agar terpilih.
“Mereka menggunakan standar ukuran masyarakat dengan dirinya sendiri. Akibatnya apa yang diucapkan mendapat reaksi dan tanggapan yang sangat negatif,” kata Chamad.
Wajar bila publik terutama warganet marah dengan arogansi oknum-oknum DPR. Di tengah masyarakat yang masih kesulitan mencari nafkah dan lapangan kerja, pejabat tanpa empati menyatakan kewajaran kenaikan berbagai tunjangan tersebut.
“Belum lagi banyak oknum DPR yang masih terlibat dugaan berbagai kasus korupsi. Akibatnya seruan aksi di media sosial disambut oleh masyarakat yang emosional atas pernyataan pejabat yang nir empati itu,” paparnya.
Baca Juga:
Damailah! Cukup Luka, Mari Jaga Persatuan
Di sisi lain, kata Direktur Eksekutif Citra Institute Yusak Farchan, kinerja DPR juga tidak terlihat bagus di mata publik sebagai penyambung lidah rakyat. Dari segi fungsi legislasi, monitoring, dan budgeting belum menunjukkan performas yang baik.
“Kinerja DPR secara umum, baik dari legislasi, monitoring, maupun budgeting belum produktif dan berkualitas. Dari legislasi, misalnya DPR belum banyak melahirkan UU yang berkualitas. Terlihat dari uji materi di MK yang sering kali putusannya berlawanan dengan produk DPR,” papar Yusak.
Menurutnya, dalam fungsi monitoring DPR juga kurang memainkan perannya secara optimal sebagai check and balance kebijakan pemerintah. DPR yang diharapkan sebagai gerbang terakhir check and balances, malah hanya sebagai stempel pemerintah.
“Meskipun pemerintah berkepentingan DPR menjadi stempel, tapi ini soal bagaimana demokrasi bekerja. Itulah keresahan yang dibahasakan publik dengan aksi demo. Mestinya dengan kinerja yang belum optimal itu DPR menunjukkan sensitifitasnya dengan tidak menambah tunjangan, minimal jangan naik gaji dan tunjangannya. Apalagi, selain gaji dan tunjangan, anggota DPR juga dapat dana reses yang sangat besar per tahunnya,” ungkap Yusak.
Abdul Hamied menyampaikan, sangat tidak pantas DPR mendapat tambahan tunjangan dan fasilitas mewah lainnya di saat belum menunjukkan performas sesuai harapan publik. Pun, bila kinerjanya bagus, kenaikan tunjangan tidak tepat momentumya.
“Tidak pantas memang ada tambahan tunjangan, apalagi baru dilantik baru beberapa bulan, juga belum tunjukkan performa apapun. Apalagi, di awal-awal banyak buat rakyat marah dengan pembahasan RUU dan lainnya. Kalau pun kinerja bagus momentumnya tidak tepat untuk mendapat kenaikan jabatan. Dana tranfer daerah berkurang, tapi anggaran mereka naik, ini yang bikin luka rakyat,” paparnya.
Baca Juga:
DPR Digaji Rakyat, Wajib Bela Rakyat!
Wow Gak Neko Neko, Gaji Anggota DPR RI Bisa Tembus Rp400 juta lebih Tiap Bulan
Sebetulnya berapa besaran penghasilan anggota DPR per bulan, sehingga para wakil rakyat meminta kenaikan tunjangan? Besaran gaji pokok anggota DPR beserta tunjangannya sudah dijelaskan pada surat edaran Sekretaris Jenderal DPR RI NO.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan pada surat Menteri Keuangan nomor S 520/MK.02/2015.
Gaji pokok anggota DPR juga diatur pada peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2000. Anggota DPR menerima gaji pokok yang berbeda-beda tergantung pada jabatannya. Hal sama berlaku dengan tunjangan anggora DPR.
Berdasarkan aturan tersebut besaran gaji pokok yang diterima Ketua DPR sebesar sebesar Rp5,04 juta per bulan, Wakil Ketua Rp4,62 juta, dan anggota biasa Rp4,2 juta. Selain gaji tersebut, anggota DPR juga menerima beragam tunjangan, seperti tunjangan jabatan, tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan anak, tunjangan istri/suami, uang sidang, asisten rumah tangga, bantuan listrik dan telepon, tunjangan beras, serta tunjangan pajak penghasilan (PPh) 21.
Kombinasi inilah yang membuat penerimaan anggota DPR sesungguhnya menjadi Rp55-66 juta per bulan. Angka ini melonjak menembus lebih dari Rp100 juta per bulan di periode 2024-2029.
Pada periode 2024-2029, anggota DPR mendapat tambahan tunjangan sewa rumah, mengingat mereka tidak lagi mendapat fasilitas rumah jabatan anggota (RJA). Surat Sekretariat Jenderal DPR Nomor B/733/RT.01/09/2024 mengatur bahwa setiap anggota DPR berhak atas tunjangan sewa rumah sebesar Rp50 juta per bulan.
Dengan jumlah anggota sebanyak 580 orang, untuk membiayai tunjangan sewa rumah Negara harus mengeluarkan anggaran sekitar Rp29 miliar per bulan, atau setara Rp1,74 triliun selama satu periode masa jabatan lima tahun.
Baca Juga:
Mengapa dan Siapa di Balik Aksi Anarki Jelang Satu Tahun Pemerintahan Prabowo?
Lalu, apakah anggota DPR hanya menerima Rp100 jutaan per bulan? Ternyata, wakil rakyat masih memperoleh pendapatan lain dari alokasi anggaran masa reses. Berdasarkan Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, masa reses adalah masa DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja.
Kegiatan reses, yang bertujuan menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala, serta menampung dan menindaklanjuti aspirasi maupun pengaduan masyarakat, merupakan salah satu kewajiban DPR yang termaktub di UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Selain itu, kunjungan kerja dalam masa reses—ada pula yang dikerjakan saat masa sidang—merupakan bentuk fungsi representasi rakyat sesuai peraturan tata tertib dan pertanggungjawaban kerja DPR kepada masyarakat di tiap daerah pemilihan anggota.
Pada dasarnya, kunjungan kerja terbagi menjadi tiga, di antaranya yakni: Kunjungan kerja ke daerah pemilihan pada masa reses (4-5 kali dalam setahun persidangan). Kunjungan kerja ke daerah pemilihan pada masa reses atau pada masa sidang (1 kali dalam setahun). Dan, kunjungan kerja ke daerah pemilihan di luar masa reses dan di luar sidang (8 kali dalam setahun).
Durasi kunjungan kerja pada masa reses berkisar dari lima hingga 30 hari sesuai dengan agenda yang ditetapkan. Sementara kunjungan kerja di luar masa reses dan masa sidang diatur paling lama tiga hari.
Besaran anggarannya beragam dan tidak banyak berubah sejak 2022 hingga 2025. Mengacu pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) DPR periode 2025, anggaran yang disediakan untuk masa reses adalah sebagai berikut.
Kunjungan kerja ke daerah pemilihan pada masa reses (4-5 kali dalam setahun persidangan) Rp1,37 triliun. Bila dibagi 580 anggota DPR maka masing-masing mendapatkan Rp2,36 miliar per tahun, atau Rp472 juta per kegiatan.
Baca Juga:
Gibran Absen, Prabowo Tegaskan Negara Siaga Hadapi Ancaman Makar
Kunjungan kerja ke daerah pemilihan pada masa reses atau pada masa sidang (satu kali dalam setahun) Rp140,5 miliar. Bila dibagi 580 anggota DPR maka masing-masing mendapatkan Rp 240 juta per tahun.
Kunjungan kerja ke daerah pemilihan di luar masa reses dan di luar sidang (8 kali dalam setahun) Rp868,4 miliar. Bila dibagi 580 anggota DPR maka masing-masing mendapatkan Rp1,5 miliar per tahun atau Rp187,5 juta per kegiatan
Anggaran ini belum termasuk dana rumah aspirasi di masing-masing daerah pemilihan yang besarannya sebesar Rp150 juta per anggota per tahun.
Maka, kisaran angka yang diterima para anggota DPR untuk menyerap aspirasi masyarakat mencapai Rp4,2 miliar per tahun. Bila ditambahkan dengan gaji dan tunjangan yang mencapai Rp100 jutaan per bulan (Rp1,2 miliar per tahun), berarti selama satu tahun anggota DPR mengantongi pendapatan Rp5,4 miliar per tahun.
Bila dihitung pendapatan total Rp5,4 miliar dibagi 12 bulan, maka anggota DPR memperoleh penghasilan sebesar Rp450 juta per bulan. Angka fantastis yang didapatkan wakil rakyat di mana penghasilan rakyatnya secara UMR di DKI Jakarta saja masih di angka sekitar Rp5,4 juta per bulan. Atau berbanding 84 kali penghasilan UMR warga DKI Jakarta selama satu bulan.
Artikel ini ditulis oleh:
Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi


















[…] Kebijakan Seharga Nyawa? PDIP Minta Maaf Soal Deddy Sitorus dan Sadarestuwati DPR Pongah, Kinerja Buruk dan Penghasilan Selangit Bikin Rakyat Murka KPK Temui Perwakilan Pati: Penyidikan Perkara Masih Berproses Propam Polri Akan […]