Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan. ANTARA/HO-Kemenko Polkam.

Terhitung sejak tanggal 25 Agustus aksi unjuk rasa menyelimuti Ibu Kota Jakarta yang ditandai dengan kericuhan. Akan tetapi kejadian pada tanggal tersebut tidaklah bertahan lama.

Bahkan malam kelabu di Ibu Kota kembali menyisakan luka. Kerusuhan yang pecah di depan Gedung DPR RI pada 28 Agustus 2025 merenggut nyawa seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan 21 tahun yang tewas dilindas oleh kendaraan barracuda milik Brimob Polda Metro Jaya.

Seperti diketahui, bahwa Affan sendiri merupakan tulang punggung bagi keluarga. Dengan tewasnya Affan menjadi luka mendalam di dalam sanubari keluarga.

Ironisnya, tragedi itu terjadi ketika Menko Polhukam Budi Gunawan, tokoh yang semestinya menjadi poros koordinasi keamanan, tidak hadir di lapangan. Absennya figur kunci ini memantik tanya: apakah negara benar-benar hadir ketika warganya berteriak mencari keadilan?

Peristiwa awal demonstrasi berlangsung damai. Ratusan pengemudi ojol berorasi, menuntut perlindungan hukum dan keadilan dalam sengketa transportasi daring. Namun, jelang malam, situasi memanas. Polisi berusaha membubarkan massa dengan water cannon dan gas air mata.

Di tengah kekacauan, sebuah kendaraan taktis lapis baja Brimob Polda Metro Jaya melaju kencang di ruas Palmerah. Affan, yang terjebak dalam kerumunan, tak sempat menghindar. Tubuhnya digilas mobil berat berlapis baja itu. Jeritan massa pun pecah, dan situasi makin tak terkendali.

“Itu bukan sekadar kecelakaan, itu kelalaian yang menelan nyawa,” kata Dedi Gunawan, salah satu rekan ojol korban.

Dalam sistem pemerintahan, Menko Polkam merupakan aktor sentral yang mengkoordinasikan Polri, TNI, hingga BIN saat krisis keamanan. Namun pada malam genting itu, Budi Gunawan tidak terlihat sama sekali.

Akhirnya, Polri harus mengambil alih kendali langsung. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun ke RSCM untuk menemui keluarga korban dan meminta maaf secara pribadi.

Langkah tersebut diapresiasi publik, tetapi tetap menyisakan tanda tanya: mengapa koordinasi nasional seolah berjalan tanpa komando?

Reaksi Publik dan Gelombang Solidaritas

Keesokan harinya, ratusan ojol kembali menggelar aksi solidaritas di berbagai titik, dari Palmerah hingga Bundaran HI. Spanduk bertuliskan “Keadilan untuk Affan” dan “Stop Kekerasan Aparat” membanjiri jalanan.

Di media sosial, tagar #AffanKurniawan menduduki trending topic. Kritik deras mengalir pada pemerintah yang dianggap gagal menjaga warganya.

“Negara ini butuh kehadiran nyata, bukan sekadar pernyataan belasungkawa,” ujar akademisi politik UI, Prof. Siti Anindya, menilai absennya Menko Polhukam sebagai “cermin lemahnya sense of crisis”.

Dua hari setelah insiden, Budi Gunawan akhirnya angkat bicara. Ia menyampaikan duka cita, meminta Polri mengusut tuntas, serta mengimbau aparat lebih humanis. Namun, pernyataan itu dianggap terlambat.

Menurut pengamat keamanan Andi Widjajanto, pola komunikasi krisis seharusnya langsung muncul “di detik pertama” untuk menenangkan publik.

“Ketika Menko Polhukam tidak hadir, publik menilai negara tidak hadir. Itu bahaya untuk legitimasi pemerintahan,” kata Andi.

Jalan Panjang Penegakan Hukum

Kerusuhan yang melibatkan aparat dan rakyat bukan hal baru di Indonesia. Dari tragedi Mei 1998, bentrok Papua 2019, hingga reformasi UU Cipta Kerja 2020, pola yang sama berulang: ketiadaan koordinasi di tingkat elit membuat aparat di lapangan bertindak tanpa kendali. Absennya Menko Polhukam dalam momen krisis kini menambah catatan kegagalan manajemen keamanan nasional.

Polri berjanji mengusut tuntas insiden yang menewaskan Affan. Namun publik skeptis. “Sering kali, kasus seperti ini berakhir dengan impunitas. Yang dikorbankan justru anggota kecil, sementara aktor struktural tak tersentuh,” ujar Koordinator KontraS, Feri Kusuma.

Keluarga Affan pun menuntut keadilan. Istri korban, Fitri, hanya berucap lirih di depan kamera: “Suami saya pejuang nafkah. Jangan biarkan kematiannya sia-sia.”

Optimisme Menko Polhukam dan Ironi Absennya di Malam Tragedi

Pasca gelombang kerusuhan yang mengguncang Jakarta, Budi Gunawan memimpin rapat koordinasi membahas kondisi keamanan. Ia menegaskan bahwa situasi berangsur normal.

“Syukur alhamdulillah kondisi hari ini sudah semakin normal, semakin kondusif, dan ini situasi yang harus kita pertahankan bersama. Roda ekonomi dan aktivitas masyarakat mulai berjalan, dan itu wajib kita jaga terus,” ujarnya, Senin (1/9).

Ia merinci empat arahan utama Presiden Prabowo Subianto, yaitu langkah terukur menghadapi aksi anarkis, membangun diskusi di media sosial yang lebih sehat, melibatkan tokoh agama dan masyarakat untuk mendinginkan suasana, dan menyiapkan perbantuan kekuatan ke Ibu Kota bila diperlukan.

“Percayakan bahwa semua proses penanganan aspirasi berjalan sesuai hukum dan transparan,” tambahnya.

Menko juga menegaskan aparat diperintahkan bertindak tegas terhadap kelompok anarkis. “Ukuran tindakan tegas sudah dirumuskan. Aparat diperintahkan tidak ragu-ragu. Ini bukti negara hadir melindungi masyarakat,” katanya.

Penulis: Andy Abdul Hamid & Erwin C Sihombing

Artikel ini ditulis oleh:

Andry Haryanto