Juru Bicara Fraksi PKB Rivqy Abdul Halim. Aktual/HO

Jakarta, aktual.com – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPR RI menegaskan pentingnya implementasi Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dalam seluruh kebijakan dan tata kelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seiring pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

Juru Bicara Fraksi PKB, Rivqy Abdul Halim, menyampaikan bahwa Pasal 33 UUD 1945 secara tegas mengamanatkan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara serta digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“PKB menekankan agar perumusan kebijakan, pengaturan, dan pengelolaan BUMN didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945,” ujar Rivqy dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (27/9).

Menurut Rivqy, prinsip kekeluargaan dan orientasi kesejahteraan rakyat tidak boleh hilang dalam setiap keputusan terkait BUMN.

Meski memberikan sejumlah catatan, F-PKB tetap menyatakan persetujuan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas UU BUMN.

Dalam pembahasan, F-PKB juga mendukung perubahan nomenklatur lembaga pemerintah pengelola BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN). Rivqy menilai langkah ini akan memperjelas kewenangan dan menghindarkan tumpang tindih dengan Badan Pengelolaan Investasi (BPI) Danantara.

“Fraksi PKB mengusulkan Badan Pengaturan BUMN berwenang menyetujui atau tidak menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh BPI Danantara,” jelasnya.

Tak hanya itu, Rivqy menyebut BP BUMN juga harus memiliki wewenang terkait usulan restrukturisasi, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan BUMN. Namun, keputusan menyetujui atau menolak harus berdasarkan indikator yang jelas dengan tujuan optimalisasi kinerja perusahaan negara demi kesejahteraan rakyat.

Lebih lanjut, Rivqy menekankan pentingnya kehati-hatian dalam pengelolaan perusahaan negara, termasuk soal keuntungan dan kerugian yang menjadi tanggung jawab BUMN sendiri.

Ia juga mendorong adanya pengaturan lebih tegas terkait kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan audit terhadap BUMN sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.

“Berbagai catatan Fraksi PKB ini bukan hanya panduan pelaksanaan revisi UU BUMN, tetapi juga sebagai evaluasi terhadap pengelolaan BUMN selama ini yang dinilai masih menghadapi masalah serius,” ujarnya.

Rivqy menambahkan, BUMN selama ini sering mendapat kritik karena dianggap tidak profesional, bahkan kerap dijadikan “sapi perah” politik dan alat bagi-bagi kekuasaan.

“Untuk itu, PKB ingin pengelolaan BUMN benar-benar diarahkan untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan segelintir pihak,” pungkasnya.