Jakarta, Aktual.com – Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pasca penjarahan rumahnya oleh sekelompok orang tak dikenal di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan, kembali menuai sorotan. Melalui unggahan di media sosial, Sri Mulyani mengaku menerima musibah tersebut sebagai risiko perjuangan membangun bangsa. Ia menyatakan komitmennya untuk tetap menjalankan tugas dengan menjunjung konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Namun, pernyataan tersebut justru dinilai kontradiktif dengan realitas di lapangan oleh dua organisasi yang aktif mengawal tata kelola perpajakan dan administrasi pemerintahan di Indonesia, Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) dan Perkumpulan Profesi Pengacara dan Praktisi Pajak Indonesia (P5I). Keduanya menyampaikan kritik keras terhadap gaya kepemimpinan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, dalam keterangan pers kepada aktual.com, Rabu (3/9/2025).
Ketua Umum P5I, Alessandro Rey, menyebut Sri Mulyani sebagai menteri yang tidak memahami hukum perpajakan. Menurut Rey, pendekatan fiskal yang diambil Sri Mulyani hanya berfokus pada penarikan dan peningkatan pajak, tanpa memahami kerangka hukum yang mendasarinya.
“Sri Mulyani hanya tahu menggunakan kalkulator tombol tambah dan kali, tanpa ada tombol bagi dan kurang,” kata Rey.
Rey pun menantang Sri Mulyani untuk melakukan debat terbuka mengenai tata kelola perpajakan di Indonesia, dan mengusulkan agar diskusi itu disiarkan secara langsung melalui media nasional agar publik bisa menilai langsung siapa yang berdiri di atas hukum dan siapa yang menggunakan kekuasaan secara sepihak.
Sementara itu, Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan, menyampaikan Sri Mulyani justru menjadi aktor penting dalam pembiaran pelanggaran hukum tata negara dan administrasi pemerintahan.
“Sri Mulyani ini Menteri Keuangan yang jelas-jelas berani melanggar Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan,” tegas Rinto.
Rinto mencontohkan praktik di pengadilan pajak, di mana majelis hakim dan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) secara terbuka mengabaikan keberlakuan UU Administrasi Pemerintahan dalam proses persidangan. “Dan anehnya, semua itu justru dilindungi oleh Menteri Keuangan,” ujar Rinto.
IWPI pun menilai telah terjadi otoritarianisme di bidang perpajakan, di mana setiap keberatan warga negara terhadap otoritas pajak tidak mendapat ruang yang adil, baik secara administratif maupun yudisial.
Karena itu, IWPI dan P5I mendesak Pemerintah dan DPR untuk mengevaluasi kembali peran dan kewenangan Menteri Keuangan dalam bidang perpajakan dan keuangan negara. Mereka juga menantang Sri Mulyani untuk tidak hanya membela diri di media sosial, tetapi hadir dalam forum terbuka agar publik mendapat informasi yang seimbang dan objektif.
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi

















