Jakarta, aktual.com – Saya mengucapkan selamat kepada Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan yang baru saja dilantik Presiden Prabowo. Sebagai ekonom, dia masih kalah pamor dengan Sri Mulyani. Tentu saja dengan pertimbangan tertentu dan hak prerogatif Presiden memberikan kepercayaan kepadanya. Kita semua menaruh harapan besar agar dapat membawa angin segar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional kita.
Saya yakin, Anda belum lupa terhadap janji Presiden Prabowo saat kampanye yang lalu. Dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional kita akan mampu mencapai angka sebesar 8%. Namun sampai saat ini, belum memberikan sinyal positif yang cukup signifikan, sehingga Presiden Prabowo harus melakukan reshuffle kabinet bidang ekonomi, salah satunya adalah Menteri Keuangan dengan mengemban tugas berat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%.
Kita semua bertanya-tanya,”Apakah mungkin pertumbuhan ekonomi nasional kita sebesar 8%?”
Anda bisa lihat bahwa struktur ekonomi kita belum siap. Kontribusi sektor produktif seperti manufaktur menurun dan bergeser ke sektor jasa yang produktivitasnya rendah. Tanpa industrialisasi kuat, pertumbuhan ekonomi 8% sangat sulit dicapai. Belum lagi permasalahan kualitas SDM kita yang secara umum masih rendah.
Ekspor kita masih sangat tergantung pada batu bara, sawit dan nikel, yang mana hal ini sangat rentan terhadap fluktuasi harga global dan tekanan dari negara-negara maju (isu lingkungan, karbon, dll). Investas belum maksimal ditandai dengan realisasi FDI masih belum stabil dan cenderung masuk ke sektor-sektor padat modal bukan padat karya.
Selain itu, birokrasi, hukum dan ketidakpastian regulasi menjadi hambatan sehingga berdampak terhadap penurunan daya saing nasional kita. Kapasitas fiskal kita masih terbatas, yaitu rasio pajak kita masih rendah kisaran 10%-11% dari PDB sehingga tidak mampu mendorong pembiyaan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.
Data terakhir menunjukan bahwa Q1 2025 terjadi perlambatan ekonomi, dengan pertumbuhan tahunan yang lebih rendah dan kontraksi triwulanan sebesar –0,98 % diakibatkan oleh melemahnya konsumsi rumah tangga dan investasi. Namun, Q2 2025 mencatat pemulihan yang kuat, didukung oleh konsumsi, investasi, dan ekspor sebesar +4,04 %. Artinya, Q2 menunjukkan potensi pemulihan setelah kontraksi Q1.
Sektor-sektor seperti konsumsi, investasi, dan ekspor sudah mulai menunjukkan tren positif. Ini bisa dijadikan dasar perencanaan baik oleh pemerintah, pelaku usaha, maupun investor untuk mempertahankan dan mempercepat pemulihan. Namun, momentum ini rentan melambat jika tidak dijaga terutama karena tantangan global (perlambatan Tiongkok, ketegangan geopolitik, dll).
Bagaimana Skenario Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 8% Per Tahun ?
PDB (GDP) Indonesia tumbuh 8% per tahun secara konsisten harus ditopang oleh pertumbuhan konsumsi 6-7% dan realisasi 2024-2025 sekitar 4,8-5,2%. Investasi harus tumbuh sebesar 10-12% dan realisasi 2024-2-25 sebesar 4-5%. Ekspor neto kita harus bergerak naik sebesr 5-8% dan belanja pemerintah naik sebesar 5-6% dan realisasi 2024-2025 ±3%.
Untuk mencapai angka-angka tersebut sehingga pertumbuhan ekonomi 8% per tahun, maka Pemerintah harus mendorong seluruh komponen PDB secara simultan dengan peningkatan investasi produktif, perluasan ekspor bernilai tambah, penguatan konsumsi berbasis daya beli, belanja pemerintah yang berkualitas dan reformasi struktural & peningkatan produktivitas.
Secara teori, pertumbuhan ekonomi 8% memungkinkan dicapai. Namun, secara praktik sangat menantang karena bukan sekadar soal angka, tetapi soal transformasi struktural besar-besaran dan koordinasi lintas sektor yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan konsisten.
Pada zaman orde baru, kita pernah mencapai pertumbuhan 7% (1980-1990-an). Begitu juga saat pemerintahan SBY. Negara lain seperti Tiongkok dan India mampu tumbuh 8–10% selama dekade transformasi ekonominya. Indonesia memiliki potensi yang besar ditandai dengan bonus demografi (penduduk usia produktif melimpah hingga 2045), kekayaan alam melimpah (minerba, sawit, laut), pasar domestik besar (270+ juta penduduk) dan posisi geopolitik strategis di Asia Tenggara.
Apa Langkah Strategis Pemerintah agar pertumbuhan ekonomi Indonesia 8%?
Pada sektor SDM harus dilakukan reformasi besar-besaran pendidikan dan vokasi, pelatihan kerja berbasis industry dan upskilling digital. Pada sektor investasi dilakukan akselerasi realisasi investasi FDI dan domestik dengan menghilangkan hambatan OSS serta menjadikan sovereign wealth fund lebih aktif. Kemudian, fokus pada infrastruktur logistik, konektivitas, dan energi hijau.
Industri kita harus didorong pertumbuhan pada sektor manufaktur dan hilirisasi yang berkelanjutan. Transformasi UMKM dan sektor publik melalui digitalisasi secara komprehensif. Melakukan reformasi regulasi dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha dan investor dan mendorong pemberantasan korupsi untuk menciptakan efesiensi biaya ekonomi. Menjaga stabilitas inflasi, nilai tukar, dan defisit fiskal agar tetap kredibel di mata pelaku usaha dan investor.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Bisa jadi mungkin, tapi sangat sulit tanpa reformasi besar-besaran. Indonesia harus melakukan reformasi struktural menyeluruh dan komitmen lintas pemerintahan (pusat-daerah), pelaku usaha, dan masyarakat untuk menjadikan pertumbuhan 8% itu bukan hanya target, tetapi kenyataan yang berkelanjutan.
Oleh: Arya Palguna
Pendiri IEPR (Institue of Economic and Political Resources), konsultan strategic management officer di berbagai perusahaan dan saat ini sebagai Mahasiswa Doktoral Ilmu Ekonomi dan Manajemen Universitas Trisakti.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka Permadhi

















