Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011–2015, Muhammad Busyro Muqoddas, kembali menyoroti persoalan korupsi di sektor penyelenggaraan haji yang saat ini ramai dibicarakan publik. Ia mengingatkan bahwa praktik penyimpangan dalam pengelolaan haji bukan hal baru, sebab lembaga antirasuah yang pernah ia pimpin juga pernah menangani kasus serupa hingga menyeret Menteri Agama pada masanya menjadi terdakwa.
“KPK itu pernah menangani kasus haji, sehingga Menteri Agama waktu itu menjadi terdakwa. Secara singkat, kasus haji masa lalu itu menggambarkan kultur oportunisme pragmatis yang diangkat menjadi kebijakan di Kementerian Agama. Terutama lewat kebijakan-kebijakan Menteri, sampai ke bawah,” ujar Busyro.
Menurutnya, temuan pada masa lalu yang telah terbukti hingga tingkat Mahkamah Agung menjadi bukti nyata bahwa kebijakan bermasalah tersebut tidak pernah benar-benar hilang. Ia meyakini, dugaan penyalahgunaan 20.000 kuota haji yang kini mencuat merupakan kelanjutan dari praktik lama yang sengaja dipelihara di Kementerian Agama.
“Saya yakin ini ada kelanjutan dari warisan masa lalu yang dirawat di Kemenag. Kebijakan-kebijakan ini terutama yang menyangkut penyalahgunaan 20.000 kuota. Kemudian untuk dibisniskan. Itu kan menyangkut orang-orang penting istana juga, di samping orang-orang dalam Kemenag,” katanya.
Busyro menegaskan, tindak korupsi tidak pernah terjadi hanya karena ulah satu individu. Menurutnya, praktik seperti itu selalu melibatkan jaringan kekuasaan yang lebih luas. “Korupsi itu tidak mungkin dan tidak akan pernah terjadi hanya melibatkan satu orang saja, apalagi kalau satu orang itu bawahan,” ujarnya.
Ia menyoroti kondisi KPK saat ini yang menurutnya sudah tidak lagi independen. Revisi Undang-Undang KPK pada 2019 disebut sebagai awal dari pelemahan institusi tersebut.
“KPK sekarang ini sudah dibunuh secara institusional, secara politik. Pembunuhnya adalah mantan Presiden Jokowi, dengan revisi Undang-Undang 19 Tahun 2019, menganulir Undang-Undang KPK yang lama, Nomor 30 Tahun 2002. KPK yang dulu itu independen, sekarang tidak independen, berada di bawah Presiden,” tutur Busyro.
Ia menambahkan bahwa pelemahan itu dilakukan secara resmi oleh kekuatan politik melalui kerja sama antara pemerintah dan DPR. “Secara institusional, KPK sekarang ini korban pembunuhan atau pelumpuhan politik resmi oleh pembunuhan politik di era Jokowi. Bersama DPR tentunya, karena revisi Undang-Undang harus bersama DPR,” ujarnya.
Menurut Busyro, jika pimpinan KPK saat ini tidak berani menuntaskan kasus dugaan korupsi kuota haji, publik akan semakin yakin bahwa lembaga antirasuah telah berubah menjadi alat kekuasaan. “Kalau pimpinan KPK lewat, itu akan memperkuat kesan publik bahwa KPK sebagai alat pemerintah itu tidak bisa dibantah lagi,” ujarnya.
Mantan pimpinan KPK itu juga mengkritik keras tindakan pemerintah sebelumnya yang memecat puluhan pegawai KPK lewat Tes Wawasan Kebangsaan. “Pemerintah ini ganas sekali, pegawai KPK yang sekarang mendirikan IM57 itu dikeluarkan dengan nilai tidak lulus TWK kebangsaan,” katanya.
Di tengah situasi ini, Busyro melihat adanya peluang untuk memulihkan kembali independensi KPK. “Mumpung sekarang rezimnya sudah berakhir, di era Presiden yang baru ini, Prabowo Subianto, ini momentum tepat bagi Prabowo dan jajarannya untuk melakukan satu sikap yang terukur, jernih, terbuka, mengembalikan lagi KPK sekarang ini pada KPK yang lama,” ucapnya.
Busyro mendorong Presiden Prabowo untuk menggunakan kewenangannya mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) agar KPK bisa kembali seperti dulu. “Apakah Presiden punya hak konstitusional, punya hak perpu. Jadi Presiden bisa membuat draf perpu, intinya untuk menganuler Undang-Undang KPK yang baru ini, kembali pada Undang-Undang KPK yang lama, dengan Undang-Undang KPK akan memiliki independensinya,” jelasnya.
Meski mengkritik keras kondisi lembaga antikorupsi tersebut, Busyro mengaku masih memiliki harapan pada sejumlah pimpinan KPK sekarang. “Saya masih optimis dengan pimpinan KPK sekarang, optimis, masih banyak orang baik di sana. Sebagian besar pimpinannya saya kenal baik. Nah, mari kita dorong pimpinan KPK itu untuk jangan membiarkan kesan pimpinan KPK sekarang ini gamang,” katanya.
Ia mengingatkan agar KPK segera menentukan langkah hukum terhadap kasus dugaan korupsi kuota haji. Menurutnya, membongkar korupsi haji bakal menjadi kesempatan emas sebagai pimpinan KPK, dan pasti masyarakat sipil akan mendukungnya.
“Apalagi ini korupsi, dugaan korupsi di sekitar haji. Itu menjijikan sekali di samping kualitas kriminal. Korupsi itu kan kejahatan, jadi kualitas kejahatannya itu sempurna. Tapi ini menjijikkan, karena urusannya haji,” ujar Busyro.
Menutup pandangannya, ia menegaskan kembali bahwa praktik memperjualbelikan kuota haji, termasuk kuota petugas, merupakan bentuk kejahatan moral dan hukum yang tidak bisa ditoleransi. “Kok lama sekali menentukan tersangkanya. Semakin lama akan semakin menguatkan image yang kurang menguntungkan KPK itu sendiri. Bongkar saja sampai ke puncaknya, kalau itu memang orang istana. Sampai habis kata-kata saya,” tutupnya. (Achmat)
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















