Tangkapan Layar - Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin saat memberikan paparan dalam diskusi yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu (10/9/2025). ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira
Tangkapan Layar - Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin saat memberikan paparan dalam diskusi yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu (10/9/2025). ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira

Jakarta, aktual.com – Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai reshuffle Kabinet Merah Putih, yang menggeser posisi Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa, belum menyelesaikan masalah mendasar yang sudah ada sejak lama.

“Kita sedang terjadi deindustrialisasi dini dan dramatis, 2010 manufaktur masih 22 persen GDP sekarang hanya 18,6 persen GDP. Itu pun memasukkan CPO yang raw agricultural product dan bukan manufacturer,” kata Wijayanto.

Ia menambahkan, persoalan lama tersebut terutama terkait fiskal. Hal ini terlihat dari tren penerimaan pajak yang terus menurun, dengan tax ratio kini hanya 9,6%, berada di bawah 10%.

Selain itu, pengeluaran negara juga meningkat karena banyaknya program dengan biaya besar. “Juga, pengeluaran APBN untuk membayar bunga meningkat drastis akan capai 19-29% dari spending untuk membayar bunga hutang saja. Padahal batas aman hanya 10%,” pungkasnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti rasio pembayaran utang terhadap pendapatan negara. “Sementara Debt service ratio sudah 42% dari pendapatan negara. Itu disebut sehat jika angkanya hanya 25%. Itu menunjukkan ekonomi kita sedang tidak sehat,” tuturnya.

Masalah lain yang ia soroti adalah debt to GDP ratio yang resmi tercatat 40%, hanya memperhitungkan surat utang pemerintah dan pinjaman. Namun jika ditambah dengan kewajiban lain seperti subsidi utang yang belum dibayarkan, utang transfer daerah, hingga kewajiban dana pensiun ASN, angka itu bisa naik hingga sekitar 45% bahkan 63%.

Ia menilai, untuk melakukan transformasi organisasi diperlukan figur baru yang tidak terkait dengan masa lalu. “Jika ingin mentransform organisasi, terkadang harus memasukkan orang baru yang tidak punya kaitan dengan apa-apa yang terjadi di masa lalu. Transformasi BUMN KAI bisa sukses ketika Jonan menjadi Menteri. Dia tdk punya kaitan dengan masa lalu,” tandasnya.

Meski demikian, menurutnya pergantian Sri Mulyani terlalu dini. “Masalahnya saat ini harus refinancing hutang dan terbitkan hutang baru minimal 1400 T/thn. Dalam konteks itu nama yang sudah dikenal oleh pasar akan sangat membantu,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain