Ilustrasi

Jakarta, aktual.com – Pertanyaan tentang bagaimana menjadi hamba Allah yang sejati adalah pertanyaan yang telah lama bergema di hati para pencari jalan spiritual. Para wali Allah dan ulama sufi memberikan jawaban yang tidak sederhana, namun sangat dalam: kesempurnaan penghambaan kepada Allah terletak pada rasa butuh yang terus-menerus, kehancuran ego, kerendahan hati, serta ketundukan total di hadapan-Nya.

Seorang hamba sejati tidak pernah merasa cukup dengan ibadah yang ia lakukan. Meskipun sudah mengerjakan amal sebanyak mungkin, ia tetap melihat dirinya kecil di hadapan kebesaran Rububiyyah Allah.

Ia tidak pernah berbangga dengan amal, karena menyadari bahwa amal itu pun hanya bisa dilakukan berkat taufik dan pertolongan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan kesempurnaan dalam penghambaan: merasa tidak memiliki apa-apa, tidak mengandalkan apa-apa dari diri sendiri, dan hanya melihat Allah sebagai Sumber segala kebaikan, kemuliaan, dan kasih sayang.

Dalam tradisi sufi, doa menjadi salah satu jalan untuk melatih diri dalam merasakan kehinaan di hadapan Allah. Di antara doa yang masyhur diajarkan oleh al-Fard ar-Rabbani, Maulana asy-Syekh ‘Abdus Salam Syitta adalah:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ كَشْفًا أَشْهَدُ بِهِ عَجْزِي وَصِغَرِي فِي عَيْنِي نَفْسِي
إِلَهِي أَنْتَ الْقَوِيُّ وَأَنَا الضَّعِيفُ، وَأَنْتَ الْعَزِيزُ وَأَنَا الذَّلِيلُ، وَأَنْتَ الْغَنِيُّ وَأَنَا الْفَقِيرُ، وَأَنْتَ الْقَادِرُ وَأَنَا الْعَاجِزُ، وَأَنْتَ الْقَاهِرُ وَأَنَا الْمَقْهُورُ، وَأَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ وَأَنَا الْمُخْطِئُ الْمُسِيءُ

Doa ini merupakan cermin terdalam dari sikap ʿubudiyyah seorang hamba yang benar-benar sadar akan hakikat dirinya. Ia memohon agar Allah membuka hijab (kashf), sehingga ia dapat menyaksikan kelemahan, kekurangan, dan kefanaannya sendiri di hadapan Sang Pencipta. Dengan doa ini, seorang hamba menyerahkan dirinya secara total: mengakui kelemahannya di hadapan kekuatan Allah, kefakirannya di hadapan kekayaan Allah, kehinaannya di hadapan kemuliaan Allah, dan kesalahannya di hadapan ampunan Allah.

Makna doa ini bukan sekadar ungkapan kata-kata, melainkan latihan batin untuk menumbuhkan rasa rendah hati, menjauhkan diri dari kesombongan, dan mengikis rasa cukup dari dalam jiwa. Hati yang selalu bergantung kepada Allah akan merasa tenteram karena tahu bahwa semua kekuatan hanya milik-Nya, dan tidak ada sesuatu pun dari dirinya yang patut dibanggakan.

Inilah jalan panjang menuju penghambaan yang sejati—jalan para kekasih Allah yang menjadikan fana (sirna) sebagai tanda cinta, dan bergantung sepenuhnya kepada Allah sebagai inti kehidupan rohaninya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain