Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif KPK Watch, Yusuf Sahide menyampaikan pengusutan kasus dugaan suap Presiden Direktur PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) Haji Romo Nitiyudo Wachjo atau Haji Robert kepada mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba (AGK) berjalan lambat.
“Menurut kami, pengusutan perkara ini terlalu lambat. Kasus ini kan sudah berjalan lama sejak tahun 2024 lalu, tapi hingga sekarang belum ada perkembangan berarti. KPK lambat dalam penanganannya,”papar Yusuf Sahide, kepada Aktual.com, Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan lembaganya masih menelusuri dugaan aliran dana miliaran rupiah dari Haji Robert kepada AGK. KPK menduga kuat, pemberian uang itu diduga terkait pengurusan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Maluku Utara. AGK dalam kasus tersebut berstatus tersangka. AGK juga menjadi tersangka dalam kasus pencucian uang (TPPU) senilai lebih dari Rp100 miliar.
Baca juga:
SOROTAN: KPK Tak Boleh Terkubur Bersama AGK, Bongkar Korupsi Tambang Malut!
Menurut Yusuf, meski penanganannya berjalan lambat KPK Watch mengapresiasi KPK yang tidak menutup kasus-kasus tersebut seusai meninggalnya AGK pada 14 Maret 2025 lalu. Karena, pemberian apapun terhadap pejabat negara, dikategorikan sebagai suap atau gratifikasi.
“Patut diduga di mana seorang pengusaha memberikan sesuatu, apalagi saat itu AGK posisinya sebagai gubernur. Seorang pejabat negara memang tidak boleh menerima apapun dari pengusaha, karena pemberian apapun yang berkaitan dengan jabatan dianggap sebagai gratifikasi yang dapat menjadi suap dan melanggar undang-undang pemberantasan korupsi,” tegas Yusuf.
Yusuf menyampaikan, pemberian apapun bentuk dan alasannya kepada pejabat negara dapat membuka pintu suap. Hal ini tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Pasal 12B yang menyatakan bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap jika berhubungan dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban atau tugasnya. Penerima gratifikasi pun diatur wajib melapor ke KPK selambat-lambatnya 30 hari. Sementara, AGK tidak melaporkan pemberian uang dari Haji Robert itu ke KPK,” paparnya.
Baca juga:
KPK Dalami Dugaan Suap Haji Robert Dirut PT NHM terkait Izin Usaha Pertambangan di Malut
Karenanya, KPK Watch mendorong penyelesaian kasus tersebut agar menjadi lebih terang. Apalagi, katanya, KPK tidak mungkin mengusut kasus tanpa ada bukti awal. “KPK menyebut pengusutan kasusnya untuk pemulihan aset, kami mendorong untuk diusut secara tuntas,” pungkasnya.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tengah mendalami peran sejumlah pihak dalam kasus yang melibatkan AGK.
“Terkait dengan AGK (Abdul Gani Kasuba), khususnya Haji Robert. Ini nanti pihak JPU, karena di sini juga banyak pihak yang terkait,” kata Asep di Jakarta, Rabu (10/9).
Pernyataan dari KPK itu memberi sinyal meskipun AGK sudah meninggal dan status tersangkanya gugur demi hukum, pengusutan aliran uang belum berakhir, termasuk terhadap Haji Robert.
Nama Haji Robert sudah lama masuk dalam daftar saksi perkara korupsi AGK. Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Ternate, ia hadir dan mengakui pernah menyerahkan uang kepada keluarga AGK. Kepada majelis hakim, ia menyebut angka Rp2,5 miliar yang disalurkan kepada Thoriq Kasuba, anak AGK. Alasannya, membantu usaha kos-kosan di Weda.
“Itu pinjaman, bukan pemberian. Ada perjanjian, akan dikembalikan dalam lima tahun,” ujar Haji Robert kala bersaksi.
Baca juga:
KPK Usut Tuntas Dugaan Pemberian Rp5,5 Miliar Haji Robert ke AGK terkait Suap Izin Tambang
Namun, dakwaan KPK menyebut jumlah yang lebih besar. Jaksa menuliskan bahwa AGK menerima Rp2,2 miliar secara tunai dari Haji Robert di Pantai Indah Kapuk, Jakarta, serta Rp3,345 miliar lainnya melalui pihak perantara yang terkait dengan PT NHM. Jika ditotal, angka itu menembus Rp5,5 miliar.
Kesaksian Haji Robert juga menyebut nama seorang perantara, Ida. Melalui Ida, sebagian aliran uang disebut mengalir ke AGK. Jaksa menyebut periode transfer berlangsung dari April 2021 hingga Maret 2023, bertepatan dengan sejumlah kebijakan strategis soal wilayah izin usaha pertambangan (WIUP).
Kematian AGK pada Maret lalu memang menutup jalur hukum terhadap dirinya. Tetapi fakta-fakta yang terbuka di ruang sidang tidak serta-merta lenyap. “Meskipun perkara terhadap AGK sudah berhenti, fakta persidangan tetap menjadi bahan analisis. Itu bisa dikembangkan ke pihak lain bila ada bukti yang cukup,” ujar Budi Prasetyo.
Dengan kata lain, fokus KPK bergeser, dari penerima yang sudah tiada, ke pemberi yang masih hidup. Apalagi, posisi Haji Robert sebagai bos tambang besar di Halmahera membuat dugaan suap ini sarat implikasi politik dan ekonomi.
Baca juga:
SOROTAN: Halmahera yang Diperas, Warga yang Dikorbankan
Selain menelusuri motif suap, KPK juga berkepentingan memulihkan aset. Dana Rp5,5 miliar yang disebut mengalir ke AGK dan keluarganya berpotensi ditarik kembali untuk negara, bila terbukti terkait tindak pidana korupsi.
Di sinilah tantangannya. KPK harus memverifikasi bukti transfer, mengonfirmasi saksi-saksi tambahan, dan memastikan ada keterkaitan langsung antara uang dari Haji Robert dengan kewenangan AGK sebagai gubernur. Tanpa itu, klaim “pinjaman bisnis” bisa tetap bertahan.
“Jika nanti ditemukan bukti yang cukup, tentu akan menjadi dasar KPK untuk mengembangkan perkara ini. Tidak ada satupun pihak yang kebal hukum,” tegas Budi.
Kasus ini mendapat sorotan publik lantaran nama Haji Robert disebut berulang kali dalam dakwaan, sementara AGK keburu meninggal sebelum proses hukum tuntas.
“KPK akan terus menelusuri dan hasil perkembangannya akan disampaikan secara terbuka kepada masyarakat,” tutup Budi.
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi

















