Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa edisi November 2024 di Jakarta, Jumat (8/11/2024)
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa edisi November 2024 di Jakarta, Jumat (8/11/2024). Aktual/HO

Jakarta, Aktual.com – Pergantian Menteri Keuangan merupakan kabar baik bagi publik. Selama ini, kebijakan anggaran di bawah Sri Mulyani Indrawati dalam APBN 2025–2026 telah berjalan berlawanan dengan amanat konstitusi.

Demikian disampaikan Kusfiardi, Analis Ekonomi Politik dan Co-Founder FINE Institute, menyikapi reshuffle Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa, Senin (8/9/2025).

Menurut Kusfiardi, Pasal 23 UUD 1945 menegaskan bahwa APBN harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun faktanya, politik anggaran belakangan lebih menekankan stabilitas fiskal ketimbang pemenuhan hak-hak dasar rakyat.

“Pasal 28H (hak atas kesehatan), Pasal 28D (hak atas pekerjaan dan penghidupan layak), Pasal 33 (penguasaan cabang produksi untuk kemakmuran rakyat), dan Pasal 34 (tanggung jawab negara atas fakir miskin dan anak terlantar) justru diabaikan,” ungkap Kusfiardi.

Terlebih, katanya, belanja sosial menyusut, subsidi dipangkas, sementara alokasi besar justru terserap ke sektor pertahanan dan proyek infrastruktur berskala besar. Hal ini, ucapnya, menimbulkan kesenjangan, padahal mandat konstitusi jelas menekankan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.

“Dengan pengangkatan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan, publik berharap politik anggaran dikembalikan ke jalur konstitusi,” ucapnya.

Menurutnya, kebijakan fiskal tidak boleh semata-mata dilihat sebagai angka defisit, target pertumbuhan, atau rating utang, tetapi sebagai instrumen utama negara untuk memenuhi amanat UUD 1945.

“APBN harus memastikan kesejahteraan, keadilan, jaminan sosial, kesehatan, dan hak atas pekerjaan bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Kusfiardi.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi